Perjuangan Dokter yang Bertahan di Tengah Pertempuran Kawasan Ghouta Timur, Suriah

Seluruh anggota keluarga Dokter Hamid kini tinggal di sebuah ruangan yang sesak dan temaram. Ruangan itu adalah garasi

Editor: Fatimah
EPA
Eskalasi serangan dimulai pekan lalu sehingga menghancurkan kota-kota di Ghouta Timur. 

Di lapangan, indikasi pasien terpapar klorin ditunjukkan oleh iritasi mata, jalur pernapasan bermasalah, dan bau menyengat. Hal itu dijabarkan secara rinci oleh tiga kolega Dokter Hamid di rumah sakit.

"Bagi kami, itu jelas setelah timbul serangan. Semua orang yang datang dengan ambulans punya bau yang sama," kata Dr Hamid.

Paparan klorin tidak langsung membunuh, namun ancamannya menjadi nyata jika paru-paru seseorang sangat kecil. Dr Hamid dan Mohammed mengenang dua kasus pada hari yang sama.

Baca: Jadwal Final All England Open 2018 - Marcus/Kevin Hadapi Musuh Bebuyutan

"Kami menyaksikan bayi perempuan berusia tiga bulan dan bocah laki-laki berumur dua tahun. Bayi perempuan tersebut dirawat dengan alat bantu pernapasan selama sepekan dan dia selamat, namun bocah laki-laki meninggal dunia. Dia membiru dan jenazahnya bau klorin," papar Mohammed.

Selagi konflik Suriah melewati tahun ketujuh, kekejian di Ghouta Timur mencerminkan kondisi perang sipil di Suriah yang melebar. Pemerintahan Presiden Bashar al-Assaf mengatakan tengah membersihkan bangsa dari teroris, namun serangan tanpa kenal ampun telah membunuh puluhan ribu warga sipil.

"Mereka mengatakan membunuh teroris, tapi kami bukan teroris. Orang yang saya lihat meninggal adalah perempuan dan anak-anak," cetus Dr Hamid.

Dia sedang menghitung persediaan antibiotik, obat bius, dan insulin yang kian menipis. Alat cuci darah pun nihil sehingga pasien gagal ginjal menghitung hari hingga meninggal dunia dengan siksaan.

Baca: Hujan, Petir, dan Angin Kencang Landa Subulussalam, Warga Was-was karena Sudah Banyak Korban

Kediaman tempat Dr Hamid lahir dan dibesarkan telah ditelantarkan walau penuh kenangan. Sebelum konflik meletus, rumah itu didatangi sanak saudara dari Damaskus untuk piknik di akhir pekan.

"Mereka datang ke sini dari berbagai daerah untuk menghirup udara segar dan menikmati pepohonan serta sungai. Bagi saya, sudah seperti surga di bumi."

Kini, dia berdoa di tempat penampungan yang penuh sesak, bahwa anak-anaknya suatu hari bisa melihat tempat yang masih segar dan hijau dalam ingatannya.

"Mungkin sudah terlambat untuk saya. Tapi, Insya Allah, anak-anak kami kelak mampu menatap hari itu."

Artikel ini tayang pada BBC Indonesia dengan judul : Kisah perjuangan dokter yang bertahan 'sampai menit akhir' di Ghouta Timur, Suriah

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved