PON Riau
Komisi E Panggil Pengurus KONI
Komisi E DPRA yang membidangi masalah pendidikan dan olahraga memanggil Pengurus Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Aceh
BANDA ACEH - Komisi E DPRA yang membidangi masalah pendidikan dan olahraga memanggil Pengurus Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Aceh untuk menanyakan penggunaan dana pembinaan atlet PON Aceh yang untuk tahun mencapai Rp 43,5 miliar, tapi prestasi yang diraih pada PON XVIII di Pekanbaru, Riau, pada 9-20 September lalu hanyalah menghasilkan 3 emas, 5 perak, dan 18 perunggu.
Pertemuan khusus Komisi E DPRA dengan Pengurus KONI Aceh itu dijadwalkan akan berlangsung hari ini, Senin (1/10), di ruang komisi, sebagaimana dikatakan Wakil Ketua I DPRA Bidang Pemerintahan, Hukum, dan Anggaran, Amir Helmi SH saat dikonfirmasi Serambi, Jumat (27/9).
Pimpinan dewan mengundang Pengurus KONI Aceh, menurut Amir Helmi, atas dasar surat Komisi E kepada pimpinan dewan tanggal 21 September 2012. Isinya meminta Pimpinan DPRA mengundang Pengurus KONI Aceh untuk dimintai penjelasan terkait prestasi yang diraih atlet Aceh pada pelaksanaan PON XVIII di Pekanbaru. Sebelumnya, Ketua Fraksi PKS/PPP DPRA, Fuadi Sulaiman mengatakan, prestasi yang diraih atlet Aceh pada PON XVIII di Pekanbaru itu sangat tidak memuaskan, karena hanya mendapat 3 emas, 5 perak, dan 18 perunggu.
Alasan Fuadi Sulaiman tidak puas, karena anggaran yang disediakan untuk pembinaan atlet Aceh yang akan mengikuti PON XVIII di Pekanbaru itu telah disalurkan sejak tahun 2011 dengan alokasi dana yang cukup besar, yakni Rp 18,5 miliar.
Untuk kelanjutan pembinaan atlet dan biaya keberangkatan atlet ikuti PON VXIII di Pekanbaru, sebut Fuadi Sulaiman, dialokasikan kembali dana yang lebih besar lagi dari tahun lalu, yakni mencapai Rp 25 miliar. Total dana untuk pembinaan atlet dan biaya keberangkatan mereka untuk mengikuti pesta olahraga nasional itu di Riau mencapai Rp 43,5 miliar. Tapi prestasi yang diraih tidak sepadan dengan biaya yang dihabiskan.
“Dan yang kami herankan lagi, dengan dana yang besar tadi, bukannya memperbaiki peringkat prestasi PON empat tahun lalu di Kalimantan Timur yang berada pada ranking 23, tapi kini malah merosot ke peringkat ke-25 dari 33 provinsi yang menjadi peserta PON XVIII di Pekanbaru,” kata Fuadi.
Karena itu, kata Fuadi Sulaiman, sudah sepantutnya Tim Pengawas KONI Aceh dan Gubernur Aceh, dr Zaini Abdullah bersama wakilnya Muzakir Manaf mengevaluasi dan mengganti pengurus yang sudah tidak serius lagi mengurus KONI Aceh.
Tapi, kata Fuadi, sebelum para personel Pengurus KONI diminta mengundurkan diri untuk diganti dengan pengurus yang memiliki kemampuan dan keseriusan untuk membuat KONI Aceh menjadi lebih baik pada even olahraga nasional ke depan, semua dana APBA yang pernah dihibahkan kepada KONI Aceh untuk persiapan dan keberangkatan atlet PON Aceh ke Riau, sebesar Rp 43,5 miliar, selama dua tahun, perlu diaudit khusus.
Kritikan hampir serupa juga dilontarkan Ketua Fraksi Partai Demokrasi DPRA, Tanwier Mahdi. Ia sependapat dengan Ketua Fraksi PKS/PPP. Pimpinan DPRA perlu mengundang pengurus KONI Aceh untuk dimintai penjelasannya, terkait menurunnya prestasi atlet Aceh pada PON XVIII di Pekanbaru.
“Uang yang diberikan untuk persiapan pembinaan atlet lumayan besar, tapi kenapa prestasi yang diraih tak sebanding dengan anggaran APBA yang dihibahkan kepada Pengurus KONI Aceh,” tanya Tanwier.
Kalau seperti itu kejadiannya, lanjut Tanwier, sudah sepatutnya DPRA mengundang Pengurus KONI Aceh untuk dimintai pertanggungjawaban terhadap penggunaan dana pembinaan atlet tersebut yang selama ini mereka belanjakan. (her)