HGU Telantar di Nagan Bisa Jadi Sumber Konflik
Dewan Pimpinan Pusat Forum Komunikasi Anak Bangsa (DPP-Forkab) Aceh meminta Pemkab Nagan Raya

BANDA ACEH - Dewan Pimpinan Pusat Forum Komunikasi Anak Bangsa (DPP-Forkab) Aceh meminta Pemkab Nagan Raya meninjau ulang keberadaan HGU PT Gelora Sawita Makmur (GSM) yang sudah hampir 10 tahun dilaporkan telantar.
Dalam siaran pers kepada Serambi, Selasa (16/1), Ketua Umum DPP-Forkab Aceh, Polem Muda Ahmad Yani mengatakan, terkait adanya HGU telantar, jika mengacu pada ketentuan pasal 1 angka 6 Perka BPN Nomor 4/2010, maka pemberian penguasaan hak tanah berupa HGU namun tidak digarap sesuai hak yang sudah diberikan, maka HGU tersebut dapat diindikasikan telantar.
Menurut DPP-Forkab Aceh, sebagian besar HGU milik PT GSM telah dirambah oleh masyarakat dan ini tentu akan menimbulkan kekisruhan serta dampak hukum di kemudian hari. “Jika pemerintah mau memikirkan nasib rakyat kecil masalah ini jangan dibiarkan berlarut, sebab secara fakta memang HGU tersebut teridinkasi telantar tetapi butuh penetapan BPN agar ditetapkan menjadi tanah telantar,” tandas siaran pers tersebut.
Juga dijelaskan, rakyat dapat mengajukan permohonan penetapan HGU telantar kepada BPN dan ini diakomodir dalam pasal 3 dan 4 Perka BPN Nomor 4/2010 Jo Perka BPN Nomor 9/2011.
Sebenarnya, lanjut DPP-Forkab Aceh, telah terjadi dugaan ketidakadilan Agraria yang masif di Nagan Raya. Ada orang-orang tertentu yang menguasai tanah puluhan bahkan ratusan hektare atas nama pribadi. “Juga ada ribuan hektare HGU tetapi tidak memberikan plasma bagi masyarakat. Ini persoalan klasik di Nagan Raya,” ungkap Polem Muda Ahmad Yani.
Seharusnya, tulis siaran pers itu, pada saat perpanjangan HGU bupati dapat mendorong agar pemilik HGU memberikan plasma bagi masyrakat. “Bupati jangan bermimpi akan muncul kesejahteraan bagi masyarakat kecil jika ketidakadilan agraria terus dibiarkan,” ujar Polem Muda.
Dia mengatakan, sawit merupakan komoditas unggulan di Nagan Raya. Ini harus dikelola secara baik dan jujur agar dapat mengalir kepada rakyat kecil. Belakangan muncul perambahan kawasan lindung. Ini terjadi karena rakyat tidak memiliki tanah untuk digarap sebagai lahan usaha. “Jika keadilan agraria tidak ditegakkan maka satu kabupaten lagi diberi tanah juga tidak cukup memenuhi napsu orang kaya,” demikian Ketua Umum DPP-Forkab Aceh. (nas)
-
Selama Ini Jadi Sarang Maksiat, HMI Blangpidie Desak Pemkab Abdya Manfaatkan Pendapa Baru
-
Peralatan Medis Kurang Memadai, Khaleq dan Rahim Bayi Berkepala Dua di Yaman Meninggal Dunia
-
Sengketa Tapal Batas Rawan Konflik
-
Abdel Khaleq dan Abdel Karim, Bayi Berkepala Dua di Yaman yang Menanti Diselamatkan
-
Habiskan Dana Rp 24,7 Miliar, Pendapa Bupati Abdya Mulai Bocor dan Diduga Jadi Lapak Maksiat