Reportase Wartawan Serambinews.com Raih Juara II Anugerah Jurnalistik Pertamina 2018
Ajang Anugerah Jurnalistik Pertamina (AJP) 2018 diikuti oleh wartawan di seluruh Indonesia. Ada sekira 2.000 karya jurnalistik yang diseleksi
Penulis: Zainal Arifin M Nur | Editor: Zaenal
Proses distribusinya memang masih panjang. Dimulai dari PT Pertamina lalu ke Agen di Banda Aceh, lalu diangkut dengan boat untuk dibawa ke pangkalan di Pulo Aceh, kemudian baru tabung gas itu sampai ke rumah warga.
Boat kayu yang bentuk seperti boat pencari ikan itu menjadi satu-satunya alat transportasi untuk menghubungkan antara Pulo Aceh dengan daratan Aceh. Jika boat kayu berhenti berjalan, maka pasokan kebutuhan pokok akan terganggu.
Eeng, nahkoda boat KM Satria Baro kepada Serambi, Kamis (19/7) mengatakan, setiap hari boat melakukan perjalanan pulang pergi dari Seurapong di Pulau Breuh, yang berada di gugusan Pulo Aceh menuju Lampulo di Banda Aceh.
Jarak yang tempuh sekitar 20 mil atau 36 kilometer, waktu tempuh yang dibutuhkan antara dua jam hingga 3,5 jam, sangat tergantung dengan kondisi cuaca. Kapal berangkat ke daratan Aceh setelah subuh dan kembali pada siang hari.
Saat berangkat dari Seurapong, Pulo Aceh mereka mengangkut ikan, cengkeh, dan hasil tani warga lainnya, termasuk kerbau sekali-kali. Saat kembali mereka membawa kebutuhan pokok, bahan bangunan, es balok, hingga tabung LPG.
“Tabung LPG ini kita angkut seminggu sekali ke Pulo (pulau), setiap hari Kamis, satu boat biasanya membawa sampai 200-an tabung lebih, nanti di sana sudah ditunggu oleh orang kedai (pangkalan),” ujar Eeng.
Menurutnya, setiap hari Kamis pihak agen LPG di Banda Aceh sudah mengantar satu truk LPG ke dermaga, kemudian tabung gas tersebut dimuat ke masing-masing boat.
KM Satria Baro bukanlah satu-satunya boat yang mengangkut LPG ke Pulo Aceh, terdapat tiga boat lainnya yang melakukan tugas serupa.
Bedanya, di Pulo Aceh mereka berlabuh di tempat yang berbeda-beda, jika KM Satria Baro berlabuh di Seurapong (Pulau Breuh), kapal lain berlabuh di Lempuyang (Pulo Breuh), Lamteng (Pulau Nasi), dan Deudap (Pulau Nasi).
Pulo Aceh merupakan sebuah gugusan kepulauan yang juga sebuah kecamatan di Kabupaten Aceh Besar, terdiri atas Pulo Breuh, Pulo Nasi, Pulo Teunom, dan pulau kecil tak berpenghuni lainnya. Penduduknya sekitar 4 ribu jiwa, yang menetap di 17 gampong (desa).
Muslim, warga Pulo Aceh mengatakan, saat ini hampir 90 persen warga Pulo Aceh sudah beralih dari minyak tanah dan kayu bakar ke tabung LPG. Sehingga setiap minggu ratusan tabung LPG dipasok ke Pulo Aceh.
Seingatnya, tabung LPG mulai rutin disuplai ke Pulo Aceh sejak tahun 2015, setiap tahun jumlahnya terus meningkat. Dalam sebulan jumlahnya bisa mencapai 600-an tabung yang dimanfaatkan oleh 4 ribu penduduk.
“Di sini harga tabung LPG (ukuran 3 kg) Rp 30 ribu, lebih mahal daripada daratam, karena ada biaya angkut dan biaya bongkar di boat,” ujarnya.
Ia menambahkan, masyarakat pulau memang sudah merasakan manfaat dari lancarnya suplai LPG ke pulau terluar tersebut. Saat ini hampir semua desa sudah memiliki kedai yang menjual LPG. Sehingga masyarakat tidak perlu jauh-jauh membeli.
Muslim menceritakan, sekitaran tahun 2010, pascatsunami, sebagian besar warga Pulo Aceh masih menggunakan kompor minyak tanah dan kayu bakar.