Opini

Politik Multikultural

KEANEKARAGAMAN setiap individu, yang berasal suku, etnis, bahasa, budaya, maupun agama adalah sunnatullah

Editor: bakri
Google/net

Ketiga, sejauh mana keterlibatan segmen minoritas masyarakat terhadap kandidat pemimpin. Mayoritas-minoritas adalah masalah suku, etnis dan agama. Seorang pemimpin multikulturalis akan menghargai, menghormati, dan bekerja sama dengan masyarakat minoritas. Pemimpin ini tidak memanfaatkan isu rasial dan agama semata-mata sebagai kendaraan politik melainkan ia akan bekerja sama dengan mereka untuk kesejahteraan bersama.

Sebaiknya menghindari memilih pemimpin yang telah cacat multikultural seperti; ia telah menodai kesucian agama, menyebarkan aliran sesat, diskriminasi terhadap aliran-aliran mazhab fikih, menghina agama lain, ia melecehkan budaya etnis dan suku lain. Isu agama sangat sensitif dalam masyarakat Aceh yang dikenal religius, sehingga orang yang memanfaatkan isu-isu sensitif agama biasanya bukan orang multikulturalis yang akan mampu bekerja sama dengan agama (atau aliran) yang lain. Seorang pemimpin adalah milik bersama bukan milik sebuah kelompok saja.

Keempat, keikutsertaan perempuan. Isu gender belum begitu semarak di Aceh. Hal ini bisa diperhatikan dari keikutsertaan perempuan dalam kancah politik yang masih sangat minim. Sedangkan usaha untuk memajukan bangsa seyogyanya harus diikuti oleh kaum hawa. Laki-laki tidak boleh mendominasi dan menghegemoni kepentingan perempuan. Sejauh mana keterlibatan perempuan terhadap seorang kandidat pemimpin adalah salah satu kategori menilai kepedulian pemimpin tersebut terhadap kaum perempuan.

Kelima, pribadi demokratis. Pribadi demokratis pemimpin adalah mampu menghadirkan dirinya sebagai pelayan rakyat, yang akan memenuhi keinginan rakyat ke arah lebih baik. Pemimpin demokratis tidak saja mampu menjalankan roda pemerintahan seperti merancangkan program, menjalankan dan mengevaluasi akan tetapi pemimpin tersebut bersikap jujur, terbuka, dan lapang dada dengan meneladani sifat-sifat Rasulullah saw. Inilah pemimpin demokratis yang saat ini sangat jarang kita temui.

Kelima katagori penilaian multikultural terhadap calon pemimpin sekiranya dapat terwakili menjadi isu-isu penting yang mesti diperhatikan dan dijalankan oleh seorang pemimpin. Namun sebagai pemilih apakah kita benar-benar dapat bersikap multikulturalistik dengan mengabaikan politik kesukuan? Kita belum berkontribusi untuk memajukan bangsa kita jika kita masih saja bersikap bahwa pemimpin yang layak adalah berasal dari kaum kita. Kita tidak bisa berdiri tegap menjadi bangsa yang berperadaban jika saja masih menganut prinsip munyoe kon ie mandum leuhop. Namun jangan sampai kita “dibohongin pakai janji-janji kampanye.” Nah!

* Syamsul Bahri, MA., Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Nahdlatul Ulama (STIS NU) Aceh. Mahasiswa program doktoral PAI Multikultural Universitas Islam Malang (Unisma) Jawa Timur. Email: syamsulbahri167@ymail.com

Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved