PON Riau

LSM: Audit KONI Aceh

LSM antikorupsi meminta Gubernur Aceh mengaudit secara menyeluruh dana yang dikelola Komite Olahraga Nasional Indonesia

Editor: bakri
BANDA ACEH - LSM antikorupsi meminta Gubernur Aceh mengaudit secara menyeluruh dana yang dikelola Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Aceh, terutama dana yang dianggarkan dalam APBA untuk ikut serta di Pekan Olahraga Nasional (PON) XVIII di Riau sejumlah Rp 43,5 miliar.

Desakan agar dilakukan audit menyeluruh terhadap KONI Aceh disuarakan Gerakan Antikorupsi (GeRAK) Aceh dan Badan Pekerja Forum Antikorupsi dan Transparansi Anggaran (Fakta) melalui siaran pers yang diterima Serambi, Senin (24/9).

Koordinator GeRAK Aceh, Askhalani menulis, prestasi Aceh di PON yang tak seimbang dengan besaran dana yang dikucurkan merupakan persoalan besar yang harus ditanggapi secara serius.

Menurut Askhalani, dalam sejarah keikutsertaan Aceh di even olahraga empat tahunan tingkat nasional tersebut, anggaran yang dikucurkan untuk PON XVIII terbilang sangat besar, mencapai Rp 43,5 miliar. Rinciannya, dana persiapan Porwil di Kepulauan Riau (Kepri) dan pra-PON Rp 18,5 miliar serta dana untuk berlaga di PON Riau Rp 25 miliar.  

“Pengalokasian uang rakyat dengan jumlah yang besar itu dimaksudkan agar prestasi Aceh meningkat atau minimal sesuai target. Tetapi yang terjadi sebaliknya. Wajar kalau rakyat meminta pertanggungjawaban KONI,” tandas siaran pers tersebut.

GeRAK menilai, bila penggunaan anggaran tidak dilakukan audit investigatif secara menyeluruh, akan berdampak buruk bagi perkembangan prestasi olahraga Aceh ke depan. “Bila tidak ada pertanggungjawaban yang jelas dan transparan, bisa dipastikan kejadian serupa akan terulang. Ujung-ujungnya akan ada penilaian penggunaan dana PON itu gampang,” tulis Askhalani.

Dalam kaitan audit tersebut, GeRAK meminta dilakukan oleh BPK RI. Bila dalam audit nanti ditemukan penggunaan dana tidak jelas, siapa pun pelakunya harus berhadapan dengan konsekwensi hukum. KONI juga diminta berbesar hati dengan penuh tanggungjawab untuk menjelaskan secara terbuka kepada masyarakat terhadap penggunaan dana itu. “Ini penting agar tidak muncul pencitraan negatif terhadap KONI secara kelembagaan,” kata Askhalani.

Koordinator Badan Pekerja Fakta, Indra P Keumala menilai ada keanehan dalam penggunaan dana PON XVIII yang dikelola KONI Aceh sebesar Rp 43,5 miliar. “Kami mendesak dilakukan audit forensik tentang penggunaan dana itu. Karena kami menduga ada kejanggalan dalam penggunaanya. Sebab prestasi yang dicapai jauh dari target dan uang yang dikucurkan,” tulis Indra.

Dalam penilaian Fakta, ada ketidaksesuai antara besarnya kucuran anggaran dan target 10 medali emas yang dipaparkan KONI Aceh dengan output yang dihasilkan di ajang PON yang hanya menempatkan Aceh di urutan ke-25 dengan perolehan 3 medali emas. Menurutnya, KONI Aceh mutlak harus mempertanggungjawabkan segala sesuatunya. “Tidak ada alasan untuk tidak menyebut Kontingen Aceh gagal. Kegagalan itu justru terjadi di saat KONI Aceh mendapat kucuran dana yang jumlahnya sangat fantastis. Maka selain harus dievaluasi, penggunaan dana yang dikelola KONI Aceh itu juga harus diaudit,” tegas Indra.

Keanehan yang paling mendasar dalam soal keikutsertaan Aceh dalam PON kali ini dengan dana besar dan prestasi seret yaitu hijrahnya beberapa atlet Aceh yang berprestasi emas ke provinsi lain. “Kenapa kasus ini terjadi, ini perlu juga diusut. Ada masalah apa di balik larinya atlet prestasi emas dan perak itu ke daerah lain. Kasus ini juga perlu diusut,” demikian Indra P Keumala.

Seperti diketahui, catatan prestasi Aceh di PON XVIII Riau pada 9-20 September 2012 sangat jauh dari harapan. Di pesta multieven itu, Aceh harus finis di peringkat 25 dengan meraih 3 emas, 5 perak, dan 18 perunggu. Dana yang dikucurkan Aceh untuk tujuan mengukir prestasi terbaik di even empat tahunan ini mencapai Rp 43,5 miliar.(sup)

Pengurus KONI pun Didesak Mundur
BUNTUT gagalnya Kontingen Aceh mengukir prestasi terbaik di PON XVIII Riau bukan hanya mengecewakan masyarakat pada umumnya tetapi juga Pengurus KONI di sejumlah kabupaten/kota. Bahkan, sejumlah daerah menuntut Pengurus KONI Aceh mundur sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat.

Ketua Umum KONI Lhokseumawe, T Anwar Haiva kepada Serambi, Senin (24/9) mengatakan, sudah sepantasnya dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap Pengurus KONI dan Pengprov. Dengan evaluasi menyeluruh akan diketahui apakah pembinaan yang terkendala atau memang atlet provinsi lain lebih hebat. Juga perlu diteliti secara mendalam sistem rekrutmen atlet mewakili Aceh ke PON kali ini. “Jangan-jangan ada unsur nepotisme saat seleksi. Jika dugaan ini benar sungguh sangat mencoreng sikap dan sportivitas dunia olahraga Aceh,” kata Anwar.

Anwar menandaskan, mencermati kenyataan yang dialami Kontingen Aceh di PON XVIII, sudah sepantasnya Pengurus KONI Aceh mundur saja dari kepengurusan. Langkah mundur merupakan sebuah aksi sportif dalam menunjukan tanggungjawab moral atas kegagalan pengurus dalam pesta multieven empat tahunan tersebut.

“Pengurus kali ini haruslah berjiwa besar untuk mundur. Ke depan, pelaku olahraga Aceh harus memcari orang yang memiliki waktu untuk olahraga, bukan mencari nafkah dari dana negara yang diplot buat kemajuan olahraga,” pungkas Anwar Haiva.

Tuntutan mundur bagi Pengurus KONI Aceh sebagai pertanggungjawaban moral juga dilontarkan Ketua Harian KONI Aceh Utara, Alma Fuadi.  Menurutnya, pada PON kali ini, KONI Aceh Utara telah menyerahkan 25 atlet untuk memperkuat Kontingen Aceh. “Kita menilai jika pembinaan atlet di provinsi terlalu amburadul, sehingga banyak peluang yang seharusnya ditargetkan mendapatkan emas menjadi gagal,” jelas Alma.

Dengan kondisi ini, sebutnya, sudah saatnya dilakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap perkembangan dunia olahraga di Provinsi Aceh. Alma setuju bila Pengurus KONI Aceh mundur saja akibat kegagalan ini.

Desakan mundur juga disuarakan Sekum KONI Pidie, Ridwan. Menurut Ridwan, buruknya torehan prestasi peringkat Aceh pada posisi ke-25 dengan tiga emas, lima perak, dan 13 perunggu sungguh membuat marwah daerah dipermalukan di level nasional. Sebab, dengan dana melimpah ruah tapi prestasi malah anjlok dari target untuk meraih 10 medali emas. “Kegagalan ini tak lepas dari Pengurus KONI Aceh melibatkan pucuk pimpinan yang tak profesional,” ujarnya.

Ridwan juga menyoroti pelatih yang dilibatkan ternyata ilmu kepelatihannya lebih rendah dibandingkan atlet. Kecuali itu, hengkangnya atlet karate dan balap sepeda sehingga mampu merebut medali untuk Riau, juga membuktikan kalau Pengurus KONI Aceh tak memiliki kemampuan dalam menilai kualitas dari dua atlet tersebut. “Pengurus KONI tak becus karena berani-beraninya melepas dua atlet ke Riau. Akhirnya mereka merebut emas dan perak untuk daerah lain,” kecam Ridwan.

KONI Pidie meminta Pengurus KONI Aceh mengundurkan diri sebagai pertanggungjawaban moral kepada masyarakat yang notabene sebagai pemilik uang. KONI harus direformasi. Pengurus KONI harus orang-orang yang mengerti olahraga bukan orang-orang yang sok tahu yang akhirnya menghancurkan marwah dan wibawa daerah di level nasional,” tandas Ridwan.

Ketua Umum KONI Pidie Jaya, Drs HM Gade Salam juga menyatakan kekecewaan yang mendalam atas capaian prestasi Kontingen Aceh di PON XVIII. “Kegagalan ini akibat miskomunikasi antara sesama Pengurus KONI sehingga berdampak pada prestasi atlet,” kata Gade.

Gade Salam menyarankan perlunya evaluasi kinerja Pengurus KONI Aceh. “Mereka juga wajib mempertanggungjawabkan kepada rakyat terhadap kegagalan ini,” tutur Bupati Pijay.(bah/c43)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved