Haji 2019
5 Kisah Calon Haji di Balik Niat Sujud di Tanah Suci, Simpan Uang di Koper hingga Menabung 30 Tahun
Sejumlah calon haji harus berjuang memeras keringat dan menunggu bertahun-tahun untuk bisa berangkat menunaikan ibadah haji di tanah suci Mekkah.
SERAMBINEWS.COM - Sejumlah calon haji harus berjuang memeras keringat dan menunggu bertahun-tahun untuk bisa berangkat menunaikan ibadah haji di tanah suci Mekkah.
Salah satunya Tri Darini (53), penjual kerupuk asal Dukuh Kenangan, Desa Sribit, Kecamatan Delanggu, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, harus menabung selama 28 tahun.
Lalu seorang pencari rumput laut asal Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi Tenggara, La Baua (69), akhirnya dapat menunaikan ibadah haji di tahun ini, setelah 30 tahun menabung.
Berikut ini sejumlah cerita perjuangan calon jemaah haji di sejumlah daerah:
1. Menabung 30 tahun dari jualan rumput laut

Saat ditemui di rumahnya di Desa Wara, Kecamatan Lakudo, kabupaten Buton Tengah, Selasa (9/7/2019), La Baua yang ditemani istrinya, Maria, menuturkan, kurang lebih 30 tahun yang lalu ia punya niat yang kuat untuk mulai menabung untuk naik haji.
Sejak saat itu dirinya dan istrinya mencoba menyisihkan penghasilannya untuk mewujudkan impian mereka.
“Itu sudah lama (menabung) sudah 30 tahun lebih. Sedikit-sedikit yang ada saja kami tabung dulu di rumah, setelah itu, kami tabung di bank,” kata La Baua, Selasa (9/7/2019).
Untuk memenuhi tambahan uang hajinya, selain hasil menjual rumput laut atau ikan, lelaki tua ini juga menjadi ojek perahu dengan menerima penumpang yang turun dari kapal dan membawa penumpang tersebut ke daratan.
“Kalau ada uang, kami tambah lagi kasih masuk lagi di bank, sedikit-sedikit. Saat sudah ada Rp 51 juta, kami mulai mendaftarkan haji berdua,” ujar dia dengan wajah gembira.
La Baua dan Maria mulai mendaftarkan haji di Kantor Kementrian Agama di tahun 2012.
Sambil menunggu panggilan untuk berangkat haji, kedua pasangan ini tetap mencari tambahan untuk melunasi ongkos naik haji.
Maria, sang istri misalnya, mencari tambahan uang dengan berjualan roti.
“Saya juga jualan roti pagi dan sore, kalau pagi saya dapat Rp 100.000, kalau sore kadang saya dapat Rp 60.000. Itu saya sisihkan untuk tambah-tambah naik haji,” ucap Maria.
Selama 7 tahun menunggu panggilan naik haji, pasangan ini dapat melunuasi ongkos naik haji dengan menambahkan Rp 28 juta.
Saat ini, wajah gembira terpancar dari pasangan ini karena tanggal 23 Juli, keduanya akan berangkat menuju Mekah melalui embarkasi Makassar.
“Perasaan sudah gembira. Sampai di Mekah, saya doakan agar mereka semua di sini juga dipanggil agar bisa sama-sama naik haji,” tutur La Baua.
2. Penjual kerupuk sisihkan hasil jualan kerupuk selama 28 tahun

Kebahagiaan terpancar dari wajah Tri Darini (53), penjual kerupuk asal Dukuh Kenangan RT 003/RW 004, Desa Sribit, Kecamatan Delanggu, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Setelah delapan tahun menunggu terhitung sejak 2011, Darini akhirnya bisa berangkat menunaikan ibadah haji ke Mekah tahun ini.
Darini mengatakan, setiap hari dirinya berjualan kerupuk dengan menggunakan sepeda onthel. Ia berangkat pukul 05.30 WIB dan pulang pukul 09.30 WIB.
Pekerjaan itu sudah Darini geluti sejak 28 tahun setelah dirinya menikah dengan Teguh Waluyo (53).
Dalam Suasana Duka Meski hasilnya tidak menentu, Darini dengan tekun menyisihkan sedikit demi sedikit uang hasil berjualan kerupuk.
Setiap hari dirinya mengumpulkan uang sebesar Rp 5.000 untuk ditabung.
"Tiap hari saya mengumpulkan uang Rp 5000. Setelah sebulan terkumpul uangnya saya bawa ke bank untuk ditabung," kata Darini ditemui Kompas.com di rumahnya, Jumat (5/7/2019).
Setelah uangnya terkumpul hingga Rp 25 juta, Darini mendaftarkan seorang diri untuk berangkat haji pada 2011.
Perempuan kelahiran 1 Maret 1966 ini tetap melanjutkan kebiasaannya menabung untuk melunasi biaya haji sebesar Rp 36 juta per orang.
"Alhamdulillah tahun ini saya bisa berangkat naik haji," ujar ibu dua anak.
Darini tergabung dalam kelompok terbang (kloter) 10 gelombang pertama dari Kabupaten Klaten.
Darini diterbangkan ke Mekah pada 9 Juli 2019 melalui Embarkasi Haji Surakarta.
Lebih jauh, Darini menyampaikan ibadah haji yang segera akan dilakukannya tersebut juga merupakan wasiat almarhum ayahnya.
Sebelum meninggal, ayah Darini berpesan kepada dirinya agar dapat menunaikan rukun Islam kelima.
Pasalnya, kelima saudaranya semua sudah melaksanakan ibadah haji.
"Saya anak ketiga dari enam bersaudara. Saudara saya semua sudah naik haji. Bapak saya pesan agar saya juga naik haji," katanya.
3. Penjual sayur sisihkan Rp 10.000 selama 8 tahun

Cita-cita untuk bisa berangkat ke tanah suci guna menjalankan ibadah haji, akhirnya bisa segera diwujudkan oleh Marliah (63), pedagang sayur keliling di Kabupaten Jombang, Jawa Timur.
Pada musim haji tahun ini, pedagang sayur keliling atau 'bakul lijo' itu terdaftar sebagai calon jamaah haji yang akan berangkat pada 23 Juli 2019, dari embarkasi Surabaya.
Marliah adalah warga Desa Balongbesuk, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.
Ibu dua anak ini mengaku jika menjalankan ibadah haji merupakan cita-citanya sejak kecil.
"Sejak kecil saya ingin naik haji, sejak kelas 3 MI (Madrasah Ibtidaiyah)," katanya saat ditemui Kompas.com, di sela-sela kegiatannya berjualan sayur keliling, Senin (8/7/2019).
Meski punya cita-cita pergi haji sejak kecil, Marliah mengaku sempat tak yakin keinginannya bakal terwujud.
Alasannya, kondisi ekonomi keluarganya belum memungkinkan untuk biaya pergi haji.
Saat dipastikan namanya masuk dalam daftar calon haji yang akan berangkat tahun 2019, Marliah mengaku tak bisa menahan rasa harunya.
Bahkan, berulangkali melakukan sujud syukur karena cita-citanya bisa segera terwujud.
"Alhamdulillah, saya bersyukur (dapat panggilan) dari Allah. Sebelumnya tidak ada dalam pikiran saya, enggak sampai pikiran saya (bisa berangkat haji)," tutur Marliah.
Cita-cita untuk menjalankan ibadah haji yang dimiliki Marliah sejak kecil, bakal segera terwujud.
Namanya terdaftar sebagai calon haji asal Jombang yang akan berangkat pada 23 Juli 2019.
Terwujudnya harapan Marliah untuk pergi haji, tak lepas dari kegigihannya menyisihkan sebagian penghasilan dari berjualan sayur keliling.
Pekerjaan sebagai 'bakul lijo' sudah dijalani selama kurang lebih 35 tahun.
Marliah mengatakan, dia mendaftar haji pada tahun 2011 diantarkan oleh anak perempuannya.
Sejak saat itu dirinya rutin menabung untuk biaya haji.
"Nabung setiap hari Rp 10.000, mulai tahun 2011. Setiap hari (penghasilan) saya sisihkan untuk tabungan (haji) itu," ungkapnya.
Selain dari kegigihan menyisihkan uang sebesar Rp 10.000 dari penghasilan, Marliah juga mengaku menerima tambahan uang dari anak-anaknya.
"Ada tambahan, kalau dikasih anak-anak langsung saya tabungkan," kata Marliah.
4. Menabung sejak 1965, pasangan kakek-nenek ini berangkat haji

Wajah bahagia terpancar dari pasangan suami istri, Haki (92) dan Satuni (72), warga Jodipan Wetan, Gang 1, Kota Malang, Jawa Timur, Selasa (9/7/2019).
Hal itu karena sebentar lagi, Kamis (11/7/2019), pasangan lanjut usia itu akan berangkat menunaikan ibadah haji.
Dengan usia yang sudah 92 tahun, Haki menjadi jemaah tertua di Kota Malang.
"Dari dulu sudah ingin naik haji," katanya saat berbincang dengan Kompas.com di kediamannya, Selasa.
Perjuangan Haki untuk menginjakkan kaki ke Tanah Suci tidak mudah.
Haki yang merupakan pedagang kaki lima sejak 1965 sedikit demi sedikit menyisihkan penghasilannya.
Saat itu, Haki berjualan jaket dan berbagai jenis pakaian.
Sebuah pekerjaan yang ditekuninya hingga saat ini.
Biasanya, Haki berjualan di Pasar Nongkojajar, Kabupaten Pasuruan, dan di Pakis, Kabupaten Malang.
Melalui pernikahannya dengan Satuni, Haki dikaruniai 12 anak, tetapi dua di antaranya meninggal.
Saat ini, Haki sudah dikaruniai 24 cucu dan dua cicit.
Di sela-sela menafkahi keluarga, Haki rutin menabung.
Biasanya, ia menyisihkan penghasilan ke dalam sebuah koper yang disimpan di rumah.
"Menabung di rumah mulai tahun 1965. Kalau dagangan laku, disisihin," ujarnya.
Pada 2013, Haki mendaftarkan diri untuk naik haji ke Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Malang menggunakan uang hasil tabungan itu.
Melalui percepatan antrean lanjut usia, Haki akhirnya bisa berangkat tahun ini.
5. Penjual rujak naik haji usai tabung selama 7 tahun

Pasangan suami istri lansia, Sahyun (75) dan Kaiah (71), asal Kelurahan Selong, RT 013, Kecamatan Selong, Lombok Timur, Nusa Tengga Barat, merasa bersyukur dan berbahagia karena tahun ini mereka akan berangkat menunaikan ibadah haji ke tanah suci Mekkah dari hasil berjualan rujak.
Ditemui di rumahnya yang sederhana di kota Selong, Sahyun menyebutkan, dirinya tak menduga akan dipanggil namanya bersama istri untuk menunaikan ibadah haji tahun ini.
“Saya tak menyangka kalau saya akan dipanggil namanya untuk pergi haji. Ini seperti mimpi, mungkin karena memang sudah takdir saya juga,” ungkap Sahyun saat ditemui Kompas.com, Kamis (4/7/2019).
Selama 7 tahun sudah Sahyu berjualan rujak buah. Dia selalu berusaha untuk menabung walau jumlahnya kecil, hanya Rp 5.000 per hari, dan berharap suatu saat nanti, tabungan itu bisa untuk menunaikan ibadah haji.
“Dari hasil jualan itu, saya selalu meniatkan untuk menabung sebagai biaya untuk naik haji walau sedikit per hari saya tabung 5 ribu rupiah," tutur Sahyun sambil mengusap air mata bahagia.
Perjalanan sebagai penjual rujak memang tidak selalu mulus dialami oleh Sahyun.
Suatu ketika, rujak Sahyun pernah difitnah mempunyai jampi-jampi pelaris.
Karena saking larisnya, anak-anak menangis minta untuk dibelikan rujak Pak Sahyun.
“Duka yang saya paling ingat itu, pernah dibilang saya pakai jampi-jampi karena laris. Anak-anak kalau melihat rombong rujak saya menangis minta untuk dibelikan,” tutur Sahyun sambil minum kopi di rumahnya.
Sementara itu, Kaidah, istrinya yang setia menemani hidup Sahyun selama ini, setiap hari bertugas membuat bumbu rujak dan pergi ke pasar membeli buah.
“Kalau saya tugasnya membuat bumbu rujak, ngulek-ngulek sambal, dan pergi ke pasar membeli buah, seperti jambu, bengkoang, mangga, pepaya, dan buah yang lain," kata Kaidah yang berada di samping suaminya.
Sebelum berjualan rujak, bapak empat anak ini pernah menggeluti bermacam-macam pekerjaan, dari buruh, berjualan es, berjualan bakso, tetapi hal itu dirasanya bukan jalan terbaik untuk mengais rezeki.
Hingga 2012, ia beralih menjadi tukang rujak sampai saat ini.
“Sebelum berdagang rujak, pekerjaan saya serabutan, dari tukang gergaji kayu, nyangkul di sawah orang, berjualan bakso sampai es, udah saya kerjakan, tapi itu tidak lancar sehingga saya merasa nyaman berjualan rujak sampai sekarang,” tutur Sahyun.
Baca: Tak Banyak yang Tahu, Ini Manfaat Daun Mangga bagi Kesehatan, Dapat Digunakan Untuk Kontrol Diabetes
Baca: Sekitar 2 Hektar Kebun di Gandapura Terbakar, Damkar Bireuen Dikerahkan
Baca: Korban Pelecehan Seksual Baiq Nuril Menangis di Gedung DPR RI, Yakin Keadilan Akan Terwujud
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Cerita di Balik Niat Sujud di Tanah Suci, Simpan Uang di Koper hingga Menabung 30 Tahun"