Eksekutif Usul Dana Hibah Hampir Rp 1 T

Badan Anggaran (Banggar) DPRA terkejut mengetahui besaran dana hibah dan bantuan sosial (bansos) yang diusulkan

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Eksekutif Usul Dana Hibah Hampir Rp 1 T
TGK ANWAR RAMLI, Ketua Komisi IV

* Dana Bansos Rp 20,6 Miliar

BANDA ACEH - Badan Anggaran (Banggar) DPRA terkejut mengetahui besaran dana hibah dan bantuan sosial (bansos) yang diusulkan Pemerintah Aceh (eksekutif) dalam dokumen Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS) 2018.

Total usulan dana hibah mencapai Rp 915 miliar atau nyaris mencapai Rp 1 triliun. Sedangkan untuk bantuan sosial, dana yang diusulkan Rp 20,6 miliar. “Semua anggota Banggar terkejut melihat besaran dana hibah dan bansos yang diusulkan itu,” ungkap Ketua Komisi IV DPRA, Tgk Anwar Ramli, Selasa (20/2) saat ditanyai Serambi tentang sejauh mana sudah pembahasan anggaran dilakukan.

Menurut Tgk Anwar, Banggar Dewan terkejut sebab sampai kemarin, tidak ada satu pun anggota DPRA yang mengusulkan dana hibah dari usulan masyarakat. “Kenapa lantas muncul usulan dana hibah yang nilainya hampir Rp 1 triliun? Jadi wajar kalau semua anggota terkejut,” tambahnya.

Anggota Banggar lantas mempertanyakan kepada Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA), apakah usulan dana hibah dan bansos itu telah sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang diberikan TAPA. “Kita minta dokumen rincian dan jenis belanja hibah dan sosial kepada TAPA, mereka menjawab besok,” imbuh Tgk Anwar.

Di samping itu, Tgk Anwar juga menilai bahwa dokumen KUA PPAS yang diserahkan TAPA hanya copy paste dari dokumen tahun sebelumnya. Hanya program unggulan dan prioritasnya saja yang berubah, sementara yang lain tetap sama. Angka indikator ekonomi makro juga banyak yang tidak di-update dengan data BPS dan BI.

Narasi yang disampaikan antara BAB I, II, II dan IV, banyak yang tidak matching dan ada yang bertolak belakang, sehingga membuat waktu pembahasan jadi panjang. Contohnya dalam kebijakan anggaran, tidak langsung dijelaskan terdiri dari belanja pegawai, belanja bunga, belanja subsidi, hibah, bantuan keuangan, bantuan sosial, dan belanja tidak terduga.

Misalnya, sambung Tgk Anwar, dalam uraian rincian belanja tidak langsung, disebutkan totalnya Rp 4.037 triliun, sementara belanja bunga dan belanja subsidinya tidak diisi. Tetapi untuk belanja hibah, membengkak mencapai Rp 915 miliar, sosial Rp 20,6 miliar, belanja bagi hasil Rp 665,7 miliar, belanja kepada partai politik hanya senilai Rp 1,7 miliar, dan dana tidak terduga Rp 30 miliar.

“Ini artinya, apa yang telah dibuat pada lembaran KUA sebelumnya, tidak sesuai dengan rincian yang dibuat pada lembaran berikutnya,” imbuh Tgk Anwar Ramli.

Terkait dengan kemajuan pembahasan, Ketua Komisi D ini menyebut, pembahasan sudah sampai pada Bab IV KUA, yaitu Kebijakan Perencanaan Belanja Aceh tahun 2018. Tetapi karena TAPA tidak bisa memberi penjelasan secara rinci terkait usulan dana hibah dan bansos, pembahasan pada Selasa (20/2) kemarin distop dan akan dilanjutkan kembali hari Rabu (21/2), setelah TAPA memiliki rincian data untuk menjelaskan perihal usulan dana dimaksud.

“Jadi yang membuat pembahasan terlambat bukan Banggar DPRA, tapi kesiapan TAPA dalam menyiapkan data pendukung kebijakan anggaran yang terdapat dalam KUA. Ini artinya, dokumen KUA dan PPAS yang diberikan TAPA sepertinya masih data mentah, belum diolah sebagai mana yang pernah diminta Banggar Dewan,” pungkas Tgk Anwar.

Sementara itu, Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) meminta DPRA untuk mengumumkan ke publik kapan rencana APBA 2018 tersebut akan disahkan. Menurut MaTA, keterlambatan pengesahan kali ini sudah sangat parah, karena sudah memasuki dua bulan tahun anggaran 2018 berjalan.

“Kalau kita lihat eksekutif sudah beri deadline kapan anggaran harus disahkan, katanya sampai 27 Februari ini. Tapi kita lihat di DPRA belum ada sinyal kapan mau disahkan,” kata Koordinator MaTA, Alfian kepada Serambi, Rabu (21/2).

Pihaknya mendesak DPRA untuk segera mengumumkan kapan APBA disahkan agar ada kepastian terhadap nasib uang rakyat tersebut. “DPRA perlu mengumumkan ke publik agar ada kepastian kapan APBA mau disahkan, mengingat waktu yang sudah berlarut, yang seharusnya tanggal 30 Desember 2017, tapi ini sudah 2 bulan lebih,” tambahnya.

Alfian mengatakan, pemberitahuan kepada publik ini harus dilakukan karena bukan sesuatu yang harus ditutup-tutupi atau dirahasiakan. Selain itu, ini juga bagian dari keterbukaan informasi publik, apalagi menyangkut dengan anggaran.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved