Dilema Obat Jantung
DOKTER ahli saraf, Dr dr Syahrul SpS, membolak-balik kemasan obat yang mengandung Enoxaparin sodium
* Haram, tapi Menyembuhkan
Nama patennya Lovenox. Obat buatan Prancis yang mengandung Enoxaparin sodium tersebut memang mengandung zat babi. Namun, di balik kandungan zat haramnya, obat ini merupakan antikoagulan yang sangat efektif untuk menghancurkan titik pembekuan darah. Itu sebab, dokter yang menangani penderita stroke dan jantung, kerap meresepkan pasien dengan obat injeksi tersebut.
Bagaimana pula pandangan ulama terhadap penggunaan obat ini? Lalu, adakah alternatif obat lain pengganti Enoxaparin? Serambi mengulasnya dalam liputan khusus edisi ini.
DOKTER ahli saraf, Dr dr Syahrul SpS, membolak-balik kemasan obat yang mengandung Enoxaparin sodium. Dia kemudian mengeluarkan dua jarum suntik yang sudah terisi cairan di dalamnya. Di sisi bawah kemasan obat tersebut, terlihat frase, “Berasal dari babi.”
“Ini sangat steril. Coba lihat, sudah ada cairan dan jarumnya langsung. Tinggal suntik saja ke kulit pasien,” kata Syahrul yang juga Direktur RSUD Meuraxa Banda Aceh kepada Serambi pekan lalu.
Sayangnya, tulisan “Berasal dari babi” dengan huruf hitam-putih ini cuma ada di kemasan, tidak ada di jarum suntik. Jika kemasan sudah dibuang duluan, maka pasien yang bersangkutan jelas tidak akan mengenalinya. Dokter pun tak akan tahu bahwa obat itu punya kandungan zat babi jika si produsen obat tidak menuliskan komposisi obat tersebut di kemasannya.
Bahwa sebagian obat mengandung zat babi bukanlah isapan jempol. Seorang dokter di RSUZA Banda Aceh bahkan menyebutkan ada beberapa obat lainnya yang diperkirakan mengandung babi. Hanya saja, kata dia, kebanyakan produsen obat tidak mencantumkannya, khususnya obat buatan luar negeri.
Direktur Penilaian Obat dan Produk Biologi Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Nurma Hidayati, beberapa waktu lalu, pernah mengatakan bahwa ada tiga jenis bahan baku obat yang memang mengandung babi, yakni enoxaparin, nadroparin, dan parnaparin. Tiga kandungan obat tersebut biasa digunakan untuk obat-obat jantung. Namun, obat-obat tersebut digunakan dalam keadaan darurat untuk life saving.
Lalu, bagaimana pula dari sudut pandang agama? Wakil Ketua Majelis Permusyawarata Ulama (MPU) Aceh, Tgk H Faisal Ali mengatakan, semua obat-obatan medis yang mengandung zat babi atau najis, tetap tidak boleh dipergunakan selama masih tersedia alternatif obat lain. Islam dengan tegas melarang penggunaan obat dari unsur najis.
“Kita berharap rumah sakit atau dokter tidak meresepkan obat yang seperti itu, sebab kita bersyariat Islam,”ujar ulama yang akrab disapa Lem Faisal ini kepada Serambi, Kamis lalu.
Ia merincikan, walaupun kandungan zat babi dalam obat tersebut sudah tidak ada, namun lantaran proses pembuatannya dibantu dengan zat berunsur babi, maka tetap saja tidak diperbolehkan bagi umat muslim. “Jadi, walaupun bahan baku obatnya tidak ada najis, namun jika dalam prosesnya terkena najis, maka tetap saja haram,” ujarnya.
Lem Faisal berharap semua obat yang dipakai untuk warga muslim haruslah yang halal, kecuali memang sudah tak ada alternatif obat-obatan lain, dengan catatan, tingkat darurat sebuah penyakit juga harus dijadikan pertimbangan.
Namun, untuk beberapa jenis obat yang selama ini sering menggunakan zat babi, seperti obat untuk mencairkan dan melancarkan bekuan darah, kata Faisal Ali, saat ini juga sudah tersedia alternatif yang tidak mengandung zat babi, sehingga tidak ada alasan lagi memakai obat dari bahan babi.
Menurutnya, dokter harus bertanggung jawab jika sudah memberi obat-obat berbahan najis. “Sebagai daerah yang mayoritas muslim, rumah sakit maupun BPJS Kesehatan harus menyediakan obat yang halal,” kata Lem Faisal.
Ia pertegas bahwa semua orang sakit dapat disembuhkan atas kehendak Allah Swt. Berobat hanya sebuah ikhtiar dari manusia. Namun, dalam berikhtiar juga tidak boleh melanggar larangan-larangan Allah.
Ia tambahkan, sebenarnya yang sakit itu merupakan orang yang sudah dekat dengan kematian. “Seharusnya di saat kondisi mereka seperti itu harus selalu dalam keadaan husnul khatimah (meninggal dalam keadaan baik). Namun, jika digunakan obat-obatan yang mengandung najis tentu sudah dalam keadaan tidak suci,” kata Faisal Ali, Wakil Ketua MPU Aceh. (sak/mun)