Benih IF8 Distop karena Tak Bersertifikat

Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh, A Hanan menyatakan, dilarang dan dihentikannya penjualan benih padi IF8

Editor: bakri
SERAMBINEWS.COM/BUDI FATRIA
Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh, A Hanan 

BANDA ACEH - Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh, A Hanan menyatakan, dilarang dan dihentikannya penjualan benih padi IF8 yang dibudidayakan petani di beberapa kecamatan di Kabupaten Aceh Utara semata-mata karena benihnya belum bersertifikat/berlabel.

“Karena itulah belum bisa dilepas ke pasar secara resmi untuk diperdagangkan,” kata A Hanan di Banda Aceh, Kamis (24/7) menjawab Serambi tentang mengapa Tgk Munirwan, Keuchik Meunasah Rayeuk, Kecamatan Nisam, Aceh Utara, ditahan penyidik Polda Aceh hanya gara-gara menjual benih padi ke sejumlah desa di Aceh Utara.

Hanan menjelaskan, benih padi IF 8 itu diperoleh petani Gampong Meunasah Rayeuk, Kecamatan Nisam, Aceh Utara dari Ketua Asosiasi Bank Benih Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) Aceh, Gurmani. Benih tersebut diberikan kepada Ketua AB2TI Aceh Utara, yakni Tgk Munirwan pada tahun 2017. Tgk Munirwan juga keuchik di Gampong Meunasah Rayeuk.

AB2TI Aceh dan Aceh Utara memperoleh benih tersebut dari bantuan yang disalurkan Ketua AB2TI Pusat, Prof Dr Dwi Andreas. Menurut Hanan, pemberian bantuan benih IF8 itu dari Pengurus AB2TI Pusat kepada AB2TI Aceh dan Kabupaten Aceh Utara, tidaklah salah. Apalagi misinya untuk membantu benih padi produktivitas tinggi kepada petani miskin untuk meningkatkan pendapatannya agar petani bisa sejahtera dan makmur, namun tidak untuk diperdagangankan.

“Nah, kesalahannya BUMG Meunasah Rayeuk itu adalah setelah dibudidayakan dalam jumlah banyak di desanya dan beberapa kecamatan lainnya, lalu benih IF8 itu diperdagangkan seharga Rp 145.000/kantong isi 5 kg. Padahal, benih tersebut belum didaftarkan oleh pemulia atau penemunya sebagai benih padi unggul baru kepada pihak Kementerian Pertanian yang berwenang untuk menguji lebih dulu bibit unggul varietas baru sebelum dilepas ke pasar bebas,” terang Hanan.

Karena beredarnya benih tersebut di Aceh secara bebas, kata Hanan, sehingga pihak Kemenetrian Pertanian pada tanggal 28 Juni 2019 meminta dirinya membuat laporan peredaran benih IF 8 tanpa label itu ke Polda Aceh. “Selain itu, Polda juga mendapat telepon dari pihak Kementerian Pertanian untuk menertibkan peredaran benih IF8 yang belum dilepas secara resmi itu, karena memang belum bersertifikat,” kata Hanan.

Akhirnya, pada 29 Juni 2019, Tim Gabungan Distanbun Aceh dan Polda Aceh melakukan pengecekan dan penggeledahan di Gampong Meunasah Rayeuk, Aceh Utara. Tim tersbeut menyita bibit padi IF 8 yang terdapat di beberapa tempat untuk agar tidak diedarkan dan diperdagangan lagi. Sedangkan sebagai sampel barang bukti sebanyak 9,16 ton benih padi IF8 dibawa ke Polda Aceh.

Untuk membantu petani di Aceh yang telah membudidayakan benih padi IF 8 bantuan dari AB2TI Pusat itu, kata Kadistanbun Aceh, kata A Hanan, pihak Kementerian Pertanian sudah pernah menawarkan kepada AB2TI Pusat sebagai pemberi bantuan bibit tersebut agar benih IF 8 itu didaftarkan ke Kementan. “Tapi mereka tidak mau dan alasan mereka tidak mau mendaftarkan bibit padi IF 8 tersebut, juga tidak jelas. Padahal, biaya untuk mensertifikat bibit tersebut sangatlah murah. Untuk pengujian lapangan hanya dikenakan Rp 5.000/hektare dan untuk penerbitan satu lembar lebel biayanya hanya Rp 7/bungkus.”

Ungkapan yang sama juga dilontarkan Koordinator Sertifikasi Benih Pertanian dan Tanaman Hortikultura Aceh, Faisal SP. Ia mengaku sudah beberapa kali mengunjungi Gampong Meunasah Rayeuk untuk mengingatkan pengurus BUMG-nya agar benih IF8 itu dikembangkan untuk internal bibit kelompok tani di desa saja, tidak untuk diperdagangkan.

Kalau BMUG mau memperdagangkan benih IF8 itu, Faisal menyarankan, terlebih dahulu pemulia atau penemu benih itu mendaftarkannya ke Kementan untuk dimasukkan ke dalam daftar bibit padi unggul. “Setelah dilakukan pengujian teknis kelayanan benih padi itu, barulah bisa dilepas ke pasar,” ujarnya.

Benih IF 8 itu, menurut Faisal, hasil ujinya dari Kementan atau lembaga penguji benih padi lainnya belum ada. Itu sebab, kalau benih itu dipasarkan, maka produsennya bisa diproses secara hukum, karena melanggar Pasal 12 dan 13 maupun Pasal 60-63 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budi Daya Tanaman.

“Jadi, bila saat ini pihak Polda Aceh memproses produsen benih padi IF8 itu secara hukum, bukan karena adanya laporan dari Distanbun Aceh saja, tapi justru karena itu perintah dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992,” demikian Faisal. (her)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved