Bisa Bangkrut Jika tak Dicari Solusi dari Sekarang

Penggunaan sepenuhnya dana APBK 2018 Aceh Utara untuk membayar utang yang mencapai Rp 151 miliar

Editor: bakri
PABRIK PT Pupuk Iskandar Muda 

* Terkait Utang Aceh Utara

LHOKSEUMAWE - Penggunaan sepenuhnya dana APBK 2018 Aceh Utara untuk membayar utang yang mencapai Rp 151 miliar dari total Rp 173 M--sehingga pembangunan proyek fisik terkendala--berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten yang dulunya penghasil gas alam cair itu. Kondisi ini bisa menyebabkan Aceh Utara bangkrut jika tak segera dicarikan solusinya sejak sekarang.

“Ini jelas berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi di Aceh Utara dan Aceh, karena pertumbuhan ekonomi Aceh adalah nilai rata-rata dari pertumbuhan ekonomi di 23 kabupaten/kota,” ujar Ketua Program Pascasarjana Ilmu Majanemen (PPIM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Malikussaleh (Unimal), Ichsan PhD kepada Serambi di Lhokseumawe kemarin.

Ichsan, putra almarhum Prof Dr Ali Basyah Amin, mantan rektor Universitas Syiah Kuala itu ditanyai untuk menanggapi liputan eksklusif Serambi yang disirkan Minggu, (27/5) berjudul Proyek Fisik Tergerus Utang.

Menurutnya, berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Aceh Utara, karena sektor swasta di Aceh khusus di Aceh Utara masih lemah dalam menggerakkan ekonomi, karena denyut pertumbuhan ekonomi di Aceh Utara selama ini sangat ditentukan dengan dana APBK. Mungkin berbeda di daerah lain yang sektor swasta sudah tumbuh dan berkembang, sehingga mereka tak bergantung pada dana APBK.

“Jadi, efeknya berantai, pembangunan berkurang, perdagangan juga berkurang, dan akhirnya berimbas kepada masyarakat. Karena itu, Pemkab Aceh Utara harus mengurangi terhadap belanja-belanja yang kurang penting, seperti mengurangi perjalanan dinas. Kemudian mengurangi program yang kurang penting, sehingga utangnya dapat dilunasi,” ujar Ichsan.

Kondisi ini harus menjadi momentum bagi Aceh Utara untuk pembenahan sehingga dapat memperbaikinya ke depan. “Kondisi ini harus bisa menjadi momen untuk mendatangkan orang supaya mau berinvestasi, apalagi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Arun belum beroperasi, ini juga harus dicari solusi, supaya dapat membantu pemerintah,” katanya.

Hal lain yang harus dipikirkan Aceh Utara adalah bagaimana meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), sehingga ketika dana dari pemerintah pusat berkurang, Aceh Utara sudah siap dengan PAD sendiri. Sarana yang ada di Aceh Utara, menurut Ichsan, harus dimanfaatkan secara optimal. Misalnya, pemanfaatan Pelabuhan Internasional Krueng Geukueh Aceh Utara yang sudah tak berdenyut.

Ini harus dicari solusi oleh Pemerintah Aceh Utara bersama Pemerintah Aceh. “Jadi, harus dikaji apa penyebab pelabuhan tersebut sampai sekarang belum berfungsi secara maksimal. Kalau kekurangan bahan baku, kemungkinan bisa melihat produk pertanian yang ada di Aceh Tengah dan juga mengembangkan agroindustri,” katanya.

Persoalan lain yang dikritisi Ketua PPIM terkait banyak honorer di Aceh Utara yang bisa menyebabkan bisa membebani APBK Aceh Utara. Sedangkan kebutuhan pegawainya sudah mencukupi, jadi hal tersebut bisa menjadi bom waktu. “Persoalan tersebut tak hanya dipikirkan eksekutif saja, tapi juga legislatif dan masyarakat,” katanya.

Selain itu Pemerintah Aceh juga sangat berperan dalam mengawasi penganggaran Aceh Utara. “Ke depan kita harapkan Pemerintah Aceh lebih ketat lagi mengawasi APBK Aceh Utara, sehingga kedepan persoalan utang tersebut dapat segera diselesaikan,” pungkas Ichsan.

Ia meyakini Pemkab Aceh Utara mampu keluar dari utang tersebut jika mau berhemat dan mempersiapkan solusi jangka pendek dan jangka panjang. Tapi jika kondisi ini tidak menjadi momen untuk memperbaiki, ke depan diyakini Aceh Utara di ambang kebangkrutan. (jaf)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved