Perang Suku di Papua Nugini, Wanita Hamil dan Anak Kecil Dimutilasi Hingga Tak Berwujud

Beredar foto terkait para korban dari pembataian masal yang terjadi gara-gara perang suku di Papua Nugini.

Editor: Amirullah
ABC News
Jadi Korban Perang di Papua Nugini, Wanita Hamil dan Anak Kecil Dimutilasi Hingga Tak Bisa Dikenali 

SERAMBINEWS.COM - Perang suku yang sedang terjadi di Papua Nugini makin tak terkendali.

Beredar foto terkait para korban dari pembataian masal yang terjadi gara-gara perang suku di Papua Nugini.

Parahnya, justru anak-anak dan wanita hamil yang jadi korban pembantaian tersebut.

Dikutip dari The Sun dan ABC, dilaporkan ada delapan orang yang menjadi korban.

Mereka semua terdiri dari anak-anak dan dua ibu hamil yang jasadnya sudah disebut sudah tak berbentuk.

Pembantaian masal ini terjadi di desa Karida, provinsi Hela.

Petugas medis setempat, Philip Pimua mengatakan serangan tersebut terjadi di pagi hari.

"Saya bangun pagi dan akan memasak, lalu tiba-tiba ada suara tembakan. Saya juga melihat beberapa rumah sudah terbakar," ungkap Phimua.

"Saya lalu kabur saat itu juga dan bersembunyi di semak-semak. Ketika keadaan nampak aman dan saya kembali, sudah ada mayat yang terpotong-potong di desa itu," tambahnya.

Jasad para korban menjadi sangat sulit dikenali gara-gara para pelaku memutilasinya menjadi beberapa potongan.

Meski begitu, Phimua tetap mengenali beberapa diantaranya.

Baca: Harga Emas Hari Ini - Emas Antam Ditransaksikan Lebih Mahal Rp 12.000 Per Gram

Baca: Terjaring OTT KPK, Ini Profil Gubernur Kepri: Pernah Dipilih Jadi Santri Of The Year 2018

Dirinya beserta warga desa lain kini sedang meninggalkan tempat tersebut karena takut akan serangan susulan.

Berdasarkan keterangan Phimua, serangan ini terjadi dari para suku yang dianggap musuh.

Pertempuran antar suku ini juga disebutnya sudah terjadi cukup lama.

Berdasarkan laporan dari pihak berwenang setempat, sudah ada 24 warga yang menjadi korban pembantaian.

Petugas kepolisian bahkan menyampaikan kalau ini merupakan serangan diam-diam dan para 'musuh' tak pernah terlihat bergerilya.

Perdana Menteri Papua Nugini mengatakan kalau insiden ini menjadi hari terburuk di hidupnya.

"Banyak anak dan ibu tak bersalah terbunuh di Munima dan Karida," tulis Marape di Facebooknya.

Perang antar suku memang lumrah terjadi di Papua Nugini.

Para penduduk biasanya akan membalaskan dendam saudaranya.

Menurut sang Perdana Menteri, para penyerang nantinya jika tertangkap sangat mungkin untuk dihukum mati. (Angriawan Cahyo Pawenang)

Baca: Soal Kasus Video Bau Ikan Asin, Galih Ginanjar Resmi jadi Tersangka, Susul Rey Utami dan Pablo Benua

Wanita dan Anak-anak Jadi Korban Pembantaian Etnis di Papua Nugini

Pembantaian Papua Nugini, puluhan wanita termasuk 2 yang hamil, anak-anak tewas dibunuh, jasad korban berserakan di jalan.
Pembantaian Papua Nugini, puluhan wanita termasuk 2 yang hamil, anak-anak tewas dibunuh, jasad korban berserakan di jalan. (ABC News/facebook/Pills Kolo)

Paling sedikit enam belas wanita dan anak-anak tewas dalam pembantaian etnis di Papua Nugini (PNG) negara yang berbatasan dengan Provinsi Papua.

Gubernur Provinsi Hela Philip Undialu mengatakan pembunuhan terjadi Senin (9/7/2019) di Desa Karida di daratan tinggi negara tersebut yang dikenal dengan nama Highlands.

Dia mengatakan motif pembunuhan masih belum diketahui, namun dia memperkirakan ini adalah tindakan balas dendam atas insiden yang terjadi sebelumnya.

Setidaknya 24 orang dilaporkan tewas, termasuk dua wanita hamil dan janin yang belum lahir, akibat insiden penyerangan yang terjadi di kawasan dataran tinggi tanpa hukum di Papua Nugini.

Pejabat lokal mengatakan, sedikitnya 24 orang telah tewas di Provinsi Hela, sebuah wilayah terjal di barat negara itu, dalam serangan kekerasan selama tiga hari antara suku-suku yang berseteru.

Baca: 13 Gedung Pencakar Langit Paling Menakjubkan & Memukau Dunia, Tak Cuma Tinggi Tapi Juga Unik

Suku-suku di dataran tinggi telah bersaing satu sama lain di Papua Nugini selama berabad-abad, tetapi masuknya senjata otomatis telah membuat konflik semakin mematikan dan meningkatkan siklus kekerasan.

"Sebanyak 24 orang telah dipastikan tewas, terbunuh dalam tiga hari, tetapi hari ini bisa lebih dari itu. Kami masih menunggu keterangan pejabat kami di lapangan," kata pejabat provinsi Hela, William Bando, kepada AFP, Rabu (10/7/2019).

Bando menyerukan agar setidaknya 100 personel polisi dikerahkan untuk memperkuat sekitar 40 petugas setempat.

Sebuah foto yang dikeluarkan Departemen Kesehatan Papua Niugini pada 9 Juli 2019 menunjukkan mayat-mayat di sebuah jalan di Provinsi Hela. Sedikitnya 24 orang, termasuk dua wanita hamil dan janinnya, terbunuh dalam tiga hari kekerasan antarsuku di dataran tinggi Papua Niugini.
Sebuah foto yang dikeluarkan Departemen Kesehatan Papua Niugini pada 9 Juli 2019 menunjukkan mayat-mayat di sebuah jalan di Provinsi Hela. Sedikitnya 24 orang, termasuk dua wanita hamil dan janinnya, terbunuh dalam tiga hari kekerasan antarsuku di dataran tinggi Papua Niugini. ((HANDOUT/AFP))

Perdana Menteri Papua Nugini James Marape, yang berasal dari provinsi Hela, mengaku terkejut dengan kabar tersebut dan menjanjikan balasan terhadap para pelaku.

"Ini adalah salah satu hari tersedih dalam hidup saya. Banyak anak-anak dan ibu yang tidak bersalah terbunuh di desa Munima dan Karida, di daerah pemilihan saya," kata Marape.

Dalam salah satu insiden di Karida, pelaku penyerangan telah membunuh enam wanita, delapan anak-anak, termasuk dua perempuan hamil dan janin mereka.

Penyerangan itu terjasi selama sekitar 30 menit.

"Pelaku kriminal bersenjata, waktu kalian sudah habis," kata Marape.

"Belajarlah dari apa yang saya lakukan terhadap para penjahat yang membunuh orang yang tidak bersalah. Saya tidak takut menggunakan hukuman terberat untuk kalian," tambahnya, mencatat bahwa hukuman mati sudah menjadi hukum di Papua Nugini.

Belum jelas apa yang memicu penyerangan di dua desa itu, namun banyak yang menduga hal itu dipicu perseteruan lama yang didorong oleh tindakan pemerkosaan, pencurian, atau sengketa batas wilayah.

Di Provinsi Enga, di sebelahnya, gelombang kekerasan serupa telah mendorong pembentukan garnisun militer darurat dan pengerahan sekitar 100 tentara pemerintah di bawah komando seorang mayor lulusan akademi militer Inggris.

Marapa belum memberi rincian sebaran pasukan keamanan, namun tampak jengkel dengan sumber daya yang ada saat ini.

"Bagaimana bisa sebuah provinsi berpenduduk 400.000 orang dapat bekerja dengan hukum dan ketertiban di bawah 60 personel polisi, dan sesekali militer yang tak lebih untuk pemeliharaan," kata Marape. (Nicolaus Ade)

Artikel ini telah tayang di gridhot.id dengan judul Jadi Korban Perang di Papua Nugini, Wanita Hamil dan Anak Kecil Dimutilasi Hingga Tak Bisa Dikenali dan Ngeri, Pemandangan Mayat Wanita dan Anak-anak Korban Pembantaian Etnis di Papua Nugini

Sumber: GridHot.id
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved