Massa Aswaja Sesaki Kota
Ulama beserta ribuan santri dari berbagai dayah di Aceh yang mengklaim diri sebagai pecinta Ahlussunnah wal Jamaah
* Setelah Zikir di Makam Syiah Kuala
BANDA ACEH - Ulama beserta ribuan santri dari berbagai dayah di Aceh yang mengklaim diri sebagai pecinta Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) Kamis (10/9) siang berpawai menyesaki jalan protokol di Kota Banda Aceh. Sebelum turun ke jalan, paginya massa berhimpun di kompleks makam Syekh Abdurrauf As-Singkily (Syiah Kuala) di Gampong Deah Raya, Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh.
Selain santri dan santriwati, pertemuan di makam dan pawai Aswaja itu juga diramaikan oleh sejumlah ormas Islam. Mereka berdatangan ke Banda Aceh dari berbagai kabupaten/kota di Aceh sejak Rabu (9/9) siang.
Tujuan kedatangan ribuan santri dayah itu, kata penggagas dan penanggung jawab acara, Tgk Bulqaini kepada Serambi kemarin, adalah untuk mengikuti pawai dalam rangka penguatan ajaran Ahlussunnah wal Jamaah di Aceh serta menolak keberadaan ajaran lain, seperti Salafi, Wahabi, dan Syiah.
Saat konsentrasi massa terpusat di kompleks makam Syiah Kuala, pada saat itulah disampaikan tausiah oleh seorang ulama muda yang juga Dewan Pakar Nahdlatul Ulama (NU) Pusat, yakni KH Muhammad Idrus Ramli.
Dalam tausiahnya, Muhammad Idrus menekankan bahwa ajaran Wahabi dan Syiah ditinjau dari sudut pandang apa pun tidak dapat diterima. “Kita semua yang ada di sini Ahlussunnah wal Jamaah dan menganut mazhab Syafi’i karena hal itulah yang akan mempersatukan kita seluruh umat muslim. Di luar dari Ahlussunnah wal Jamaah dan mazhab Syafi’i, adalah aliran sesat,” pungkas Dewan Pakar NU Pusat ini.
Seusai tausiah, orator aksi, Yusuf Al-Qardhawi, mengarahkan peserta pawai agar selama mengikuti kegiatan itu hendaklah memperhatikan ketertiban dan kebersihan, menjaga ucapan, sehingga tidak keluar kata-kata kotor dan makian, serta tetaplah menunjukkan sikap cinta damai. Ia sebutkan juga bahwa rangkaian acara tersebut hanya berisi zikir, tausiah, dan parade/pawai Aswaja.
Masih di kompleks makam tersebut, seorang orator naik ke panggung, membacakan pernyataan sikap yang jumlahnya 13 butir. Setelah mendengarkan tausiah dan pembacaan pernyataan sikap di kompleks makam ulama Aceh abad 17 itu, massa pun turun ke jalan, berpawai mulai pukul 11.15 WIB. Saat massa bergerak ke jalan mereka dipandu sejumlah ulama, seperti Tgk Bulqaini, Abi Lampisang, dan ulama lainnya. “Saya berkewajiban mengawal langsung pawai ini agar tidak anarkis,” ujar Bulqaini. Pada kesempatan lain, ia menyebut, “Supaya tidak terjadi pertumpahan darah.”
Saat ke luar dari kompleks makam Abdurrauf itu massa juga dikawal foreder polisi serta petugas keamanan dari ormas Islam. Dengan tertib massa melintas di Jalan Syiah Kuala, tembus ke Simpang Jambo Tape. Kemudian, massa berbelok ke kiri, mengarah ke Kantor Gubernur Aceh di Jalan Teuku Nyak Arief.
Pantauan Serambi, massa tidak sempat menyampaikan orasinya di jalan siang kemarin karena berbenturan dengan waktu shalat Zuhur, sehingga massa langsung shalat berjamaah di Masjid Al Makmur, Lampriek, Banda Aceh.
Setelah itu, massa kembali ke Jalan Teuku Nyak Arief menuju Jalan Daud Beureueh, tepatnya Gedung DPRA. Tapi, tak lama kemudian, para santri menuju Masjid Raya Baiturrahman, lalu menuju Pendapa Gubernur Aceh. Santri mendatangi pendapa karena ingin meminta kesediaan Gubernur Zaini menandatangani 13 petisi (penyataan sikap) yang diajukan massa Ajwaja.
Namun, massa yang tertahan di pintu masuk Pendapa Aceh gagal bertemu Gubernur Zaini. Akhirnya, mereka kembali ke Masjid Raya Baiturrahman. Shalat Magrib dan Isya pun mereka tunaikan di masjid kebanggaan rakyat Aceh itu.
Saat dihubungi Serambi lagi tadi malam, Tgk Bulqaini bersyukur, karena zikir, tausiah, dan pawai itu berlangsung tertib. Juga tidak menyerempet-nyerempet ke ranah politik. “Kami juga sangat berterima kasih kepada warga Banda Aceh dan Aceh Besar yang menyumbang nasi sampai 30.000 bungkus. Ini menandakan masyarakat Aceh masih cinta kepada ulama dan santri,” ujarnya. (mir/dik)