Mantan Kepala BAIS dan Senior GAM Ringankan Irwandi
Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, Lakasamana Muda TNI Purn Soleman B Ponto dan dua senior
JAKARTA - Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, Lakasamana Muda TNI Purn Soleman B Ponto dan dua senior Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Bachtiar Abdullah dan M Nur Djuli tampil sebagai saksi meringankan atau a decharge bagi terdakwa Irwandi Yusuf pada sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (11/3).
Bachtiar Abdullah yang berstatus sebagai warga negara Swedia sejak 1986, terbang khusus ke Jakarta menyampaikan keterangan yang meringankan bagi Irwandi Yusuf, gubernur nonaktif Aceh yang didakwa melakukan tindak pidana korupsi suap dan gratifikasi.
Jalannya persidangan juga dihadiri mantan Kepala Dinas Sosial Aceh, M Nasir Gurumud, mantan Sekda Aceh T Setia Budi, dan Wakil Ketua DPR Bireuen Drs Muhammad Arif (Arif Andepa) yang selalu hadir sejak pertama persidangan.
Soleman B Bonto yang menjabat Kepala BAIS pada 2011-2014 menjelaskan peran penting Irwandi Yusuf pada saat proses perdamaian Aceh dan bersama-sama dengan dirinya masuk dalam Aceh Monitoring Mission (AMM), lembaga yang dibentuk untuk memonitor pelaksanaan butir-butir perdamaian dalam MoU Helsinki.
“Irwandi Yusuf wakil dari GAM dan kami berdiskusi dalam 42 kali pertemuan,” ujar Soleman, pesiunan Laksaman Muda TNI Angkatan Laut.
Yang paling krusial, lanjut Solemen adalah jumlah senjata harus dipotong. “Irwandi Yusuf berusaha keras agar perdamaian berjalan sesuai dengan MoU termasuk soal jumlah senjata yang dipotong,” ujar Soleman, pria kelahiran Sulawesi Utara.
Pada pertemuan AMM ke-25, kata Soleman, Irwandi ternyata ditarik dan posisinya digantikan wakil GAM lainnya. “Sejak itu perundingan di AMM buntu. Akhirnya Irwandi dipanggil lagi, baru perundingan kembali lancar. Irwandi ini sangat besar perannya dalam kelancaran pemotongan senjata-senjata dari GAM. Sebab dia bisa meyakinkan mantan kombatan menyerahkan senjatanya untuk dipotong. Ini tentu tidak mudah, sebab ada senjata yang dibeli perorangan,” ujar Soleman.
Soleman juga menceritakan, dulu, pada saat naik sebagai gubernur Aceh pada 2007-2012, Irwandi diisukan akan memerdekakan Aceh. “Ini disebarkan, dalam rangka menjatuhkan dirinya. Sebab pada saat itu kan banyak juga yang ingin jabatan gubernur,” kata Soleman.
“Saya yakin 100 persen Irwandi tidak akan membawa Aceh untuk merdeka. Irwandi yakin melalui jalan MoU Helsinki, bahwa Aceh berada dalam NKRI. Sangat ingat betul, katanya, kalau mau damai bersiaplah untuk damai. Bukan damai melalui perang,” tambah Solemen.
Soleman Ponto memastikan sampai saat ini pun sosok Irwandi sangat dibutuhkan di Aceh, terutama dalam menjaga perdamaian Aceh.
“Saya sudah pansiun, saya terus ditelepon oleh mantan kombatan dari Aceh. Mereka menanyakan soal kasus Irwandi ini. Saya katakan, kita jalani saja proses hukumnya. Saya duduk sebagai saksi di sini, saya harap bisa melancarkan persidangan ini,” ujar Solemen.
Menjawab pertanyaan kuasa hukum Irwandi Yusuf, Solemen B Pontoh menegaskan MoU Helsinki yang menjadi dasar tercapainya perdamaian Aceh setelah 30 tahun berkonflik, belum selesai dijalankan oleh Pemerintah Pusat.
“Ada dua hal yang belum dijalankan, yaitu pembentukan peradilan HAM di Aceh dan pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). Masalah ini bisa dilaporkan ke Dewan Keamanan Eropa melalui lembaga CNI,” ujarnya.
Solemen menjelaskan bisa saja Indonesia menerima beberapa sanksi apabila Dewan Keamanan Eropa menerimanya. “Dalam jabatan kedua ini, barangkali ada yang mengatakan bahwa Irwandi akan melapor ke Eropa karena Pemerintah belum membentuk Peradilan HAM di Aceh dan KKR. Tapi ini pendapat saya,” ujar Solemen buru-buru.
Ditanya luar negeri
Saksi Bachtiar Abdullah, mengatakan juga mendapat pertanyaan dari berbagai kalangan di luar negeri soal kasus yang dihadapi Irwandi Yusuf ini.