Dari Kaki Singgalang dan Merapi Taufiq Ismail Membangun Rumah Puisi
Taufiq mengaku sudah lama mengimpikan adanya Rumah Puisi. Tapi baru berhasil diwujudkan pada 2008.
Penulis: Fikar W Eda | Editor: Ansari Hasyim
Laporan Fikar W Eda I Jakarta
SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - "Kami mengajarkan dua hal. Menumbuhkan kegemaran membaca dan melatih mahir menulis. Ya membaca, menulis, membaca, menulis," kata penyair Taufiq Ismail dalam percakapan di Rumah Puisi Taufiq Ismail, Padang Panjang, Sumatera Barat, Jumat (21/12/2018) pekan lalu.
Sebagai Ketua Umum Komunitas Musikalisasi Puisi dan penyair, saya dan rombongan Deavis Sanggar Matahari, diundang ke Rumah Puisi Taufiq Ismail dalam rangka mengisi peringatan 10 Tahun Rumah Puisi. Kami berada di sana pada 21-23 Desember 2018, setelah melakukan perjalanan darat dari Jakarta, melewati Lampung, Palembang, dan Jambi. Tiba di Padang Panjang pukul 02.00 dini hari. Disambut udara dingin khas dataran tinggi.
Baca: Empat Tewas, Dua Kritis dalam Kecelakaan Truk Elpiji Kontra Mini Bus Isuzu Panther
Baca: Tak Mau Berutang, Wanita Asal Sulawesi Nekat Beli Motor Pakai Uang Pecahan Rp 2.000
Sudah lama saya mendengar keberadaan Rumah Puisi Taufiq Ismail ini. Beberapa kawan penyair pernah datang dan menginap di sana. Tapi baru ini kesempatan saya datang bersama rombongan.
Rumah Puisi Taufiq Ismail didirikan 2008. Terletak di Nagari Aie Angek, Jalan Raya Padang Panjang - Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Di apit dua gunung berapi, Singgalang dan Merapi. Dsri kaki kedua gunung berapi itu, kedua irang tua Taufiq Ismail berasal. Ibunya, bernama Sitti Nur Muhammad Nur (1914-1982) berasal dari Pande Sikek, desa di kaki Singgalang, dan ayahnya, A. Gaffar Ismail (1911-1998) asal Banuhampu, Agam, desa di kaki Merapi.
Baca: Sejarah Gunung Anak Krakatau: Letusan Sang Ibu Hasilkan Tsunami Paling Dahsyat di Dunia
Baca: 4 Fakta Tersembunyi Tsunami Aceh hingga Banten, Kecepatan Gelombang Sampai Luas Kerusakan
Tahun ini, Rumah Puisi Taufiq Ismail genap berusia 10 tahun.
Taufiq mengaku sudah lama mengimpikan adanya Rumah Puisi. Tapi baru berhasil diwujudkan pada 2008.
"Saya berdoa, kiranya bisa membangun rumah puisi seperti ini. Waktu itu saya tak punya uang. Tapi akhirnya doa itu terkabul. Inilah pentingnya doa," kata Taufiq Ismail. Kami sarapan di ruang makan Rumah Puisi.

Ketika itu, Taufiq mendapat Habibie Award disertai uang 25 ribu dolar AS. "Dengan uang itulah Rumah Puisi ini dibangun," kata Taufiq.
Rumah Puisi dibangun permanen. Letaknya di sebuah bukit di areal 6000 meter. Di dalamnya terdapat koleksi 7000 buku milik Taufiq Ismail.
Rumah Puisi membentuk Sanggar Sastra. Melatih siswa dari empat Sekolah Menengah Atas atau SMA dari Padang Panjang, Bukit Tinggi,dan Koto Baru. "Kelas membaca dan menulis" diselenggarakan tiap pekan. Selain itu, juga ada kelas Tahfidz Quran.
Dalam rangka perayaan 10 Tahun Rumah Puisi tahu ini, dihadirkan Deavis Sanggar Matahari bersama Komunitas Musikalisasi Puisi Indonesia, memberikan pelatihan musikalisasi puisi. Diikuti 80 peserta, terdiri dari guru-guru SMA se Sumatera Barat. Tujuannya memberi pemahaman tentang musikalisasi puisi, yang telah masuk dalam kurikulum sekolah menengah. Para guru seni di sekolah, banyak yang belum paham bagaimana musikalisasi puisi itu diciptakan.
"Kami datang memberi pelatihan, guna memberi tambahan wawasan tentang musikalisasi puisi," kata Devie Komala Syahni dari Sanggar Matahari. Ia hadir bersama ke empat saudara kandungnya, Dediesputra, Deni Syahnila Putra, Herie Syahnila Putra, dan Irma Komala Syahni. Kegiatan pelatihan musikalisasi puisi sebelumnya sudah dilakukan di Jakarta, Bogor, Aceh, Sumut, Bekasi dan banyak lagi.
Di tempat itu, Rumah Puisi tak sendiri. Ia ditemani Rumah Budaya Fadli Pon, milik keponakan Taufiq Ismail, Fadli Zon, yang juga sarjana sastra dan politisi ternama. Rumah Budaya menyediakan fasilitas penginapan, museum dan perpustakaan koleksi Fadli Zon.
Rumah Budaya Fadli Zon juga tak pernah sepi. Terutama akhir pekan dan musim liburan. Pengunjung bisa menikmati koleksi pustaka dan benda-benda budaya lainnya.
"Ketika Rumah Puisi selesai dibangun, keponakan saya, Fadli Zon datang bertanya. Om apa yang bisa saya bantu? Saya katakan orang yang datang ke Rumah Puisi perlu menginap. Begitulah lalu Fadli membangun penginapan dan minta izin namanya jadi Rumah Budaya. Ya tidak apa-apa," ujar Taufiq mengenai riwayat Rumah Budaya Fadli Zon.