Pedagang Mengeluh Kurang Laku

Sejumlah pedagang yang berjualan di Pasar Aceh mengaku omset penjualan berbagai barang yang dijajakan mereka turun

Editor: bakri

* Penjualan di Pasar Aceh Lesu

BANDA ACEH - Sejumlah pedagang yang berjualan di Pasar Aceh mengaku omset penjualan berbagai barang yang dijajakan mereka turun drastis. Jika dibandingkan dengan tahun lalu, laju penurunannya bervariasi, mulai dari 30 persen hingga 70 persen. “Dibandingkan dengan tahun 2014 dan 2013, tahun ini paling merosot. Kalau jelang Lebaran tahun lalu bisa laku 25 juta, saat ini cuma 6 juta per hari,” kata M Yunus (46), pemilik Toko Jaya Karpet di Jalan K.H. Ahmad Dahlan, Banda Aceh, Kamis (9/7). M Yunus melaporkan unek-uneknya kepada Serambi dan Wakil Ketua DPRA Drs Sulaiman Abda MSi, yang menyisir sejumlah pedagang di pasar ini, kemarin.

Kain sarung, karpet, sajadah, mukena, adalah sebagian barang dagangan yang dijajakan di toko ini. M Yunus mengaku punya beberapa toko lainnya yang menjual aneka pakaian di pasar Aceh, namun nasibnya juga tidak jauh berbeda. “Pokoknya tahun ini sangat terasa turun,” kata pria asal Iboih, Kecamatan Simpang Tiga, Pidie ini.

Bukhari, seorang pemilik toko pakaian yang lain, mengatakan hal serupa. Pemilik Toko Baru Jaya di sudut Jalan Mohd Jam ini juga mengaku omset penjualannya turun. “Turunnya sekitar 30-40 persen. Saya tidak tahu apa sebab, mungkin lantaran orang Aceh tak punya uang saat ini,” kata dia. Penurunan bukan hanya pada produk pakaian, melainkan juga untuk bahan makanan pokok. Seorang pemilik toko Jasa Karib di Peunayong, Abu Nasir (55) menuturkan, biasanya sirup cap patung laku sampai 3.000 lusin. “Sekarang, 1.200 lusin saja belum habis,” kata pria yang sudah berjualan sejak tahun 1992 ini. Begitu juga dengan gula yang biasanya 150 sak, sekarang baru laku 40 sak di bulan Ramadhan.

Hal yang sama disampaikan oleh H Ramli (51), pemilik Toko Istana Telur. “Tahun ini paling parah,” kata pria ini. Ramli yang juga Ketua DPD I Organda Aceh mengatakan, untuk kebutuhan Banda Aceh dan Aceh Besar, biasanya telur yang dipasok habis terjual dua tronton per pekan, tapi kini hanya satu tronton per pekan. Lesunya penjualan sudah terasa sejak awal tahun 2015. “Pihak dinas tidak pernah berdialog dengan kita untuk mencari solusi lesunya penjualan,” kata dia.

Wakil Ketua DPRA Drs Sulaiman Abda MSi yang ditanyai Serambi mengatakan, kurang menggeliatnya ekonomi Aceh hingga Juli 2015 lantaran rendahnya serapan anggaran. “Hingga posisi 9 Juli, serapan anggaran cuma 28 persen. Sangat rendah. Sementara waktu 4 bulan lagi. Dinas jangan tidur saja,” kata Sulaiman Abda, seraya berdialog dengan sejumlah pedagang di Pasar Aceh, kemarin.

Rendahnya serapan anggaran, kata dia, sangat berdampak pada ekonomi Aceh, termasuk berpengaruh pada daya beli masyarakat. Tidak adanya industri dan sektor swasta, menyebabkan Aceh punya ketergantungan besar pada APBA, yang tahun 2015 telah disahkan mencapai Rp 12,7 triliun. “Parahnya lagi, anggaran yang sudah terserap itu juga dinikmati oleh segelintir orang. Orang-orang ini belanjanya ke Medan dan Jakarta. Kasihan pedagang kita,” kata dia. Sulaiman mengaku dirinya masih ingat pernyataan eksekutif usai pengesahan APBA tersebut pada awal tahun 2015 bahwa pagu Rp 12,7 triliun tersebut untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran. “Semoga tujuan ini masih diingat,” kata dia. (sak)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved