Sri Mulyani : Setiap Rupiah Melemah Rp 100, Penerimaan Negara Naik Rp 4,7 Triliun
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menganggap secara tak langsung pelemahan rupiah menyumbang penerimaan negara.
SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Pelemahan rupiah tak selalu berdampak buruk bagi Indonesia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menganggap secara tak langsung pelemahan rupiah menyumbang penerimaan negara.
Diketahui, nilai tukar rupiah saat ini berada pada kisaran Rp 14.835 per dollar AS, melebihi asumsi makro APBN 2018 yakni Rp 13.500.
Menurut dia, setiap rupiah melemah Rp 100, maka pendapatan negara bertambah Rp 4,7 triliun.
"Dengan postur APBN 2018, Rp 100 dari pelemahan rupiah memengaruhi kenaikan penerimaan kita Rp 4,7 triliun," ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI di kompleks DPR/MPR RI, Jakarta, Senin (10/9/2018).
Di sisi lain, belanja negara naik Rp 3,7 triliun.
Namun, angkanya tak mengkhawatirkan karena penerimaan negara angkanya lebih besar.
Maka primary balance dalam posisi sangat rendah.
"Kalau APBN sehat, kami bisa lebih menggunakan lebih banyak instrumen itu untuk menjaga ekonomi kita lebih baik lagi," kata Sri Mulyani.
Baca: Polisi Ciduk Pelaku Penjambret di Gayo Lues, Begini Modus Mengelabui Korbannya
Baca: Ratusan Koin Emas Kuno Era Romawi Ditemukan di Ruang Bawah Tanah
Dengan demikian, total neraca positif Rp 1,6 triliun setiap kali rupiah melemah Rp 100.
Hingga 31 Agustus 2018, pertumbuhan penerimaan negara masih menunjukkan kenaikan yang sangat solid, yakni 18,4 persen. Sementara perpajakan 16,5 persen.
Jika dibandingkan dengan pertumbuhan tahun lalu, angkanya lebih besar.
Bahkan, penerimaan negara dari pajak tumbuh 15 persen, pertumbuhan tertinggi dalam tiga tahun terakhir.
"Kondisi APBN kita di perpajakan justru menujukkan pertumbuhan cukup kuat. Baik di sisi pajak, bea cukai, dan PNBP menunjukkan pertumbuhan cukup kuat," sebut Sri Mulyani.
Baca: Timnas Indonesia Kalahkan Tim yang Dilatih oleh Eks Penerjemah Cristiano Ronaldo
Baca: Kuota Penerimaan CPNS Pidie belum Jelas, Diusulkan 228 Orang ke Kemenpan-RB
Indonesia Dinilai Masih Jauh dari Krisis
Indonesia memasuki babak baru keekonomian dengan menguji kurs di angka RP 15.000 per dollar AS.
Sejumlah pihak lantas menghubungkan hal itu dengan krisis yang dialami Indonesia pada 1998.
Praktisi pasar modal Lucky Bayu Purnomo menepis kekhawatiran sebagian orang akan ancaman krisis di Indonesia sebagaimana yang terjadi di Argentina dan Turki.
"Kalau ada pertanyaan, apakah dengan (kurs) Rp 14.800 (per dollar AS) akan terjadi krisis yang sama dengan 1998? Saya kira tidak," ujar Lucky dalam diskusi di Jakarta, Sabtu (8/9/2018).
Ia mengatakan, ketahanan perekonomian Indonesia telah diuji saat masuk ke nilai tukar du level Rp14.800 per dollar.
Bahkan, hingga rupiah menyentuh Rp 15.000, krisis yang ditakutkan itu pun tidak terjadi.
Pemerintah langsung bertindak dengan mengeluarkan berbagai instrumen untuk menekan rupiah hingga Rp 14.800.
"Kekhawatiran di angka Rp 14.800 itu bisa diabaikan karena kita sudah melampaui Rp 15.000," kata Lucky.
Baca: TNI Bersama Masyarakat Bersihkan Puing Sisa Kebakaran Rumah di Meukek, Aceh Selatan
Menurut dia, mata uang rupiah pernah bertengger di angka Rp 14.800 pada 2015.
Saat itu pun krisis tidak terjadi dan pemerintah bisa cepat melakukan pemulihan.
Deputi III Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-isu Ekonomi Strategis Kantor Staf Presiden, Denni Puspa Purbasari mengatakan, Indonesia bukan pertama kalinya mengalami kondisi perekonomian yang tak pasti.
Bank Indonesia pun belajar dari pengalaman bagaimana menghadapi hal tersebut.
Pemerintah juga berupaya memperbaiki defist neraca perdagangan dengan menekan impor.
"Percayalah bahwa kita punya akumulasi pengetahuan dalam menangani krisis. Kita akan lebih baik dalam menangani krisis," kata Denni.(*)
Baca: Sambut Tahun Baru Islam, Pemkab Aceh Timur Gelar Pawai Taaruf
Baca: Kuota CPNS Untuk Aceh Tengah belum Ada Kabar dari KemenPAN RB
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Setiap Rupiah Melemah Rp 100, Penerimaan Negara Naik Rp 4,7 Triliun"