Anna Sukma Muthia, Gadis Aceh Wakili Bali di MTQMN Ke-16 di Unsyiah

Lahir dan tumbuh besar di Bali, tak serta merta mengubah pola hidup Muthia

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Anna Sukma Muthia, Gadis Aceh Wakili Bali di MTQMN Ke-16 di Unsyiah
IST
Anna Sukma Muthia

Lahir dan tumbuh besar di Bali, tak serta merta mengubah pola hidup Muthia. Darah Aceh mengalir kuat dalam dirinya. Sehingga meskipun tidak lancar berbahasa Aceh, tapi gaya hidupnya tetap seperti gadis Aceh. Sejak usia dini, dia sudah langganan mewakili Bali untuk melantunkan ayat suci Alquran di berbagai musabaqah.

Pemilik nama lengkap Anna Sukma Muthia (20) ini merupakan qariah dari Kafilah Universitas Udayana Denpasar yang mengikuti Musabaqah Tilawatil Quran Mahasiswa Nasional (MTQMN) Ke-16 di Unsyiah, Banda Aceh. Ini merupakan kesempatan emas bagi Muthia, karena ia dapat sekaligus pulang ke kampung halaman kedua orang tuanya di Bireuen, bertemu nenek dan keluarga besarnya.

Muthia yang ditemui Serambi, Sabtu (27/7) di kampus UIN Ar-Raniry Banda Aceh menyampaikan, kedua orang tuanya merupakan orang Aceh asli yang merantau ke Bali karena penempatan kerja. Muthia lahir di Denpasar, kemudian keluarganya pindah ke Karang Asem, salah satu kabupaten di Bali. Di sanalah Muthia tumbuh remaja.

Muthia bercerita, orang tuanya sudah mengenalkan Alquran kepada dirinya sejak usianya enam tahun. Ia sudah mulai mengaji di TPQ sejak usia dini bersama sang kakak. Kakak kandung Muthia juga merupakan seorang qariah yang rutin mewakili Bali ke berbagai ajang.

Gadis kelahiran 18 Januari 1999 ini semakin memperdalam ilmu membaca Alquran karena termotivasi oleh prestasi yang diraih sang kakak. Sehingga saat duduk di sekolah dasar ia sudah mewakili Bali ke ajang Pentas Keterampilan dan Seni Pendidikan Agama Islam (Pentas PAI) Tingkat Nasional di Banten, selama tiga tahun berturut-turut.

Meskipun tinggal di Bali yang Islam merupakan minoritas, Muthia tidak merasa ada kendala dalam mempertajam ilmu Tilawah maupun tartil Alquran. Bahkan, guru tempat Muthia belajar merupakan warga Bali asli.

“Mungkin orang melihat Islam di Bali itu gimana ya, minoritas iya, tapi di sana cukup ramai juga yang muslim, apalagi di Karang Asem masjid ada di mana-mana, tempat mengaji banyak, bahkan saya sekolah di madrasah,” ujar Muthia.

Almarhum ayahnya menjadi sosok penting dalam hidup mahasiswi Teknik Pertanian ini. Ia sangat mengingatkan satu petuah ayahnya, yang intinya menyatakan di mana pun berada jika berpegang Alquran maka akan tetap bisa hidup.

Terbukti, kata Muthia, dengan melantunkan ayat Suci Alquran telah membawanya berkeliling hampir seluruh Indonesia. Mulai ajang MTQ, STQ, MTQ RRI, hingga MTQ Mahasiswa.

Katanya, saat ia kecil ayahnya juga sengaja memasukkan dia sekolah dasar (SD) agar Muthia memahami perbedaan di Bali. Sehingga ia memahami antara dia dan teman-temannya memiliki agama dan suku yang berbeda. Namun setamat SD, Muthia masuk MTsN dan MAN di Karang Asem.

Muthia berharap ia dapat terus memperdalam ilmu baca Alquran dan memberi prestasi untuk provinsinya yang memang mayoritas masyarakatnya beragama Hindu. Untuk tampil di Unsyiah nanti, Muthia juga sudah mempersiapkan diri. Hanya saja, jika dulu ia sering mengikuti cabang tilawah, kali ini ia beralih ke cabang tartil.

Saat ini, Muthia juga menjadi guru mengaji di Denpasar dan ikut membina beberapa anak-anak dalam tilawah dan tartil, ia berharap menjadi membagi ilmu sebagai generasi penerus pelantun Alquran. (Muhammad Nasir)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved