‘Legalkan Sumur Minyak Jadi Tambang Rakyat’
Ketua Komisi II DPR Aceh, Nurzahri ST bersama sejumlah anggota DPR Aceh dan beberapa anggota DPRK Aceh Timur
IDI - Ketua Komisi II DPR Aceh, Nurzahri ST bersama sejumlah anggota DPR Aceh dan beberapa anggota DPRK Aceh Timur, Jumat (27/4) meninjau lokasi sumur minyak yang terbakar di Gampong Pasir Putih, Kecamatan Ranto Peureulak, Aceh Timur.
Kedatangan Tim Komisi II DPR Aceh ini disambut Kapolres Aceh Timur, AKBP Wahyu Kuncoro, Dandim 0104/Atim Letkol Inf M Iqbal Lubis, Kepala BPBD Aceh Timur, Syahrizal Fauzi, dan unsur Muspika Ranto Peureulak.
Nurzahri mengatakan, kunjungan pihaknya adalah untuk menampung aspirasi masyarakat terkait tindak lanjut pengelolaan sumur minyak ilegal di Kecamatan Ranto Peureulak itu, sekaligus meninjau lokasi, dan melihat proses penanganan Pemkab Aceh Timur terhadap korban terbakar pascainsiden sumur minyak meledak, Rabu (25/4).
Nurzahri mengatakan, terkait sumur minyak di Ranto Peureulak yang terbakar Rabu lalu ia telah mengusulkan kepada Gubernur Aceh dalam sebuah sidang paripurna di DPRA agar sumur minyak ilegal di Ranto Peureulak itu ditetapkan saja sebagai areal pertambangan rakyat.
“Kami lihat ada masalah pada pertambangan di Kecamatan Ranto Peureulak ini, karena itu kami akan carikan solusinya. Salah satunya, kami sudah usulkan kepada Gubernur Aceh agar kawasan Ranto Peureulak dijadikan kawasan pertambangan rakyat,” cetus Nurzahri.
Dalam waktu dekat ini, ujarnya, pihaknya akan memanggil BP-Migas Aceh, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh, dan Pemkab Aceh Timur, untuk mencari solusinya. “Jadi, harus ada payung hukum yang memegang izin pertambangan, tetapi nanti teknis di lapangan bisa kerja sama dengan masyarakat,” ungkap Nurzahri.
Karena itu, sambung Nur Zahri, selain untuk meninjau dan melihat penanganan akibat kebakaran itu pihaknya juga menyerap aspirasi masyarakat terkait tindak lanjut penanganan sumur-sumur minyak ilegal di Kecamatan Ranto Peureulak. “Nanti aspirasi yang kami proleh ini akan kami bawa dalam rapat dengan Pemerintah Aceh dan pihak terkait,” ujarnya.
Namun demikian, menurut Nurzahri, untuk sementara waktu pertambangan minyak ilegal di Kecamatan Ranto Peureulak itu harus ditutup, di samping bertujuan untuk memulihkan trauma masyarakat, juga untuk dilakukan evaluasi.
“Tapi harapan kami ketika kawasan ini dijadikan kawasan pertambangan rakyat tentunya masyarakat juga yang akan bekerja. Jadi, intinya perlu dilegalkan saja, karena kita sudah punya qanun, undang-undang, dan hanya teknis pelaksanaan di daerah saja yang belum. Nah karena itu, kami akan terus mendorong agar secepatnya daerah ini ditetapkan sebagai daerah pertambangan rakyat, agar masyarakat tidak perlu menunggu lama, sehingga bisa bekerja kembali,” ujarnya. Menurutnya, jika perintah penutupan sumur minyak ilegal itu berlaku tanpa ada batas waktu, maka masyarakat yang akan terkorbankan. “Karena itu kami turun langsung menyerap aspirasi tersebut supaya persoalan ini cepat didapat solusi penanganan yang terbaik,” demikian Nurzahri.
Sementara itu, Kapolres Aceh Timur, AKBP Wahyu Koncoro yang menyambut kunjungan tim DPRA, mengatakan Pemkab Aceh Timur telah berusaha maksimal mengatasi kebakaran sumur minyak. Termasuk penanganan terhadap korban yang meninggal, maupun korban yang dirawat.
“Berdasarkan data terbaru jumlah korban meninggal 21 orang, sedangkan korban luka yang masih dirawat di rumah sakit sebanyak 39 orang. Selain itu, rumah yang hangus tiga unit dan dua lagi terbakar ringan,” ungkap Kapolres.
Terkait penanganan sumur minyak, jelas Kapolres, pihaknya telah meminta bantuan mobil tanki kepada PT Pertamina untuk memindahkan minyak mentah dari kolam penampungan ke lokasi penampungan milik PT Aceh Timur Kawai Energi di kecamatan setempat agar minyak tersebut tak meluber dan mengalir ke sawah dan ke perkampungan warga.
Selanjutnya, ungkap Kapolres, pemerintah harus bersama-sama memberikan sosialisasi agar masyarakat tidak lagi melakukan aktivitas pengeboran ilegal. “Karena hampir setiap pekarangan rumah warga di Gampong Pasir Putih terdapat titik pengeboran yang jaraknya antara 3-4 meter dengan rumah. Tentu hal ini baik dari segi kesehatan, maupun keselamatan, tidak sesuai dengan regulasi yang berlaku,” ungkap Kapolres.
Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Aceh, Iskandar Usman Al-Farlaky, mengatakan penanganan yang perlu dilakukan pemerintah pascaledakan sumur minyak di Ranto Peureulak, yaitu pemerintah harus menginisiasi proses identifikasi persoalan, identifikasi jumlah korban meninggal, korban luka-luka yang dirawat di rumah sakit, serta jumlah kepala keluarga yang mengungsi.
“Jadi, pemerintah harus membuka akses selebar-lebarnya untuk membantu masyarakat,” ungkap Iskandar seusai menyambangi rumah korban meninggal akibat ledakan sumur.