Gempa Palu Sulawesi Tengah

Kisah Syahrul Fahmi Selamatkan Istri Hamil Saat Gempa & Tsunami Palu, "Allah Perlihatkan Kuasanya"

Kisah Syahrul Fahmi menyelamatkan keluarganya dari bencana Gempa Palu dibagikan di media sosial.

Editor: Faisal Zamzami
Facebook.com/Fahmi Syahrul
Kisah Syahrul Fahmi selamat dari Gempa Palu bersama keluarganya 

Ada yang sudah mengingat keluargannya di rumah, dan banyak pula orang yang tiba-tiba terpisah oleh sanak keluarganya. Padahal saat itu mereka masih bersama di atas kendaraan masing-masing.

Mamaku dan istriku pun tidak ada habisnya menangis. Anakku yang masih berumur 2 tahun terus kudekap. Kutuntun mereka agar mencari tempat yang terbuka agar tak ada reruntuhan yang menimpa kami.

Kerabat yang telah lama menetap di kota palu, yang kebetulan tinggal dua rumah dari saya pun memanggil kami agar berkumpul. Kami semua saling merangkul. Kalimat istgfar tidak ada habis kami ucapkan.

Hampir dua jam gempa tak berkesudahan terjadi. Dengan kekuatan yang perlahan menurun. Setalah itu kembali disusul gempa-gempa kecil, kalau dihitung mungkin mencapai ratusan kali hingg pagi hari.

Parahnya lagi, akses komunikasi dari empat provider di Palu putus sama sekali. Listrik padam pun tak tahu sampai kapan. Hal ini membuaat kami semakn terisolasi.

Sekira jam 7 malam, ribuan orang berbondong-bondong mencari tempat aman. Ada yang berjalan kaki hingga puluhan kilometer. Ada pula yang naik mobil dan motor. Saat saya menanyai mereka hendak kemana, jawabannya sama, "ikut saja orang. Mungkin ke gunung untuk cari tempat lebih tinggi."

Saya dan kelaurga pun sempat terfikir untuk ikut. Namun melihat istriku yang tengah hamil tua (sebab perkiran dokter HPL-nya 28 Sepetember) saya urungkan niatan itu. Ancaman tsunami yang menjadi momok bagia warga coba kusembunyikan kepada sanak keluargaku.

Saya pun mencoba berfikir positif. Letak geografis rumah saya berada di tempat tinggi. Jadi ancaman tsunami sangat kecil. Apalagi kota palu merupakan daerah perairannya penuh teluk. Jadi kemungkinan tsunami tidak akan separah di Aceh.

Selain tawakkal kepada Allah SWT, Hal ini menjadi acuanku untuk memilih menetap di depan rumah. Alhamdullah keputusan yang saya ambil itu tepat. Allah masih menyayang kami. Kami semuaa selamat, meski trauma mendalam masih kami rasakan.

Pasca gempa yang terjadi sekira 2 jam lebih tanpa henti itu, kami pun kembali dibuat panik, sebab gempa susulan hingga pagi masih terus terjadi. Sesekali orang kembali berbondong-bondong untuk mengungsi.

Ketakutan sanak keluarga pun menjadi. Tapi saya berusaha menenangkan mereka. Akupun melihat anakku yang sangat takut. Dia tak henti kudekap Menenangkannya. Hingga tengah malam tak terhitung jumlah gempa yang terjadi.

Saya pun mengambil tikar dan membentangnya ke bahu jalan. Istriku dan mamaku beristirahat di sana. Anakku yang kugendong mulai tertidur. Dia pun kuletakkan di tikar. Hal ini pun menjadi pengalaman pertamanya tidur di luar kamar.

Hingga pagi hari gempa tak berhenti. Tapi kekuatannya mulai berkurang. Saya pun memiliki niatan untuk meninggalkan kota palu secepatnya. Saya mencari koneksi ke semua jaringan.

Carteran mobil tak ada, sebab semua jalanan untuk keluar masuk kota palu tidak ada. Longsor di mana-mana. 
Belum lagi penerbangan umum yang tidak ada karena falitas bandara rusak parah.

Di sepanjang perjalanan mencari akses keluar palu, saya dikagetkan melihat ratusan mayat yang tergelatak di sejumlah titik. Jalanan yang terbelah, bangunan yang rata dengan tanah.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved