Bangkai Babi di Sungai Subulussalam

Terkait Bangkai Babi Hanyut di Sungai Souraya, Ini Bahaya Kesehatan Menurut dr Sarifin Usman Kombih

”Karena banyak kuman penyakit dari proses pembusukan bangkai babi tadi di air sungai, sementara masyarakat kita bukan hanya menggunakan air sungai

Penulis: Khalidin | Editor: Nurul Hayati
SERAMBINEWS.COM/ KHALIDIN
Dokter Haji Sarifin Usman Kombih, Pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI) 

”Karena banyak kuman penyakit dari proses pembusukan bangkai babi tadi di air sungai, sementara masyarakat kita bukan hanya menggunakan air sungai untuk mandi dan mencuci tapi dikonsumsi. Air yang tercemar juga bisa buat gatal-gatal,” papar Sarifin.

Laporan Khalidin I Subulussalam

SERAMBINEWS.COM, SUBULUSSALAM – Masyarakat Kota Subulussalam yang bermukim di wilayah aliran Sungai Souraya, kini diresahkan banyaknya ditemukan bangkai babi yang hanyut di sungai tersebut.

Terkini, warga menemukan bangkai babi yang hanyut dibawa arus sungai Souraya, Kamis (14/11/2019) di sekitar jembatan Desa Dah, Kecamatan Rundeng, Kota Subulussalam.

Pemerintah Kota Subulussalam telah melakukan rapat koordinasi terpadu.

Untuk membahas persoalan banyaknya bangkai babi yang diduga terkena virus hog cholera.

Bangkai babi itu dibuang ke sungai Souraya hingga sampai ke Subulussalam.

Salah satu keputusan rapat, mengimbau masyarakat yang berada di DAS agar tidak mengonsumsi air sungai.

Selain itu, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang membidangi pencemaran, telah mengambil sample air.

Guna diperiksakan ke laboratorium.

Terkait keresahan masyarakat, Serambinews.com mencoba menanyai dampak air sungai yang tercemar bangkai babi jika benar terkena virus hog cholera.

Adalah dokter H Sarifin Usman Kombih, mantan Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang dikonfirmasi Serambinews.com.

Menurut dr Sarifin, ada perbedaan cholera pada babi dengan cholera yang menjangkiti manusia.

Jika pada babi disebabkan virus hog cholera.

Sedangkan pada manusia oleh bakterium vibrio cholera.

Sarifin mengakui, sejauh ini belum ditemukan virus kolera babi tersebut menular ke ternak lain ataupun manusia.

Yang ada hanya menular dari babi ke babi.

Namun, kata Sarifin, dengan banyaknya ditemukan bangkai babi yang hanyut di Lae Souraya dan diduga terkena virus hog cholera, maka bisa menyebabkan pencemaran air.

Menurut Sarifin, jika manusia terkontaminasi dengan air yang sudah tercemar (minum air sungai, mencuci makanan dengan air sungai, dan lainnya), maka bisa menderita beberapa penyakit.

Di antaranya kolera, disentri,  diare, dan lain-lain.

“Jadi kita harapkan agar masyarakat bisa menghindar mengkonsumsi air sungai tersebut. Dan besar harapan kita agar Dinas terkait bisa memeriksa dengan mengambil sampel air sungai tersebut apakah sudah terkontaminasi atau tidak,” kata Sarifin.

Lebih jauh, mantan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Subulussalam ini mengatakan, penyakit kolera (juga disebut Asiatic cholera) adalah penyakit menular di saluran pencernaan.

Penyakit ini disebabkan oleh bakterium Vibrio cholerae.

Bakteri ini biasanya masuk ke dalam tubuh melalui air minum yang terkontaminasi oleh sanitasi yang tidak benar.

Bisa juga dengan memakan ikan yang tidak dimasak benar, terutama kerang.

Gejalanya termasuk diare, perut keram, mual, muntah, dan dehidrasi.

Kematian biasanya disebabkan oleh dehidrasi.

”Kalau dibiarkan tak terawat, maka penderita berisiko kematian tinggi. Perawatan dapat dilakukan dengan rehidrasi agresif "regimen", biasanya diberikan secara intravena (pemasangan infus) secara berkelanjutan sampai diare berhenti,” terang Sarifin.

Jadi, lanjut Sarifin, kalau ada air sungai yang tercemar apalagi dari kotoran (feses) orang yang kena kolera, maka kalau dikonsumsi air tersebut bisa terjangkit kolera.

Dikhawatirkan sekarang kata Sarifin, adalah efek banyaknya bangkai babi yang mencemari air sungai tersebut.

Sebab, dengan banyaknya bangkai babi yang dibuang ke sungai, dikhawatirkan menimbulkan berbagai macam penyakit terhadap masyarakat.

Seperti diare, disentri, dan lainnya.

”Karena banyak kuman penyakit dari proses pembusukan bangkai babi tadi di air sungai, sementara masyarakat kita bukan hanya menggunakan air sungai untuk mandi dan mencuci tapi dikonsumsi. Air yang tercemar juga bisa buat gatal-gatal,” papar Sarifin.

 Sungai Souraya yang membentang membelah sebagian besar Kota Subulussalam hingga ke Kabupaten Aceh Singkil ini berulu di Aceh Tenggara atau sering disebut sungai Alas. 

Selain itu, beberapa kawasan Dairi, Sumatera Utara juga terkoneksi ke Sungai Souraya.

Termasuk sungai kecil atau kali yang ada di sana.

Ini dibuktikan kejadi akhir 2018 lalu, di mana korban banjir bandang dua desa di Kecamatan Silima Pungga-punga, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara hanyut ke sungai Souraya.

Karenanya, bangkai babi yang hanyut ini diduga berasal dari Kabupaten Dairi atau lainnya. 

Sekadar informasi, Sungai Souraya yang membentang di sepanjang Kota Subulussalam bukan sekadar tempat mencari ikan bagi masyarakat setempat.

Ada ribuan masyarakat yang bermukim di sepanjang Sungai Souraya.

Selama ini mereka memanfaatkan airnya sebagai mandi, mencuci, bahkan untuk konsumsi.

Apalagi bagi masyarakat yang berada di permukiman desa.

Nyaris tak memiliki sumur.

Sehingga sungai menjadi satu-satunya andalan mereka untuk kebutuhan sehari-hari.

Sehingga dengan bangkai babi yang banyak hanyut di sungai, menimbulkan kecemasan bagi masyarakat di Daerah Aliran Sungai (DAS). (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved