Persoalan Rumah Duafa di Pijay Telah Selesai, Wabup Beberkan Akar Masalahnya
Ada temuan, penerima rumah bantuan dari sumber rehab rekon ngotot agar tetap menerima rumah duafa, karena harganya lebih mahal.
Penulis: Idris Ismail | Editor: Zaenal
Laporan Idris Ismail | Pidie Jaya
SERAMBINEWS.COM, MEUREUDU – Wakil Bupati Pidie Jaya, H Said Mulyadi SE MSi menyatakan persoalan komplain yang sempat terjadi dalam proses pembangunan 574 rumah duafa dari sumber Anggaran Pendapatan Belanja Kabupaten (APBK) dan Otonomi Khusus (Otsus) 2017, telah selesai.
Said Mulyadi mengatakan, munculnya persoalan komplain dari beberapa keuchik terhadap pembangunan fasilitas rumah duafa, karena adanya miskomunikasi antara tim verifikasi kabupaten dengan beberapa keuchik.
"Ini hanya persoalan kesalahpahaman saja. Semua camat telah kita panggil untuk mengindentivikasi pokok persoalan yang terjadi di tingkat gampong masing-masing," kata Wakil Bupati Pijay, H Said Mulyadi SE MSI kepada Serambinews.com, Selasa (19/12/2017).
(Baca: Bantuan Rumah Duafa di Pijay Bermasalah)
Setelah dilakukan pengkajian atau inventarisir, kata Wabup, persoalan itu muncul dikarenakan adanya pihak yang menerima rumah ganda, seperti dari Baitul Mal provinsi, Baitul Mal kabupaten, maupun dari Rehabilitasi dan Rekontruksi (Rehab-Rekon) pascagempa.
Karenanya, pihak pemerintah mengambil sikap mengalihkan bantuan dari warga yang teridentifikasi menerima bantuan ganda, kepada penerima yang lain, agar tidak terjadi tumpang tindih.
Ada temuan, penerima rumah bantuan dari sumber rehab rekon ngotot agar tetap menerima rumah duafa, karena harganya lebih mahal dibandingkan rumah bantuan rehab (rusak sedang pascagempa).
“Sebenarnya tidak ada persoalan yang parah sebagaimana digembar-gemborkan bahwa ada data yang diutak-atik oleh pejabat, terutama di Kecamatan Meurah Dua dan Jangka Buya. Itu semua telah diselesaikan,” kata Said Mulyadi.
(Baca: Poligami 3 Istri, Tinggal Serumah, Pria Ini Tetap Hidup Rukun dan Harmonis, Apa Rahasianya?)
Namun demikian, Said Mulyadi mengakui ada persoalannya lain yang juga mengemuka terhadap ada usulan keuchik yang tidak tertampung, sehingga data yang diajukan tim kabupaten di bawah kendali Asisten I dan II sebenarnya layak masuk skala prioritas.
Namun dikarenakan tak dimusyawarahkan dengan keuchik sehingga muncul komplain-komplain.
"Saya berkesimpulan bahwa penetapan SK ini sebelumnya tidak melalui koordinasi dengan keuchik, sehingga menjadi sebuah kekeliruan," ujarnya.(*)