Breaking News

PON Riau

KONI belum Serahkan Laporan Dana PON

Komisi E DPRA meminta laporan rinci penggunaan dana Pra-PON dan PON 2012 di Riau yang mencapai Rp 43,5 miliar

Editor: bakri
zoom-inlihat foto KONI belum Serahkan  Laporan Dana PON
SERAMBI/BUDI FATRIA
Ketua Umum KONI Aceh, Zainuddin Hamid (kiri) bersama Ketua Harian KONI Aceh, T Pribadi (tengah) dan Wakil Ketua KONI Aceh, T Rayuan Sukma (kanan) menyimak pertanyaan yang diajukan oleh ketua dan anggota Komisi E DPRA pada rapat membahas masalah kegagalan kontingen Aceh pada PON XVIII di Riau di DPRA, Senin (1/10).
BANDA ACEH - Komisi E DPRA meminta laporan rinci penggunaan dana Pra-PON dan PON 2012 di Riau yang mencapai Rp 43,5 miliar. Terutama karena, meski dana melimpah tapi tak menjamin Kontingen Tanah Rencong mengukir prestasi gemilang di pesta empat tahunan itu.

“Pengurus KONI Aceh, dalam pertemuan tadi belum bisa memberikan laporan rinci penggunaan dana hibah APBA kepada Komisi E dengan rinci. KONI minta waktu seminggu untuk menyusunnya hingga Senin (8/10),” kata Ketua Komisi E DPRA, Ermiadi Abdul Rahman ST kepada Serambi seusai pertemuan di ruang kerja komisi, kemarin.

Ermiadi mengatakan, dewan perlu meminta laporan pertanggungjawaban penggunaan dana hibah dari APBA untuk KONI Aceh selama dua tahun sebesar Rp 43,5 miliar. Pertama, untuk transparansi penggunaan dana hibah kepada publik maupun DPRA selaku pihak yang telah menyetujui pengalokasian dana hibah tersebut. Kedua, untuk mengetahui ke mana saja dana hibah APBA itu digunakan oleh pengurus KONI Aceh.

Didampingi Sekretaris Komisi E, Muharuddin, Ermiadi mengungkapkan, meski sifat pemberian dana APBA kepada KONI Aceh itu hibah, tapi dalam pemberiannya KONI mengajukan proposal dan menandatangani perjanjian tidak akan menyalahgunakan dana itu untuk kepentingan selain di luar maksud dan tujuan dari permintaan dana tersebut.

Berikutnya, jika dana yang diberikan sudah memenuhi kesepakatan (MoU) yang pernah ditandatangani, maka besaran dana yang digunakan untuk pos tertentu apakah sudah wajar dan pantas nilainya. “Ini juga perlu kita lihat,” tukasnya.

Jika Pengurus KONI tidak bisa memberikan penjelasan dan bukti yang konkret terhadap apa yang dipertanyakan tersebut, kata Ermiadi, maka Komisi E bisa memberikan rekomendasi kepada Pimpinan Dewan untuk membentuk Pansus guna mendalami berbagai penggunaan dana hibah yang mencurigakan itu.      

Jadi, tegas Ermiadi dan Muharuddin, Komisi E ingin melihat laporan rinci penggunaan dana hibah APBA untuk KONI tersebut, bukan ingin mencari-cari kesalahan pengurus KONI Aceh.

Dewan, kata Ermiadi, wajib melaksanakan fungsi pengawasan. Fungsi kontrol yang dilaksanakan dewan ini bagian dari evaluasi terhadap dana yang telah dikeluarkan untuk sesuatu kegiatan apakah sudah memenuhi targetnya atau belum bagi rakyat.

Uang yang dikeluarkan untuk persiapan atlet PON Aceh untuk bisa berprestasi di PON XVIII di Riau sangatlah besar, mencapai Rp 43,5 miliar. Tapi, publik dan anggota dewan menilai prestasi yang dicapai atlet Aceh belum sebanding dengan uang yang diberikan.

Aceh hanya membawa pulang tiga emas, lima perak, dan 18 perunggu. Berada di peringkat 25 dari 33 provinsi. Dibandingkan dengan hasil PON empat tahun lalu di Kaltim, Aceh menduduki peringkat 23. Kondisi itu, kata Ermiadi, perlu dianalisa dan diteliti secara mendalam untuk perbaikan ke depan. Jadi, Komisi E mengundang pengurus KONI Aceh, bukan hanya sekadar untuk mendengar laporan pengurus KONI gagal memperbaiki prestasi, tapi lebih dari itu.

“Termasuk jika nanti ditemukan indikasi dugaan penyimpangan keuangan yang melanggar kesepakatan yang telah ditandatangani dan merugikan keuangan negara, maka kita minta diproses secara hukum,” ujarnya.

Sementara itu, penjelasan Pengurus KONI Aceh tentang insiden putus rantai yang dialami atlet cabang balap motor sehingga Aceh gagal meraih medali dalam cabang ini di PON XVIII/2012 Riau, disambut gelak tawa oleh peserta rapat evaluasi dari Komisi E DPRA dan sejumlah wartawan yang memenuhi ruang dewan tersebut.  

Insiden putus rantai alet balap motor itu pertama kali disampaikan oleh Ketua Harian KONI Aceh, Drs T Pribadi, kemudian diulang lagi oleh Ketua Umum KONI Aceh, Zainuddin Hamid (Let Bugeh).

Selain alasan itu mengundang gelak tawa, anggota dewan juga meminta agar putus rantai dan hal-hal yang bersifat teknis lainnya tidak dijadikan alasan kegagalan Aceh mendulang prestasi di PON. Ditegur seperti itu, akhirnya Pengurus KONI Aceh meluruskan sendiri pernyataannya dan mengakui seharusnya insiden putus rantai itu bukan salah satu alasan mengapa Aceh gagal meraih banyak medali.

Seperti diketahui, Reza Fahlevi merupakan peraih medali emas PON XVII/2008 di Kalimantan Timur. Tapi dalam PON XVIII/Riau ia gagal mempertahankan capaiannya setelah kendaraannya putus rantai seusai melewati beberapa lintasan.

“Yang dipahami oleh masyarakat sekarang, Aceh gagal di PON. Makanya yang harus dijelaskan oleh KONI kepada masyarakat, kenapa gagal? Jangan ke kami. Kami tahu karena langsung ke sana saat PON,” ujar Anggota Komisi E DPRA, Muhibussubri dalam rapat yang dipimpin Ketua Komisi E, Ermiadi Abdul Rahman. Turut hadir Wakil Ketua Komisi Safwan Yusuf, Sekretaris Komisi Muharruddin, anggota Zuriat Suparjo, Liswani, Nasruddin, dan Muhibbussabri AW. (adi/her) 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved