Nelayan Aceh Masih Andalkan Alat Tradisional
Mayoritas nelayan Aceh masih menggunakan alat seadanya dan masih bersifat tradisional pada saat melaut
BANDA ACEH - Mayoritas nelayan Aceh masih menggunakan alat seadanya dan masih bersifat tradisional pada saat melaut. Peralatan yang ada hanya berupa kompas, tanpa menggunakan kelengkapan lain, seperti GPS, radio komunikasi serta alat pendukung lainnya.
Hal itu disampaikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Panglima Laot Aceh, Oemardi, yang menjadi narasumber eksternal salam Serambi ‘Nelayan Aceh Perlu Pahami Hukum Laut’, di Program Cakrawala Serambi FM,
Selasa (17/7). “Kondisi ini harus kita akui, dimana 80 persen nelayan tradisional kita tidak melengkapi dukungan peralatan modern saat melaut, seperti alat navigasi, GPS dan radio komunikasi,” kata Oemardi.
Program Cakrawala yang ikut menghadirkan narasumber internal Waredpel Serambi Indonesia, Nasir Nurdin, serta dipandu host Tieya Andalusia itu, Sekjen Panglima Laot Aceh ini menjelaskan ada beberapa hal yang kemungkinan mendasari kondisi nelayan tradisional belum gunakan alat modern. “Pertama, mungkin dari segi ekonomi, harganya yang begitu mahal. Lalu, tanpa alat-alat modern itu, para nelayan kemungkinan sudah biasa dan berpengalaman berada di laut,” ungkapnya.
Meski demikian, pembekalan dan advokasi keselamatan bagi nelayan tetap diperlukan, minimal alat komunikasi. “Kami selalu mengimbau para nelayan untuk menggunakan alat keselamatan, setiap ada pertemuan,” ungkap Oemardi.
Terkait empat nelayan Aceh Tamiang yang ditangkap di Lamkawi Malaysia, setelah berlindung dari cuaca buruk di Pulau Batu Putih, menurutnya terus diupdate perkembangannya. “Kami masih menunggu kabar dari KBRI di Malaysia yang masih mempelajari kasus terdamparnya nelayan Aceh di sana dan bertemu dengan otoritas setempat. Harapannya semua berjalan lancar, sehingga empat nelayan kita bisa cepat kembali dan berkumpul bersama keluarganya,” pungkas Oemardi.(mir)