Liputan Eksklusif
Ramai-ramai Berburu Emas di Geumpang, Sehari Bisa Dapat Rp 200.000 hingga Rp 600.000
Setiba di sebuah kawasan hutan lindung, mereka kemudian berbelok masuk ke dalam hutan, melalui jalan setapak sejauh yang bisa
Kawasan hutan Geumpang, Kabupaten Pidie, kini telah menjadi ladang perburuan para pencari emas. Setiap harinya, ada sekitar seratusan penambang yang datang silih berganti, baik laki-laki maupun perempuan.
Mereka datang dengan penuh harap, bisa pulang dengan segenggam emas. Tak jarang, mereka harus menginap di tengah belantara karena termotivasi atas temuan beberapa serpihan kerikil emas. Sementara yang lain, memilih pulang karena putus asa setelah lelah mencari tanpa hasil.
Siapa saja mereka? Bagaimana proses pencarian emas itu berlangsung dan berapa penghasilan yang mereka dapatkan? Berikut laporan eksklusif wartawan Serambi Indonesia, Muhammad Nazar, yang akan diturunkan mulai hari ini.
PULUHAN sepeda motor melintas beriring-iringan di ruas jalan nasional Geumpang-Meulaboh. Sebagian ada yang datang dari arah Geumpang dan ada juga yang dari arah Meulaboh. Saat itu waktu baru menunjukkan pukul 07.00 WIB.
Setiba di sebuah kawasan hutan lindung, mereka kemudian berbelok masuk ke dalam hutan, melalui jalan setapak sejauh yang bisa dilintasi. Iring-iringan sepeda motor tersebut kemudian berhenti pada satu titik yang tak bisa lagi dilintasi, karena medan yang curam dan licin.
Di titik inilah berjejer puluhan sepeda motor. Beberapa di antaranya sudah terparkir sejak beberapa hari. Bagian roda dikunci menggunakan rantai, dan sebagian lainnya ditutup menggunakan kain.
Dari sini, perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki menyusuri lereng-lereng bukit sejauh 3 hingga 4 kilometer. Rombongan kemudian berpisah di sebuah anak sungai yang dinamakan Pucok Alue. Mereka berpencar menuju ke lokasi masing-masing.
Seorang penambang emas asal Gampong Bangkeh, Kecamatan Geumpang, Tgk Nurdin Ramin (65), mengatakan, ada tujuh lokasi aliran sungai yang menjadi tempat pencarian emas, yaitu Alue Saya, Alue Suloh, Alue Rhek, Alue Jangat, Alue Teungoh, Alue Lhok dan Alue Pancaroba.
“Jika kita berangkat pukul 07.00, tiba di lokasi sekitar pukul 13.00 WIB,” sebut Nurdin.
Didampingi Nyak Cut (60), warga Geumpang lainnya, Nurdin menuturkan, ada tiga cara yang dilakukan warga untuk mencari emas. Salah satunya adalah dengan mendulang menggunakan kayu berbentuk belanga. “Cara ini banyak dilakukan oleh kaum perempuan,” katanya.
Selain mendulang, ada juga cara lain yakni dengan menyedot pasir sungai menggunakan mesin yang kemudian disaring menggunakan plastik khusus penyaring emas. Cara terakhir adalah dengan menembakkan air ke karang atau batu yang diduga melekat butiran emas. Air hasil semprotan kemudian dialirkan ke dalam saringan.
Meski demikian, tidak semua usaha tersebut membuahkan hasil. Sebagian ada yang terpaksa pulang dengan tangan hampa setelah lelah mencari seharian tanpa hasil. Sedangkan yang lain memilih tetap bertahan di hutan, mulai dari beberapa hari hingga seminggu.
“Biasanya mereka yang menginap, mereka yang berhasil mendapatkan butiran emas, sehingga mereka ingin mendapatkan lebih banyak lagi,” tutur Nurdin.
Butiran-butiran emas yang dihasilkan kemudian dijual ke penampung di Geumpang. Rata-rata per harinya para penambang mendapatkan penghasilan antara Rp 200.000 hingga Rp 600.000 tergantung metode pencarian yang dilakukan.
Nurdin mengaku sudah mulai mencari emas sejak tahun 2009. Namun pekerjaan itu dilakoninya pada saat-saat tertentu saja, yakni ketika musim panen padi selesai.