Setia Damping Mualem
“Saya sudah fitting baju sejak sebulan lalu di Jakarta. Alhamdulillah, semua persiapan sudah rampung,”
DI sela-sela kesibukannya mempersiapkan detik-detik pelantikan Muzakir Manaf (sang suami) sebagai wakil gubernur Aceh terpilih pada Senin (25/6), Marlina binti Usman tetap meluangkan waktunya untuk bersilaturahmi dengan beberapa istri petinggi di Aceh. Seperti kemarin sore, ia bersama Niazah A Hamid, istri dr Zaini Abdullah, berkunjung ke rumah dinas Ketua DPRA, Hasbi Abdullah.
Meskipun sedang mengandung anak kelima dari Muzakir Manaf--akrab disapa Mualem--perempuan berkulit kuning langsat yang dinikahi Muzakir pada 2 Februari 1999 di Simpang Rambong, Kecamatan Nisam Antara, Kabupaten Aceh Utara ini terlihat segar dan bersemangat.
Ia pun telah membersihkan rumah dinas Wagub di kawasan Blang Padang, Banda Aceh yang secara resmi akan ditempatinya bersama Mualem seusai pelantikan.
Gorden lama telah pula ia ganti dengan yang baru, namun kerai-kerai yang sudah terpasang di rumah dinas wagub kembali dilepas dan dipasangkan di Rumah Eropa (Europe House) untuk menyambut kedatangan para duta besar atau anggota corps diplomatic. “Ada tamu dari beberapa negara yang menginap di Rumah Eropa, karena semua hotel di Banda Aceh sudah penuh (full-book). Jadi, untuk sementara gorden yang sudah disiapkan untuk rumah dinas dipasang dulu di Rumah Eropa,” kata Marlina, Sabtu (23/6).
Meskipun padat jadwal, perempuan kelahiran Simpang Rambong 7 Agustus 1978 ini sempat pula melayani beberapa pertanyaan dari Serambi seputar persiapannya menghadapi pelantikan sang suami. “Saya sudah fitting baju sejak sebulan lalu di Jakarta. Alhamdulillah, semua persiapan sudah rampung,” ujar ibu empat anak ini.
Wanita yang pernah terpaksa menumpang melahirkan putra kedua Muzakir Manaf di salah satu rumah penduduk di Bireuen, lalu tiga bulan kemudian ditahan di LP Bireuen ini memang terlihat selalu tersenyum dan ramah. Ia pun segan menjawab pertanyaan Serambi dan seolah tak ingin kembali mengungkit-ungkit kenangan pahit saat Aceh dilanda konflik bersenjata sejak Desember 1976.
“Waktu dulu situasi serbasulit, bahkan pernah terpaksa melahirkan di rumah penduduk supaya aman. Kalau bulan puasa pernah berbuka dengan makanan apa saja asal bisa dimakan, juga ke luar-masuk hutan. Berbuka pun tidak tenang karena tidak boleh berada terlalu lama di satu tempat jika situasi sedang gawat,” kenang Kak Na yang gemar memasakkan kuah pliek-u untuk Mualem ini.
Tapi, tukas dia, kini semua sudah berlalu, tidak perlu lagi ada dendam dan kekerasan di Aceh. Sekarang saatnya untuk memikirkan bagaimana menyejahterakan masyarakat Aceh. “Saya ingin segera ikut terlibat membantu, terutama para perempuan dan anak-anak, baik korban konflik, anak yatim maupun yang kurang mampu,” ujar anak keempat dari delapan bersaudara pasangan Usman dan Fatimah ini.
Wujud kepeduliannya pada anak yatim dan anak kurang mampu di Aceh pun akan segera ia realisasikan. Kak Na telah menyiapkan lahan seluas satu hektare di kampung halamannya di Simpang Rambong. Di lahan itu ia akan membangun dayah untuk anak yatim dan anak kurang mampu di Aceh. “Mudah-mudahan niat saya ini dapat segera terwujud. Jika selesai, dayah ini bisa menampung ratusan anak yatim dan kurang mampu di Aceh,” demikian obsesi Kak Na. (azminurti thursina)
data diri:
Nama: Marlina
Lahir: Simpang Rambong, Aceh Utara, 7 Agustus 1978
Menikah dengan Muzakir Manaf pada 2 Februari 1999
Anak: 1. Banta Syarif (13)
2. Sunil Iqbal (8,5)
3. Laini Nazila (5)
4. Rosa (3,5)