12 Tahun Tsunami Aceh

VIDEO Catatan 12 Tahun Gempa dan Tsunami Aceh

Kita sadar bahwa korban jiwa lebih banyak terjadi akibat reruntuhan atau proses mitigasi yang belum berjalan dengan baik.

Penulis: RezaMunawir | Editor: Yusmadi

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Senin 26 Desember 2016, masyarakat kembali memperingati bencana dahsyat gempa dan gelombang tsunami 2004.

Peristwa 12 tahun silam ini diawali gempa berkekuatan 9,3 skala Richter.

Korban jiwa yang disebabkan musibah ini mencapai 200.000 jiwa lebih. Gempa dan tsunami juga meluluhlantakkan Aceh dan beberapa negara tetangga.

Belum reda duka Aceh akibat gempa dan tsunami, warga Aceh dikejutkan lagi oleh gempa Nias pada Maret 2005 berskala 8,6 skala richter dan menewaskan sekitar 1.300 orang.

Peristiwa yang berselang hanya tiga bulan ini juga memicu tsunami setinggi enam meter di Pulau Haloban, Aceh Singkil yang berdekatan dengan Nias.

Gempa besar lainnya yang juga membuat masyarakat Aceh panik adalah gempa kembar April 2012.

Guncangan gempa kembar ini masing-masing berkekuatan 8,5 dan 8,1 skala richter, dengan pusat di barat daya kabupaten Simeulue.

Belum terhenti disana, duka kembali menghampiri Aceh lewat gempa Juli 2013 di takengon berkekuatan 6,1 skala richter, lalu gempa Tangse berkekuatan 5,6 skala richter pada Oktober 2013, serta gempa pidie jaya, awal bulan lalu dengan kekuatan 6,4 skala richter dengan korban jiwa ratusan orang.

Kepala Stasiun Geofisika (BMKG) Mata Ie, Banda Aceh, Eridawati, tak membantah setiap tahunnya ada gempa yang tercatat di seismograph BMKG Mata Ie. Gempa yang signifikan seperti yang terjadi di Pidie Jaya kemudian mendorong gempa-gempa susulan, dimana hingga akhir bulan ini tercatat 120 event.

Sementara itu, peneliti geofisika dari Universitas Syiah Kuala, Dr Nazli Ismail, menyebut posisi Aceh sangat mungkin dilanda gempa. Masyarakat Aceh pun harus sadar betul bahwa kehidupannya tak akan jauh dari guncangan gempa.

Berulang kalinya terjadi gempa juga menjadi pengingat bahwa sudah sepatutnya kita bersahabat dengan gempa.

Selain memanjat doa agar dijauhkan dari malapetaka kepada yang kuasa, tindakan yang mungkin dilakukan adalah memperkaya pengetahuan terkait kegempaan termasuk sistem mitigasi.

Disisi lain, pembangunan infrastruktur maupun rumah penduduk sudah sebaiknya dilakukan dengan konsep yang ramah terhadap gempa.

Bangunan ramah gempa setidaknya memberi kesempatan bagi penghuninya untuk bisa memnyelamatkan diri saat guncangan terjadi, sehingga bangunan yang ditempati tak serta merta roboh saat terjadi guncangan.

Tim struktur bangunan dari Universitas Syiah Kuala, Dr Yunita Idris tak membantah bahwa secara biaya desain bangunan sejenis ini akan sedikit lebih mahal.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved