Mobil Dinas 100 M
Sentil Pembelian Mobil Dinas Rp 100 M, Ombudsman Aceh Pamer Rumah Janda Konflik yang Memilukan
Taqwaddin mencontohkannya dalam satu unggahan foto di dinding akun facebook-nya yang memperlihatkan betapa mirisnya kondisi rumah-rumah yang dihuni w
Penulis: Ansari Hasyim | Editor: Ansari Hasyim
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Kebijakan pemerintah Aceh yang mengusulkan anggaran Rp 100 miliar dalam APBA dan APBA-P 2019 untuk pembelian mobil dinas mendapat sentilan dari Ombudsman Aceh.
Gerah dengan sikap pemerintah tersebut, Ketua Ombudsman Aceh Dr Taqwaddin Husin memamerkan foto-foto rumah janda korban konflik di Aceh yang kondisinya memperihatinkan.
Taqwaddin yang juga dosen Fakultas Hukum Unsyiah merasa heran dengan usulan anggaran Rp 100 miliar untuk pembelian mobil dinas di lingkungan Pemerintah Aceh tersebut.
Asalannya sangat sederhana.
Kebijakan itu dinilai tidak sepantasnya muncul di tengah kondisi kehidupan rakyat Aceh, terutama korban konflik, yang serba sulit.
Sulit dari segi ekonomi maupun tempat tinggal atau hunian yang layak.
Taqwaddin mencontohkannya dalam satu unggahan foto di dinding akun facebook-nya yang memperlihatkan betapa mirisnya kondisi rumah-rumah yang dihuni warga korban konflik di berbagai tempat di Aceh.
Menurutnya data rumah dalam postingan akun facebook-nya itu bersumber dari dokumen Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR Aceh).
"Ini rumah-rumah janda korban konflik Aceh yg harus dibantu (foto KKR Aceh). Tapi dalam APBA 2019 malah usulan mobil baru di atas 100 M. Heran saya !!?" tulis Taqwaddin menjelaskan foto yang terpampang di akun facebooknya.
Penampakan foto itu mendapat respons banyak pengguna facebook.
Hingga pukul 18.00 WIB, status dan foto tersebut telah mendulang lebih dari 85 komentar pengguna facebook.
Pemilik akun @Aris Munandar, menulis, harusnya uang Aceh itu dinikmati oleh semua orang Aceh, khusunya yang kurang mampu, bukan malah dinikmati oleh mereka yang punya kekuasaan dan jabatan.
• HUDA Tanggapi Rencana Plt Gubernur Aceh yang Ingin Hibah Mobil Dinas ke Dayah
• Plt Gubernur Aceh: Pengadaan Mobil Dinas Kadis Dinilai Sudah Patut
• Mobil Dinas SKPA Rp 100 M, Fraksi PAN: Mereka Inginkan Penampilan Mewah, Bukan Melayani Rakyat
Kemudian akun @Sopiah menulis, Betul pak,sangat disayangkan banyak orang pintar tapi sudah hilang welas asih tidak melihat kebawah,itu membuktikan empati kita sudah pudar,gagal faham kami yang awam melihat ini.
Pengguna akun facebook lainnya @Mawardi Hamid berkomentar, Memang sudah begitu Pak Taqwadin di mulut lain diucapkan tidak sama dengan perbuatannya.... sudah terbuay dengan duit otsus tidak melihat betapa banyak korban konflik yang butuh perhatian pemerintah Aceh....mana pahlawan yang ingin bantu Aceh....jangan pula muncul jadi pahlawan kesiangan bila sudah ada reaksi.....emmh hom hai..
Sedangkan pengguna akun facebook @Fuad Mardhatillah, menulis Berarti pak Taqwa, sbg Ombudsmen, tdk perlu berlama-lama heran, tp lgsung punya PR yg perlu utk mgkritisi dan merevisi kebijakan anggaran pemerintah Aceh yg tdk berpihak pd publik dan rakyat...
Komentar Fuad Mardhatillah direspons Taqwaddin, masalahnya ini sudah menjelang akhir November. Tidak ada lagi Perubahan Kedua untuk membatalkan. Tahun-tahun depan, Insya Allah, Kajian RAPBA harus juga menjadi pengawasan Ombudsman RI Aceh. Thanks senior atas sarannya, tulis Taqwaddin.
Tak hanya Ombusdman Aceh yang menyayangkan usulan dana Rp 100 miliar tersebut.
Sejumlah pihak lainnya juga menyesalkan.
Misalkan, Senator Aceh Fachrul Razi meminta Mendagri Tito Karnavian melakukan evaluasi dan menghapuskan anggaran pengadaan mobil dinas di Pemerintah Aceh sebesar Rp 100 miliar.
Permintaan itu disampaikan senator Fachrul Razi dalam rapat Komite I DPD RI bersama Mendagri di Gedung DPD, Komplek Parlemen Senayan Jakarta, Senin (18/11/2018).
Fachrul Razi juga meminta Kemendagri mengecek kembali dana - dana terkait pengalokasian dan perubahan anggaran di Aceh.
Menurutnya, tidak masuk akal Pemerintah Aceh mengalokasikan pengadaan kendaraan dinas yang begitu besar di tengah tingginya angka kemiskinan Aceh.
"Anggaran itu harus dihapuskan, karena sangat boros, disisi lain kemiskinan Aceh tinggi,” ujar senator ini.
Ketua Fraksi Partai PAN DPRA Muchlis Zulkifli ST juga menilai pembelian mobil dinas di SKPA mencapai Rp 100 miliar dari dana APBA dan APBA-P adalah pemborosan anggaran dan kebijakan yang menyengsarakan rakyat di tengah angka kemiskinan mashi tinggi, begitu juga stunting.
"Lebih baik bangun masjid dan rumah duafa apalagi dalam RPJM Aceh minimal 6.000 rumah per tahunnya dibangun Pemerintah Aceh. Saya rasa lebih cocok membangun masjid dan rumah duafa," ujar Muchlis Zulkifli ST menanggapi polemik dana Rp100 miliar lebih bersumber dari APBA dan APBA-P 2019 terkuras untuk pengadaan mobil dinas di 33 Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA), kepada Serambinews.com, Senin (18/11/2019).
Menurut Muchlis, pengadaan mobil dinas di SKPA di Aceh adalah kebijakan penggunaan anggaran yang tidak memikirkan kondisi perekonomian rakyat Aceh saat ini.
Sehingga terkesan menghamburkan uang rakyat.
"Mereka terkesan membeli mobil dengan uang rakyat hanya inginkan penampilan mewah untuk bisa dilayani bukan melayani rakyat. Seharusnya, mereka menunjukkan kinerja yang mampu membawa Aceh menjadi sejahtera dan membuka lapangam kerja bukan memikirkan kendaraan mobil dinas," ujarnya.
Sementara itu Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, dalam kunjungannya ke Kantor Harian Serambi Indonesia, Senin (18/11/2019) menjelaskan perihal pengadaan mobil dinas untuk sejumlah kepala dinas yang saat ini tengah menjadi sorotan.
Pengadaan mobil dinas di lingkungan Pemerintah Aceh itu ramai dibicarakan karena nilainya mencapai Rp 100 miliar lebih.
Hal itu diketahui dari website Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) Pemerintah Aceh tahun 2019.
Ada dua sumber anggaran pengadaan mobil dinas, yaitu APBA murni dan APBA Perubahan 2019.
Dalam APBA murni dianggarkan Rp 50 miliar lebih dan di APBA-P Rp 50 miliar lebih, dan saat ini sedang dalam proses lelang. Nah, penganggaran dalam anggaran perubahan inilah yang menjadi sorotan.
Nova Iriansyah saat ditanyai hal itu menjelaskan, pengadaan mobil dinas itu dilakukan karena mobil operasional yang digunakan saat ini relatif sudah tua, sehingga pengadaan itu dinilai sudah patut.
"Oh iya (mobilnya sudah lama tidak diperbaharui). Semua mobil yang kita belikan itu ada justifikasinya (pertimbangan)," katanya.
Menurut Nova, tidak ada persoalan dengan pengadaan mobil dinas tersebut, baik secara legal hukum maupun aspek kepatutan.
Tapi kalau dikaitkan pembelian kenderaan opersional dinas dengan rumah duafa, ia menilai itu tidak relevan. "Jadi saya minta pengertiannya lah," ujar Nova.
Nova juga berencana, setiap mobil dinas yang sudah relatif tua tapi masih layak pakai nanti akan dihibahkan ke dayah-dayah yang ada di Aceh.
"Tapi mobilnya masih bagus, jangan pula nanti ada asumsi bahwa mobil rusak yang kita kasih, tidak ada itu, mobilnya masih bagus dan layak jalan," timpalnya.
Saat ini, Plt Gubernur Nova mengatakan sedang menginventarisir jumlah mobil-mobil dinas yang akan dihibahkan ke dayah.
"Saya sedang menginventarisir berapa unit, itu akan kita hibahkan ke dayah-dayah. Karena itu diizinkan oleh peraturan perundang-undangan," tambah dia.
Juru Bicara Pemerintah Aceh, Saifullah Abdulgani juga menegaskan kembali bahwa pengadaan mobil dinas kepala dinas dilakukan karena mobil operasional yang digunakan saat ini bukan mobil baru sejak mereka menjabat. Jika digunakan terus menerus maka biaya operasionalnya akan sangat tinggi.
Karena itu dilakukan pengadaan baru.
Kebanyakan mobil yang diusul adalah jenis Pajero Dakar 4x4.
"Sebab ada kepala dinas yang memantau proyek yang jauh di daerah pedalaman yang medannya memang sulit, tidak bisa dijelajah dengan mobil bertenaga 2x2," jelasnya.
Sementara itu, sejumlah pihak mengkritisi pengadaan mobil dinas melalui APBA-P, seperti LSM Masyarakat Pengawal Otsus (MPO) Aceh.
Menurut Koordinator MPO Aceh, Syakya Meirizal, sejatinya APBA Perubahan itu harus diprioritaskan untuk menyelesaikan persoalan publik yang bersifat darurat dan urgen.
"Aceh harusnya fokus pada kegiatan pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan ekonomi. Fakta bahwa Aceh adalah provinsi paling miskin di Sumatera, harusnya dijawab Pemerintah Aceh dengan program yang berkorelasi langsung terhadap penurunan kemiskinan, bukan beli mobil dinas," katanya.
Menurut Syakya Meirizal, pengadaan mobil dinas dalam APBA murni mungkin masih bisa dimaklumi.
Bisa jadi sebagian Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) memang membutuhkan kendaraan operasional tersebut.
Apalagi anggaran yang dialokasikan hanya sekitar 0,3 persen dari total pagu APBA 2019 Rp 17,1 triliun.
"Tapi alokasi anggaran pengadaan melalui APBA-P harus disorot. Karena dari Rp 220 miliar pagu tambahan dalam APBAP 2019, Rp 50 miliar dialokasikan untuk pengadaan kendaraan. Ini artinya 20 persen lebih tambahan APBA-P tersedot untuk beli kendaraan dinas. Dimana letak urgensinya kebijakan ini," pungkasnya.
Syakya tidak hanya menyorot Pemerintah Aceh, tapi dia juga mengkritisi kinerja DPRA periode 2014-2019.
Anggota dewan saat itu dinilai, tidak menggunakan fungsi pengawasannya secara baik sehingga pengadaan kenderaan operasional kepala dinas melalui APBA-P bisa lolos.
"Kalau anggaran ini bisa lolos, besar kemungkinan Banggar DPRA tidak membahasnya secara konferehensif. Bagaimana mungkin anggaran sebesar itu bisa luput dari penyisiran dewan. Jangan-jangan, dugaan adanya kongkalikong dalam pembahasan APBA-P 2019 bukan sekedar isu belaka," pungkas Syakya.(*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/aceh/foto/bank/originals/rumah-janda-4556.jpg)