Kemungkinan Paus Itu Rusak Organ Navigasinya
Dekan Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Syiah Kuala (FKP Unsyiah), Prof Dr Adlim MSc mengatakan
BANDA ACEH - Dekan Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Syiah Kuala (FKP Unsyiah), Prof Dr Adlim MSc mengatakan, tidak tahu persis mengapa sekawanan paus sperma tiba-tiba terdampar di pantai Desa Durung, Kemukiman Lamnga, Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar, Senin (13/11) pagi. Namun, menurut prediksi dan analisisnya bersama sejumlah akademisi di fakultas itu, setidaknya ada empat kemungkinan penyebabnya.
Pertama, karena paus-paus itu berburu ikan kecil di pinggir pantai, sehingga terdampar. Kedua, karena sedang migrasi (berpindah) dari satu tempat ke tempat lain, lalu terbawa arus masuk ke perairan dangkal dalam keadaan kelelahan atau terluka. Ketiga, karena di perairan dangkal banyak gangguan suara sehingga sistem navigasi mereka—dalam bentuk gelombang suara—menjadi kacau semua. Keempat, pemimpin yang memandu rombongan paus itu diduga rusak organ navigasinya sehingga semua kawanan itu ikut terdampar karena dipandu oleh paus yang kebetulan sudah rusak organ navigasinya.
Hal itu diutarakan Prof Adlim menjawab Serambi, Senin siang, seusai berdiskusi dengan sejumlah dosen FKP Unsyiah yang sebelumnya dia utus ke tempat terdamparnya sepuluh paus tersebut.
Menurut Adlim, segera setelah mendapat kabar bahwa sepuluh ikan paus terdampar di pantai Durung, Aceh Besar, pada Senin pagi Dekan FKP Unsyiah itu langsung mengutus sejumlah akademisi untuk melihat langsung kawanan paus yang terdampar.
Ada tiga target yang diinginkan Prof Adlim dengan mengutus sejumlah dosen ke lokasi paus terdampar. Pertama, untuk mendeteksi paus jenis apa yang terdampar itu. Kedua, bagaimana kondisi mereka. Ketiga, mengapa bisa terdampar?
Kepada Serambi, Senin siang, Prof Adlim menyampaikan analisis terkait peristiwa tersebut, setelah ia berdiskusi dengan tim yang turun ke lokasi.
Pertama, semua paus itu jenisnya ternyata sama, yakni jenis paus sperma.
Kedua, tibanya ke pantai Durung, Mesjid Raya, dalam dua tahap. Awalnya dua ekor yang terdampar, keduanya dalam keadaan terluka. Baru kemudian menyusul delapan temannya, sehingga totalnya sepuluh ekor.
“Paus terdampar sampai sepuluh ekor dalam satu hari di tempat yang sama, itu fenomena yang langka terjadi di Aceh,” kata putra Simeulue ini.
Ketiga, sedikitnya ada empat kemungkinan yang menyebabkan paus-paus itu terdampar di pantai Aceh Besar. “Dari pandangan teman-teman di FKP Unsyiah kami menduga kemungkinan ada beberapa faktor penyebab terdamparnya sepuluh paus sperma itu. Penyebabnya bisa karena faktor internal, bisa juga faktor eksternal. Salah satunya ya karena mereka dalam proses migrasi atau sedang mengejar ikan kecil-kecil sebagai makanannya. Ikan-ikan kecil itu kan berada di dekat pantai, sehingga paus tersebut mendekati pantai, lalu terdampar,” kata Prof Adlim.
Kemungkinan kedua, pada perairan dangkal banyak gangguan suara di dalam air sehingga sistem navigasi mereka—dalam bentuk gelombang suara—menjadi kacau semua. Alhasil, mereka tidak menyadari tiba-tiba sudah berada di perairan dangkal dan terdampar.
Selain itu, bisa juga terjadi karena mereka kelelahan dalam proses migrasi, sehingga terdampar atau terseret arus ke pantai Durung, Aceh Besar.
Informasi dari nelayan setempat, kata Adlim, awalnya paus yang terdampar itu hanya dua ekor karena terluka. Kemudian paus lainnya berdatangan. Sudah dicoba satu ekor ditarik warga ke laut dalam, tapi paus tersebut kembali lagi ke tempat kawannya yang terdampar. “Nah, bisa jadi satu ekor atau lebih ada yang rusak organ navigasinya, tapi posisinya sebagai pemimpin kawanan (betina dan anak-anak paus), sehingga semua kananan itu jadi terdampar karena dipandu oleh paus yang kebetulan rusak organ navigasinya,” kata Adlim.
Pakar kimia jebolan FKIP Unsyiah ini akhirnya menyudahi analisisnya dengan bersandar pada fakta religi bahwa, “Penjelasan yang paling sesuai dengan fakta sebenarnya itu adalah Allahu a’lam. Allahlah Yang Mahatahu mengapa sepuluh paus itu terdampar di perairan Aceh Besar,” kata Adlim.
Sedangkan jawaban yang lebih mendekati kebenaran, menurutnya, adalah jawaban yang didasarkan pada penelitian. Tapi pakar dari negara maju pun masih menganggap terdamparnya paus secara massal masih merupakan puzzle (teka-teki).
Jawaban yang ketiga, menurut Adlim, adalah jawaban yang didasarkan pada hipotesa (berdasarkan teori) dan ini perlu pembuktian. “Demikian sekadarnya yang bisa kami sampaikan saat ini,” kata Adlim mewakili teman-temannya sesama akademisi di FKP Unsyiah. (dik)