Hati-hati dengan Cemas tanpa Sebab
Bila Anda mengalami rasa cemas yang berlebihan dan tanpa sebab-sebab fisik yang jelas, maka ada kemungkinan Anda menderita neurotic (kecemasan)
Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Banda Aceh dr Juwita S SpKJ Sabtu (29/9) mengatakan, banyak kasus penderita neurosis di Aceh. Namun, penderita tidak berani berkonsultasi atau malu, sehingga sulit diberikan terapi penyembuhan. “Neurosis adalah kesalahan penyesuaian diri secara emosional, karena tidak selesai konflik alam tidak sadar,” kata Juwita kepada Serambi.
Dikatakan, jika mengacu pada ilmu kedokteran jiwa, neurosis adalah suatu kelainan mental, hanya memberi pengaruh pada sebagian kepribadian, lebih ringan dari psikosis, dan seringkali ditandai dengan keadaan cemas yang kronis. Penderita mengalami gangguan pada indra dan motorik, hambatan emosi, kurang perhatian terhadap lingkungan, dan kurang memiliki energi fisik.
Secara umum, kata Juwita, masyarakat Aceh banyak yang menderita neurosis, namun tidak melakukan konsultasi dengan dokter ahli jiwa. Sebabnya, kata dia, sebagian besar masyarakat memiliki stigma negatif bahwa seseorang yang berhubungan dengan dokter jiwa bisa dianggap sudah gila.
Selain neurosis, ada gangguan jiwa lain yang disebut histeria. Histeria merupakan neurosis yang ditandai dengan reaksi-reaksi emosional yang tidak terkendali sebagai cara untuk mempertahankan diri dari kepekaannya terhadap rangsang emosional. Pada neurosis jenis ini, katanya, fungsi mental dan jasmani dapat hilang tanpa dikehendaki oleh penderita. Gejala-gejala sering timbul dan hilang secara tiba-tiba, terutama bila penderita menghadapi situasi yang menimbulkan reaksi emosional yang hebat.
Mekipun banyak pasien neurosis yang berobat pada RSJ Banda Aceh, kata Juwita, namun neurosis bukanlah trauma akibat konflik melanda Aceh. Trauma akibat konflik jauh lebih berat dan berdampak pada kehidupan sosial sehari-hari, bahkan pada stadium tertentu penderita trauma akibat konflik tidak dapat hidup normal. Para penderita truma pascakonflik, sebut Juwita, disediakan ruangan khusus di RSJ Banda Aceh. “Banyak penderita trauma pascakonflik dirawat di ruang trauma center RSJ Banda Aceh. Sebagian mereka sudah membaik dan hidup normal seperti manusia lainnya,” kata dia. (min)
Macam-macam Neurosis
Gangguan jiwa yang disebut neurosis ditandai dengan bermacam-macam gejala. Berdasarkan gejala yang paling menonjol, sebutan atau nama untuk jenis neurosis juga berbeda-beda. Dengan demikian, kata Juwita, pada setiap jenis neurosis terdapat ciri-ciri dari jenis neurosis yang lain. Bahkan kadang-kadang ada pasien yang menunjukkan banyak gejala, sehingga gangguan jiwa yang dideritanya sukar untuk dimasukkan pada jenis neurosis tertentu. Bahwa nama atau sebutan untuk neurosis diberikan berdasarkan gejala yang paling menjonjol atau paling kuat. Atas dasar kriteria ini, para ahli mengemukakan berbagai jenis neurosis.
Neurosis cemas (anxiety neurosis atau anxiety state) dengan gejala tidak ada rangsang spesifik yang menyebabkan kecemasan, tetapi bersifat mengambang bebas, apa saja dapat menyebabkan gejala tersebut. Bila kecemasan yang dialami sangat hebat, maka terjadi kepanikan yang luar biasa. Gejala somatis (gejala fisik) berupa sesak nafas, dada tertekan, kepala ringan seperti mengambang, lekas lelah, keringat dingin. Sedangkan gejala psikologis berupa kecemasan, ketegangan, panik, depresi dan perasaan tidak mampu. Penyebab neurosis cemas sering jelas dan secara psikodinamik berhubungan dengan faktor-faktor yang menahun seperti kemarahan yang dipendam. (min)
Hilangkan Stigma Negatif
Juwita mengatakan, guna memberikan terapi penyembuhan kepada penderita neurosis, pasien akan diberikan terapi oleh dokter ahli jiwa, sehingga mempercepat penyembuhan.
Selama ini, kata Juwita, anggapan masyarakat masih keliru, bahwa setiap pasien yang berhubungan dengan dokter ahli jiwa dianggap orang gila, padahal, katanya, untuk memulihkan gangguan kejiwaan seperti cemas yang berlebihan, harus ditangani oleh dokter jiwa. Penyakit cemas dapat disembuhkan dengan syarat pasien serius mengikuti terapi dan mengonsumsi obat-obatan yang dianjurkan.
“Masyarakat Aceh harus mengubah persepsi rumah sakit jiwa, karena rumah sakit jiwa bukan saja mengobati orang gila, namun juga mengobati pasien-pasien dengan gangguan jiwa ringan,” ujar Juwita, yang juga Kepala Komite Medik RSJ Banda Aceh itu. (min)