BNNP Aceh Ancam Tembak Bandar Sabu
Peredaran narkoba di Aceh sudah memasuki pelosok pedesaan. Bahkan 1 dari 100 pelajar di Aceh
* 1 Dari 100 Pelajar Aceh Terlibat Narkoba
BANDA ACEH - Peredaran narkoba di Aceh sudah memasuki pelosok pedesaan. Bahkan 1 dari 100 pelajar di Aceh terlibat sabu-sabu. Bandar sabu yang bergelimang uang malah mulai meminjamkan uangnya kepada khalayak untuk menghindari penumpukan uang di rekening agar tidak mencurigakan. Cara ini mereka tempuh sebagai strategi pencucian uang (money laundering).
Untuk mengantisipasi semua itu supaya tidak semakin parah kondisinya, pihak Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Aceh akan mengambil tindakan tegas tanpa kompromi. Salah satu tindakan tegas itu adalah jika seorang bandar tertangkap tangan dan memiliki barang bukti, berupaya lari atau malah melawan petugas, maka bandar sabu tersebut langsung saja ditembak di tempat.
Penegasan itu disampaikan Kepala BNNP Aceh, Brigjen Pol Drs Faisal Abdul Naser MH saat bersilaturahmi ke Kantor Harian Serambi Indonesia, Senin (14/1) pagi. Dalam kunjungan itu, Brigjen Faisal yang didampingi sejumlah stafnya membahas mengenai peredaran sabu yang terjadi di Aceh saat ini.
Dari pihak Serambi hadir antara lain Pimpinan Perusahaan Mohd Din, Redaktur Pelaksana Yarmen Dinamika, Sekretaris Redaksi Bukhari M Ali, Manajer Promosi M Jakfar, Manajer Iklan Teguh Patria, dan Manajer Percetakan Komersial, Firdaus.
Faisal menjelaskan, pihaknya tidak akan pernah komproni dengan komplotan bandar sabu, jika memang ada barang bukti saat ditangkap, maka ia akan memerintahkan anggotanya untuk menembak bandar tersebut. Apalagi kalau bandar tersebut berupaya lari atau melawan petugas saat disergap.
“Saya kalau yang namanya bandar itu tidak ada kompromi lagi, kalau ada barang buktinya saat ditangkap, saya perintahkan tembak,” ujar Faisal.
Menurut Faisal, lemah atau longggarnya hukuman yang diberikan terhadap pelaku kasus narkoba ini menimbulkan keinginan orang lain yang melihatnya untuk terlibat juga dalam bisnis haram yang menggiurkan tersebut. Kondisi seperti itu, sangat dominan terjadi di Bireuen, karena dari beberapa orang yang ditangkap BNN sebagian berasal dari daerah tersebut. Anehnya, setelah divonis bersalah dan baru beberapa tahun menjalani hukuman sudah ada yang bisa sering-sering pulang kampung.
Selain itu, selama ini banyak warga Aceh yang ditangkap di luar daerah, misalnya di Jambi, Batam, dan Lampung, kembali dipulangkan ke Aceh untuk menjalani sisa hukumannya. Dekat dengan keluarnya. “Kondisi ini tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku bahkan calon pelaku,” kata Faisal yang prihatin atas kondisi penegakan hukum yang seperti ini, namun hal itu berada di luar kewenangannya.
Menurut Faisal, sebagian tahanan narkoba yang ada di Aceh merupakan hasil penangkapan di luar Aceh. Selain itu, 2/3 dari napi narkoba di Tanjung Gusta, Medan, adalah orang Aceh. “Ini mengindikasikan sangat banyak warga kita yang terlibat narkoba,” kata Faisal sembari menyebutkan bahwa saat ini sekitar 4.500 napi dan tahanan di Aceh itu terlibat kasus narkoba.
Fakta lainnya yang diungkapkan Faisal adalah bahwa hampir semua bandar sabu yang ditangkap pihaknya merupakan anak muda. Rata-rata mereka belajar memasok dan mengedarkan sabu ke Aceh itu di luar negeri. Sehingga jalur pemasokan sabu yang mereka lalui saat ini memang jalur peredaran narkoba internasional.
Para pelaku tersebut juga sudah sangat menguasai teknologi dan sistem penyimpanan uang yang aman. “Mereka yang datang dan mengedarkan sabu di sini (Aceh), itu sudah terdidik dan tidak terlihat,” ujarnya.
Apalagi, berdasarkan penelusuran BNN bahwa bandar membeli sabu di luar negeri dengan kisaran harga sekitar Rp 300 juta hingga Rp 600 juta, maka sesampai di Aceh mereka bisa jual dengan harga mencapai Rp 1,5 miliar. Sehingga, lanjut Faisal, para anak muda yang menjadi bandar sabu ini memang kaya raya dan memiliki sejumlah mobil mewah. “Rata-rata anak muda yang ditangkap ini saldo rekeningnya di atas 300 juta rupiah. Gaya hidupnya mewah, sering pesiar ke luar negeri. Bagi yang sudah menikah, istrinya pun ikut menikmati hasil bisnis haramnya itu,” ungkap Faisal.
Ia jelaskan, kondisi geografis yang garis pantainya sangata panjang membuat Aceh sebagai salah satu daerah yang sangat gampang dimasukkan narkoba. Apalagi berada di jalur internasional dan berdekatan dengan berbagai negara. Ditambah lagi tidak ada tempat yang dijaga khusus dan tidak ada alat canggih untuk mendeteksi transaksi dari jalur laut.
Ia sebutkan, di Aceh kini terdapat 129 jalur tikus sebagai jalur masuknya narkoba. Sebagian besar jalur tikus itu berada di pantai utara dan timur Aceh, terutama di Aceh Tamiang dan Aceh Timur. Salah satu faktor lancarnya jalur tikus karena saat ini pelaku sudah merasakan keuntungan besar dari bisnis haram tersebut, ditambah lagi masyarakat sekitar jalur pasokan narkoba itu pun apatis.