Mahasiswa Gayo Bakar Keranda di Kantor Gubernur, Tolak Tambang Emas Linge
Mahasiswa asal Dataran Tinggi Gayo, Senin (16/9), serentak menggelar aksi tolak tambang di Banda Aceh, Aceh Tengah, dan Lhokseumawe
* Serentak Gelar Aksi di Tiga Daerah
BANDA ACEH - Mahasiswa asal Dataran Tinggi Gayo, Senin (16/9), serentak menggelar aksi tolak tambang di Banda Aceh, Aceh Tengah, dan Lhokseumawe. Mereka menuntut Pemerintah Aceh tidak mengeluarkan izin rekomendasi kelayakan lingkungan terhadap PT Linge Mineral Resource (PT LMR) yang akan membuka tambang emas di wilayah Kecamatan Linge, Aceh Tengah.
Di Banda Aceh, aksi dilakukan oleh ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Bela Linge (Gerbel). Mereka menggeruduk Kantor Gubernur Aceh untuk menyampaikan aspirasinya kepada Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah. Mahasiswa mencoba merengsek masuk sehingga aksi saling dorong dengan polisi dan Satpol PP tak terhindarkan.
Pantauan Serambi kemarin di lokasi, massa datang ke halaman Kantor Gubernur Aceh sekitar pukul 11:00 WIB dengan membawa sejumlah poster hingga keranda jenazah. Lalu mahasiswa yang menggunakan jas almamater kampus dan seragam paguyuban itu berorasi secara bergantian.
Koordinator Aksi, Meli Saputri menyampaikan, mereka datang dan ingin menjumpai Plt Gubernur Aceh untuk meminta agar Pemerintah Aceh tidak mengeluarkan izin lingkungan atau Amdal. "Kami juga meminta Pemerintah Aceh menyatakan penolakan tegas terhadap hadirnya PT LMR di daerah kami (Gayo). Kami akan terus melakukan aksi ini sampai Plt Gubernur Aceh menjumpai kami," teriaknya.
Menurut Meli, apabila izin itu dikeluarkan dan perusahaan tambang tersebut resmi beroperasi, maka akan berdampak pada rusaknya lingkungan. Apalagi kawasan izin yang diberikan ke PT LMR itu merupakan kawasan hutan pinus dan dekat dengan perkebunan kopi milik warga setempat.
Melalui pengeras suara, mahasiswa terus meminta Plt Gubernur Aceh agar turun menjumpai mereka. Tiga jam kemudian baru turun perwakilan Pemerintah Aceh, yakni Asisten I Pemerintah Aceh, Dr M Jafar Mhum, Karo Humas dan Protokoler, Muhammad Iswanto, dan Juru Bicara Pemerintah Aceh, Saifullah Abdul Gani. Namun kedatangannya ketiganya ditolak oleh mahasiswa.
Karena kecewa, mahasiswa lantas meluapkan kekecewaannya dengan membakar keranda yang mereka bawa di teras Kantor Gubernur. Kobaran api yang membesar itu langsung dikelilingi oleh mahasiswa, sehingga petugas tidak bisa memadamkannya. Hingga jelang Ashar, karena Plt Gubernur Aceh tak kunjung hadir, mahasiswa pun akhirnya membubarkan diri.
Lempar telur
Sementara itu, dalam aksi mahasiswa dan lintas LSM di Aceh Tengah kemarin, nyaris terjadi kericuhan karena ada anggota DPRK yang tersulut emosi setelah mendengar orasi pengunjuk rasa.
Hal itu langsung menyulut kemarahan para pendemo. Saling dorong dengan pihak keamanan pun terjadi. Sejumlah anggota dewan yang sebelumnya ikut duduk di halaman gedung DPRK bersama para pendemo terpaksa diamankan masuk ke gedung dewan. Beberapa botol air mineral sempat melayang ke arah petugas keamanan.
Namun suasana tegang tersebut akhirnya bisa diredam. Untuk menenangkan para pendemo, seorang koordinator aksi mengajak agar massa bisa diam selama lima menit. “Sambil menunggu anggota dewan, kita duduk dulu. Kami mohon kawan kawan untuk bisa tenang,” kata seorang koordinator pendemo.
Setelah menunggu, akhirnya tiga orang anggota dewan kembali menemui massa. Salah satunya, Ketua Sementara DPRK Aceh Tengah, Samsuddin.
Sebelumnya, situasi juga sempat memanas saat para pendemo berniat masuk ke pekarangan gedung dewan. Massa dan aparat terlibat saling dorong. Telur dan botol air mineral juga beterbangan ke arah aparat. Situasi baru mereda ketika terjadi negosiasi antara mahasiswa dan aparat, sehingga akhirnya para pengunjuk rasa dibenarkan masuk.
“Kalau anarkis, kami tidak segan-segan mengambil tindakan hukum. Jadi, pintu kami bua sepanjang tidak anarkis,,” kata salah seorang petugas keamanan kepada para pendemo.
Aksi kemarin merupakan aksi yang kesekian kalinya. Aksi yang diikuti ratusan peserta itu dimulai dengan melakukan long marc di sejumlah ruas jalan protokol Kota Takengon, dan diakhiri dengan orasi di depan gedung dewan.
Selain orasi, para pengunjuk rasa juga menampilkan pertunjukan treatrikal dan pembacaan puisi bertajuk penolakan tambang.
Pengunjuk rasa mengajak anggota dewan untuk bersama-sama ikut menolak kehadiran perusahaan tambang di Kecamatan Linge. “Saya asli putra asal Linge, saya minta dewan ikut menolak tambang di tanah Gayo. Jangan kalian biarkan tambang merusak bumi Lingge,” teriak pendemo.
Demo di Lhokseumawe
Demo menolak tambang emas Linge juga dilakukan mahasiswa Gayo di Lhokseumawe dan Aceh Utara yang menamakan diri Aliansi Hari Tanpa Tambang (Hantam).
Puluhan mahasiswa itu awalnya berkumpul di halaman Masjid Agung Islamic Center untuk selanjutnya bergerak menuju Tugu Rencong Kuta Blang. Di tugu ini mereka berorasi secara bergantian. Sekitar 30 menit kemudian mahasiswa kembali bergerak menuju Taman Riyadah. Di taman Riyadah, mereka kembali melakukan orasi.
Terpisah, Juru Bicara Pemerintah Aceh, Saifullah Abdul Gani yang dihubungi Serambi menyampaikan bahwa hingga saat pihak Pemerintah Aceh belum mengeluarkan izin lingkungan untuk tambang emas di Linge yang akan dikelola oleh PT Linge Mineral Resource (LMR).
Pemerintah Aceh, katanya, bahkan belum menerima dokumen untuk pengajuan Amdal tersebut. “Hingga saat ini Pemerintah Aceh belum mengeluarkan satupun izin, baik untuk izin operasi maupun izin lingkungan kepada PT LMR,” kata pria yang akrab disapa SAG ini.
Lebih lanjut dia menjelaskan, izin untuk operasi tambang di Linge itu dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI, serta didukung oleh surat keputusan Bupati Aceh Tengah. "Jadi yang boleh mencabut izin merupakan lembaga yang mengeluarkan izin, sedangkan Linge ini izinnya kan dari BKPM Pusat dengan surat keputusan Bupati Aceh Tengah," ujarnya.
Meski demikian, kata SAG, pihak Pemerintah Aceh sudah menampung semua aspirasi yang disampaikan oleh mahasiswa. Plt Gubernur Aceh nantinya akan meneruskan aspirasi ini ke BPKM RI dan Bupati Aceh Tengah.
“Tadi Pak Plt Gubernur belum bisa menemui mahasiswa karena sedang berada di gedung DPRA dalam rangka pembahasan APBK-P, yang kemudian dilanjutkan dengan pertemuan dengan kalangan buruh,” jelas Jubir Pemerintah Aceh ini.
Ia juga kembali menegaskan bahwa saat ini belum ada aktivitas tambang emas di Linge. Pihak perusahaan berada di lokasi hanya untuk tahap penapisan (seleksi Amdal) guna keperluan mengurus izin lingkungan atau Amdal. Apalagi Dirjen Minerba Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI dikatakannya juga sudah menghentikan sementara kegiatan PT LMR yang dikeluarkan pada Februari 2019 lalu, karena munculnya beberapa persoalan di lapangan.
Sementara itu, PT Linge Mineral Resource (LMR) memastikan akan tetap melanjutkan sosialisasi kepada masyarakat terkait dengan rencana aktivitas penambangan emas. Meski gelombang penolakan masih terus terjadi, namun diyakini suatu saat nanti masyarakat akan menerima kehadiran perusahaan.
“Gejolak penolakan tambang seperti ini terjadi dimana-mana, dan ini wajar, karena hampir semua perusahaan tambang mengalami hal seperti ini,” kata Kuasa Direktur PT LMR, Ahmad Zulkarnain, kepada Serambi, Kamis (12/9), usai mengikuti rapat dengar pendapat soal tambang di DPRK Aceh Tengah.
Ahmad Zulkarnain menilai kondisi ini terjadi karena kurangnya informasi atau pemahaman masyarakat tentang kegiatan industri pertambangan. “Memang kegiatan tambang ini, pertama tidak populer, serta berpotensi mengubah lingkungan dan ekosistem, sehingga wajar muncul kekhawatiran seperti ini,” sebutnya.
Tapi, lanjut dia, izin produksi atau izin operasi tambang bisa sampai ke tahap diterbitkan harus memenuhi beberapa syarat. Contohnya, harus melewati tahap studi kelayakan hingga Amdal. “Jadi dengan masih panjangnya proses itu, dan kalau nantinya izinnya, berarti tambang ini memang layak secara dukungan,” jelasnya.
Ketika disinggung sikap PT LMR menanggapi gejolak penolakan yang masih terus dilakukan sejumlah pihak, Ahmad Zulkarnain menuturkan bahwa pihaknya sembari melanjutkan studi, juga berupaya untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat.
“Sosialisasi dan pemberian pemahaman pasti akan kami lakukan. Bahkan kami optimis, sebelum izin produksi diberikan masyarakat Gayo sudah bisa menerima,” ungkap Ahmad Zulkarnain.
Seperti diberitakan sebelumnya, PT LMR pada 4 April 2019 lalu, menerbitkan pengumuman rencana usaha dan/atau kegiatan dalam rangka studi AMDAL. Jenis rencana usaha, penambangan dan pengelohan bijih emas Dmp di area seluas 9.684 hektare di lokasi Proyek Abong, Desa Lumut, Desa Linge, Desa Owaq dan Desa Penarun, Kecamatan Linge, Aceh Tengah. (mun/my/bah)