Warga Lambadeuk Tagih Janji
Embung yang dibangun sejak tahun 2008 dan sudah menelan dana sebesar Rp 33,8 miliar di Gampong Lambadeuk, Kecamatan Peukan Bada
* Penyediaan Air untuk 15 Ribu Warga Terhambat
BANDA ACEH - Embung yang dibangun sejak tahun 2008 dan sudah menelan dana sebesar Rp 33,8 miliar di Gampong Lambadeuk, Kecamatan Peukan Bada, Aceh Besar, hingga kini belum juga berfungsi. Padahal, pemerintah pernah tempat penampungan air tersebut akan difungsikan mulai Desember 2012.
Sejumlah warga Lambadeuk dan sekitarnya, baru-baru ini mendatangi Wakil Ketua DPRA, Sulaiman Abda, dan mempertanyakan kenapa embung tersebut belum difungsikan. Padahal, pekerjaan proyek itu, menurut warga, sudah selesai. Warga juga meminta embung tersebut segera difungsikan.
Embung Lambadeuk dibangun dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN) sejak pertengahan 2008. Embung ini dibangun untuk mengairi sekitar 100 hektare (Ha) sawah dan tambak warga empat desa yaitu, Lambadeuk, Lamguron, Lambaro dan Lampageu. Selain itu, juga untuk penyediaan air minum bagi 15 ribu penduduk di empat desa tersebut.
“Kepala Balai Sungai Wilayah I Sumatera Aceh yang lama, Pak Fauzi, pernah menyampaikan bahwa embung itu akan dioperasikan Desember 2012. Makanya, para petani dari desa itu datang dan mempertanyakan masalah itu kepada kami,” kata Sulaiman Abda, kepada Serambi, Selasa (11/12), saat meninjau lokasi bersama Kepala Dinas Pengairan Aceh, Ir Slamet Eko Purwadi.
Menurut Sulaiman, fakta yang dilaporkan masyarakat benar adanya. Embung sudah selesai dibangun. Namun, pintu pintu penampung air belum dipasang. “Sehingga pada musim hujan, air yang turun dari bukit sebelah utara dan timur embung, setelah masuk ke waduk langsung keluar dan mengalir ke persawahan warga tanpa pengaturan,” kata Sulaiman Abda.
Sebagian lantai embung terlihat kering, sebagian lagi sudah menjadi kubangan kerbau dan sapi. Selain itu, menurut pantauan Kadis Pengairan, ada beberapa besi beton untuk pembangunan tiang rumah pintu air, sudah dipotong. Slamet mengatakan besi-besi itu dipotong kemungkinan karena pihak Balai Sungai Wilayah I Sumatera Aceh tidak menempatkan petugas di lokasi proyek tersebut.
“Untuk menjaga aset yang dibangun dengan biaya besar ini, seharusnya ada petugas yang jaga. Kalau hari ini besi yang dipotong, bisa jadi besok-besok pagar embung dari baja juga dicuri. Kalau begini kejadiannya, bisa-bisa embung ini makin lama dioperasikan, karena harus rehab dan ganti lagi aset yang dicuri,” ujar Slamet Eko Purwadi.(her)
Perlu Penyempurnaan
MASIH ada pekerjaan lanjutan tahun 2013 dengan pagu anggaran Rp 6 miliar. Antara lain untuk bangun rumah pintu air, pengecoran bagian atas embung, banguan jembatan pendek untuk penyeberangan, rumah penjaga embung dan beberapa fasilitas. Proyeknya saat ini sedang kita tender.
Embung tersebut belum diisi air, karena belum mendapat izin pengisian dari Komisi Keamanan Bendungan di Jakarta. Setelah ada sertifikasi, baru embung boleh diisi air. Setelah diisi, dilakukan pemantuan selama 6 bulan sampai 1 tahun.
Jika dalam masa evaluasi tidak ada masalah, baru dilakukan pengisian secara permanen, hingga pada volume maksimalnya yaitu 225.000 sampai 250.000 meter kubik. Setelah embung penuh dengan air, baru program penyaluran dilaksanakan akhir 2013 atau pada awal 2014.
* Muradi, Kepala Balai Sungai Wilayah I Sumatera Aceh.(her)