Oknum Penegak Hukum Bisa Dinego, Faktor Bandar Narkoba tidak Pernah Jera
Prilaku dari sebagian oknum penegak hukum yang mudah dinego oleh bandar narkoba yang tertangkap, sehingga berdampak
BANDA ACEH - Prilaku dari sebagian oknum penegak hukum yang mudah dinego oleh bandar narkoba yang tertangkap, sehingga berdampak pada lemahnya penegakan hukum dan hal itu justru memberi peluang besar bagi para gembong narkoba lebih leluasa menjalankan bisnis jahatnya mengedarkan narkoba. Karena, tidak ada efek jera dengan perbuatan yang mereka lakukan.
Pernyataan itu diungkapkan Wakil Dekan I Bidang Akademik dan Kelembagaan Fakultas Psikologi UIN Ar-Raniry, Jasmadi MPsi yang menjadi narasumber eksternal di Program Cakrawala Radio Serambi FM 90,2 Mhz yang mengangkat judul 'Kita Dukung Tindakan Tegas Terhadap Bos Sabu', Kamis (3/10). rogram tersebut dipandu penyiar Eka Nataya dan ikut menghadirkan narasumber internal Manajer Newsroom Serambi Indonesia, Bukhari M Ali.
Jasmadi mengatakan,ada beberapa faktor yang melatarbelakangi para bandar narkoba tidak pernah kapok dan tidak pernah jera untuk tidak lagi mengedarkan narkoba, meski berulang kali mereka ditangkap dan dihukum. Faktor kelemahan itu menurut Jasmadi, tentang kondisi aparat penegak hukum di Indonesia yang masih bisa dinego dan hal itu kerap terjadi dan sudah menjadi rahasia umum.
"Faktor pertama, masih ada oknum-oknum aparatur hukum yang harusnya dipercayakan oleh negara untuk menegakkan hukum justru masih mudah untuk dinego. Bukan hukum yang bisa dinego, tapi aparatur penegak hukumnya yang dinego," sebutnya.
Lalu, faktor kedua mengapa para pengedar serta bandar narkoba itu tidak pernah jera dengan perbuatannya meski sudah sering menjalankan hukuman dan dihadapkan pada hukuman mati, didasari oleh stimulus. "Stimulus dari hasil penjualan narkoba sabu yang mereka lakukan nilainya sangat menjanjikan dan sangat-sangat menggiurkan yang mungkin mencapai miliaran rupiah, sehingga hal itu mendorong untuk melakukannya. Apalagi dengan kondisi ada oknum aparatur penegak hukum di negera kita ini yang mudah dinego," sebut Jasmadi.
Hal terakhir mengapa peredaran narkoba makin subur, karena p eluang hukum yang banyak sekali mengandung pasal-pasal yang kontradiktif. Misalnya, lanjut Jasmadi, ada satu pihak yang mengatakan bisa dihukum mati, lalu karena ada pertimbangan-pertimbangan, katakanlah dari hakim, sebutnya sehingga hukuman bagi para bandar narkoba itu dapat diringankan. "Peluang-peluang hukum yang multitafsir itulah sehingga terus dimanfaatkan dan dicari celah oleh para bandar dan hal itu tidak jauh dengan penegasan kami aparatur hukum yang bisa dinego, bisa diajak kompromi, apalagi para bandar-bandar narkoba ini memang banyak uang dan akan memplotkan berapa saja yang diminta mereka siap," sebutnya.
Menurut Jasmadi MPsi, masyarakat masih kurang paham apa dampak serta bahaya dari penggunaan narkoba, sehingga peredarannya begitu marak dan belum menjadi perhatian. "Saya yakin banyak masyarakat kita yang tidak tahu bahaya narkoba itu dapat merusak ratusan bahkan ribuan sel syaraf serta membuat hidup menjadi tidak normal lagi," sebutnya.
Seseorang yang terkena narkoba itu sudah tidak dapat dipakai atau sudah selayaknya 'digudangkan', artinya hidup mereka sudah tidak normal. "Saya sebagai tenaga pendidik merasakan mahasiswa yang sudah menggunakan narkoba, sudah sulit berkembang untuk diajak berpikir kritis. Bahkan mereka cenderung menjadi individu dan generasi yang tidak mampu lagi bersaing dan sudah tidak dipakai," sebutnya.
Karena itu, terhadap tindakan tegas yang dilakukan aparat penegak hukum terhadap bos sabu, dirinya menyatakan dukungan, bila itu betul-betul terbukti dilakukan oleh gembong narkoba itu untuk menghancurkan negeri dan generasi bangsa ini.(mir)