Agar Lebih Bermanfaat, Abu Madinah Sarankan Tiga Hal kepada Pemerintah Aceh Terkait Dana Baitul Asyi
"Alangkah lebih baik jika mereka juga mendapatkan hasil wakaf itu meskipun berangkat haji dari luar Aceh,”
Penulis: Eddy Fitriadi | Editor: Yusmadi
Laporan Eddy Fitriady | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Drs Tgk H Muhammad Ismi Lc MA, atau yang lebih dikenal dengan panggilan Abu Madinah ikut berkomentar soal pengelolaan Baitul Asyi, tanah wakaf Aceh di Mekkah Al Mukarramah.
Abu Madinah yang saat itu menjadi mediator pertemuan pada tahun 2002 antara gebernur Aceh saat itu, Abdullah Puteh dengan cucu Habib Bugak sebagai nazir, Syekh Abdurrani, menyarankan beberapa hal kepada pemerintah Aceh saat ini agar dana hasil wakaf lebih bermanfaat.
Pimpinan Dayah Babun Najah Banda Aceh ini mengapresiasi semangat tokoh-tokoh Aceh untuk mempertahankan tanah wakaf tersebut.
Namun untuk pemanfaatan hasil tanah wakaf Baitul Asyi yang lebih baik, Abu Madinah meminta pemerintah Aceh melakukan tiga hal.
Baca: Ini Penegasan Pemerintah Aceh terkait Rencana Investasi BPKH di Tanah Wakaf Baitul Asyi
Pertama, kata Abu Madinah, sebaiknya hasil harta wakaf Baitul Asyi tidak hanya diberikan kepada jamaah haji, tetapi juga kepada pelajar, mahasiswa, tenaga kerja, dan orang umrah asal Aceh yang berdomisili di Arab Saudi.
“Hal ini dibenarkan oleh Syekh Abdurrani yang berdiskusi langsung dengan saya dan Pak Abdullah Puteh saat itu,” katanya kepada Serambinews.com, Kamis (15/3/2018).
Kedua, lanjut Abu Madinah, hasil harta wakaf seharusnya diberikan juga kepada jamaah haji/umrah yang berasal dari Suku Aceh, meakipun berangkat dari luar Aceh atau menetap di luar provinsi Aceh.
“Masyarakat Aceh tersebar di berbagai daerah, alangkah lebih baik jika mereka juga mendapatkan hasil wakaf itu meskipun berangkat haji dari luar Aceh,” jelasnya.
Baca: Tiba di Jakarta, Apa Karya Disambut Ketua Parlemen Indonesia, Bahas Banyak Hal Termasuk Baitul Asyi
Saran ketiga, Abu Madinah meminta pemerintah Aceh tidak memberikan hasil harta wakaf kepada orang yang bukan Suku Aceh, meskipun naik haji dari Aceh.
Hal itu menurutnya sesuai dengan ikrar wakaf Habib Bugak di depan Hakim Mahkamah Syar'iyah pada tahun 1222 hijriyah atau sekira tahun 1880 masehi. (*)