Logo UIN Hasil Sayembara Dikritik

Pihak Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry baru-baru ini menggelar sayembara desain logo

Editor: bakri

* Dianggap Bersimbol Yahudi

BANDA ACEH - Pihak Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry baru-baru ini menggelar sayembara desain logo terbaru untuk kampus tersebut. Sayembara itu menghasilkan tiga pemenang. Juara I Fandy Diadline Widi Anugerah, warga Malang, Jawa Timur dengan nilai tertinggi, 547,7.

Namun, logo hasil karyanya dikritik para netizen sejak diumumkan di website UIN Ar-Raniry melalui situs http://www.ar-raniry.ac.id/ pada Rabu (12/10). Pemenang itu diumumkan berdasarkan Surat Keputusan Dewan Juri Nomor 02/LOGO/AR-RANIRY/X/2016 tanggal 12 Oktober 2016.

Banyak netizen menganggap, logo hasil karya Fandy itu tak mencerminkan nilai-nilai keislaman, keacehan, dan historis dari kampus yang dulunya bernama IAIN Ar-Raniry. Hingga tadi malam, ada 35 komentar netizen di website UIN Ar-Raniry.

Rata-rata, mereka mengkritik logo itu, tak sedikit yang mengaku kecewa dan mempertanyakan sikap dewan juri. Kritikan juga disuarakan oleh Foum Alumni Eksekutif Ar-Raniry melalui juru bicaranya, Imam Juwaini. Imam kepada Serambi Minggu (16/10), mengatakan pihaknya menyesalkan panitia dan dewan juri yang menurut mereka tidak peka dengan sejarah lahirnya kampus Ar-Raniry dalam logo yang dipilih sebagai juara satu itu. “Semangat keacehan dan spirit Darussalam luput dari penilian dewan juri,” kata Imam.

Menurutnya, logo yang dinobatkan sebagai juara satu itu dianggap publik identik dengan bintang david, sebuah simbol Yahudi. Dikhawatirkan, hal itu akan memicu kegelisahan masyarakat Aceh secara luas. “Harusnya logo UIN Ar-Raniry mempertimbangkan aspek historis, adat budaya, dan nilai-nilai keislaman. Harus diingat, logo mencerminkan visi misi, kebanggaan, dan cita-cita masyarakat Aceh,” ujar Imam.

Pihaknya meminta dewan juri segera mempertimbangkan kembali logo karya Fandy Diadline, bahkan membatalkannya. Hal sama disampaikan Lembaga Kajian Sosial Politik dan Kebijakan Publik LINGKA FORUM, dan Dema UIN Ar-Raniry dalam siaran pers yang dikirim ke Serambi kemarin. Adapun juara dua dalam sayembara ini, Arie Iskandar, warga Lhokseumawe dengan nilai 495,4 dan Martunis, warga Banda Aceh dengan nilai 491.8.

Fandy Diadline dalam keterangan filosofi logo merincikan konsep dasar ia merancang logo itu. Serambi memperoleh keterangan filosofi logo pemenang dari Ketua Panitia Sayembera, Dr Abdul Jalil Salam MA, kemarin.

Dalam keterangan itu, Fandy menulis desain logonya itu menggabungkan unsur ilmu keislaman dan ilmu pengetahuan. Unsur pertama dari logo itu tulis Fandy, adalah simbol Allah SWT melalui bintang segi delapan yang menjadi framing (bingkai).

Untuk unsur ilmu pengetahuan, ia membubuhkan lambang atom di bagian dalam logo. Dalam proses penggabungan dua unsur itu, Fandy melakukan sedikit perubahan pada desain atom. “Saya mengubah ilustrasi atom jauh lebih abstrak. Atom yang bergerak saya sederhanakan menjadi garis-garis lurus simetris dan saling terhubung,” tulis Fandy seperti dikutip dalam tor tersebut.

Sementara itu, Ketua Panitia Sayembera, Dr Abdul Jalil Salam MA, yang diwawancarai Serambi tadi malam mengatakan, sayembara itu dimulai dejak 8 Agustus-16 September lalu. Katanya, ada 85 logo yang masuk, kemudian hanya 84 logo yang dinilai, satu dianggap tidak memenuhi syarat dan ketentuan.

“Ada empat tahapan penilaian yang dilakukan dewan juri, hingga menyisakan 10 logo. Kemudian saat tinggal 10 logo, penilaian juga dibarengi dengan poling dari Senat UIN Ar-Raniry,” katanya.

Hasil penilaian dewan juri dan poling senat kemudian dikombain dan menempatkan karya Fandy sebagai juara satu, disusul dengan juara dua dan tiga. “Dewan juri ada lima, mewakili senioritas, mewakili akademisi muda, eksternal (ahli desain grafis nasional), mewakili internal, dan dari perempuan,” sebutnya.

Terkait kritikan yang disampaikan banyak kalangan karena dinilai belum adanya unsur keacehan, keislaman, serta historis kampus, Abdul Jalil Salam mengatakan, sesuai dengan perjanjian dengan pemenang, pihaknya akan memanggil para pemenang untuk berdialog kembali membahas logo tersebut.

“Kalau merujuk ke tor, sayembara ini bukan untuk digunakan (logonya), tapi untuk diberi hadiah. Akan digunakan ketika sudah diperbaiki, dan di-SK-kan Kemenag. Kalau di pusat dibilang logo ini menyerupai logo lain, bisa jadi diulang sayembaranya,” pungkas Dr Abdul Jalil Salam MA. (dan)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved