Babi yang Mati di Sumut Capai 22.985 Ekor Terserang Hog Cholera, Bangkainya Lintasi Sungai Aceh

Dalam dua pekan, jumlah babi yang mati di Sumatera Utara akibat hog cholera atau kolera babi naik lebih dari dua kali lipat.

Editor: Faisal Zamzami
ANTARA FOTO/IRSAN MULYADI
Personel Babinsa TNI mengangkat bangkai babi dari aliran Sungai Bederah, untuk dikubur, di Kelurahan Terjun, Medan, Sumatera Utara, Selasa (12/11/2019). Sedikitnya 5.800 ekor babi mati diduga akibat wabah virus Hog Kolera dan African Swine Fever atau demam babi Afrika di 11 kabupaten/kota di Sumut. (ANTARA FOTO/IRSAN MULYADI) 

SERAMBINEWS.COM, MEDAN - Dalam dua pekan, jumlah babi yang mati di Sumatera Utara akibat hog cholera atau kolera babi naik lebih dari dua kali lipat.

Tercatat, pada 22 November, sebanyak 10.289 babi mati. Hari ini, Jumat (6/12/2019), Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Sumatera Utara mencatat, jumlahnya melesat hingga 22.985 ekor babi.

"Sampai saat ini, kematian babi positif karena hog cholera. (ASF) kita masih tunggu dari Menteri Pertanian," ujar Kepala Bidang Kesehatan Hewan DKPP Sumut Mulkan Harahap saat dihubungi, Jumat.

Mulkan mengatakan, 22.985 babi yang mati tersebar di 16 kabupaten, yakni di Dairi, Humbang Hasundutan, Deli Serdang, Medan, Karo, Toba Samosir, Serdang Bedagai, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Samosir, Simalungun, Pakpak Bharat, Tebing Tinggi, Siantar, dan Langkat.

Dari 16 kabupaten, Deli Serdang merupakan yang tertinggi dengan angka 6.997 ekor.

Adapun yang tercatat kematian paling sedikit ada di Pematang Siantar sekitar 12 ekor.

Kematian babi akibat hog cholera pertama kali diketahui terjadi di Dairi pada 25 September.

Para petugas terus bekerja dengan melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar menyemprotkan desinfektan, membuka posko, mengubur bangkai babi, dan mencegah masyarakat membuang bangkai babi secara sembarangan.

Pada Jumat (22/11/2019), Mulkan menyatakan sebanyak 10.289 babi mati di Sumut.

Dari sebelumnya hanya di 11 kabupaten, bertambah lima kabupaten lagi yakni di Langkat, Tebing Tinggi, Siantar, Simalungun, Pakpak Bharat.

Diberitakan sebelumnya, matinya ternak babi di Sumut ini meresahkan masyarakat.

Pasalnya, bangkai babi itu dibuang sembarangan di sungai.

Bangkai babi terlihat mengapung di antaranya di Sungai Bederah, Danau Siombak, beberapa sungai di Medan, Deli Serdang, dan Serdang Bedagai.

Bangkai babi juga dibuang oleh orang tidak bertanggung jawab di pinggir jalan.

Polsek Sunggal, beberapa waktu lalu juga menangkap warga bernama Senang Hati Bulolo yang diupah Rp 500.000 untuk membuang bangkai babi.

Polisi juga memergoki Hormat Sianturi membawa bangkai babi dengan becak motornya.

Hormat mengaku akan mengubur bangkai babi di belakang rumahnya.

Sudah lima orang peternak babi yang diperiksa. Namun, hingga kini belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka.

Kapolda Sumut Irjen Agus Andrianto mengatakan, ada indikasi pelaku usaha yang membuang bangkai babi.

Menurut Agus, penanganan tidak hanya pada pembuang bangkai saja.

"Tapi pelaku usahanya akan kita proses. Tadi Dirkrimsus menyampaikan bahwa ada indikasi ada pelaku usaha yang membuang bangkai babi itu. Mudah-mudahan bisa diproses sebagaimana mestinya," ujar Agus.

Bangkai Babi dari Sumut Lintasi Sungai Aceh

Puluhan bangkai babi tiba-tiba melintas mengikuti arus air di kawasan sungai Lae Souraya, Kota Subulussalam, Aceh,  Senin (18/11/2019).

Kondisi ini mulai meresahkan warga.

Warga khawatir bangkai babi tersebut mengandung virus kolera atau virus demam babi afrika yang selama ini marak diberitakan.

Warga takut jika virus kolera babi dan virus demam babi afrika itu akan membahayakan kesehatan dan mematikan.

Bangkai babi yang hanyut sudah dengan keadaan membusuk dan menimbulkan bau yang menyengat dan membuat sungai Lae Souraya tercemar.

Mendapati kondisi ini, Pemerintah Kota Subulussalam langsung meninjau kondisi sungai dan mengambil sampel air sungai untuk diperiksa.

Sampel air dikirimkan ke laboratorium di Sumatera Utara.

Wakil Wali Kota Subulussalam Salmaza mengimbau kepada warga untuk sementara tidak cemas dan memastikan jika menggunakan air, adalah air yang mengalir.

Warga juga diminta menunggu hingga hasil pemeriksaan air sungai dikeluarkan oleh laboratorium penguji.

"Secara dampak karena bangkai tadi hanyut dengan air yang deras, tidak akan memberikan efek apapun, tapi karena sebagian besar warga kita adalah muslim, pastinya ini menimbulkan keresahan," kata Salmaza, Senin (18/11/2019).

"Makanya kita akan menunggu hasil pemeriksaan laboratorium dulu, dan warga pun tidak ada salahnya waspada dan tidak menggunakan air sungai untuk konsumsi.”

Bangkai babi hanyut juga dilihat warga di Kabupaten Aceh Singkil, karena aliran sungai ini juga melintas di Kabupaten Aceh Singkil.

Dampaknya hasil tangkap nelayan sungai menjadi enggan dikonsumsi warga.

Amrin, seorang nelayan sungai di Aceh Singkil, mengaku tak lagi menangkap ikan di sungai untuk sementara waktu, karena warga takut mengkonsumsi ikan hasil tangkapan di sungai.

“Tidak ada yang beli ikan sungai untuk sekarang, takut semua, takut kena penyakit dari virus yang ada, jadi ya saya tidak memancing dulu sekarang,” ujar Amrin.

Amrin mengaku melihat bangkai babi hanyut dalam sepekan terakhir ini.

“ Kalau tidak salah ada sudah sepuluh bangkai yang hanyut ya sudah lewat saja terus,” ujarnya.

Sebagai informasi, sungai Lae Soraya adalah sungai utama di Kota Subulussalam dan Kabupaten Aceh Singkil.

Sungai ini dimanfaatkan warga sebagai sarana untuk transportasi, mencari nafkah hingga memanfaatkan sungai untuk kebutuhan sehari-hari seperti kebutuhan MCK.

Warga pun berharap mereka bisa terus memanfaatkan sungai tanpa terganggu oleh pencemaran bangkai babi dari Sumut.

Tim BPBD Aceh Singkil membakar bangkai babi yang diangkut di Pulau Sarok, Aceh Singkil, Jumat (22/11/2019)(BPBD Aceh Singkil)
Tim BPBD Aceh Singkil membakar bangkai babi yang diangkut di Pulau Sarok, Aceh Singkil, Jumat (22/11/2019)(BPBD Aceh Singkil) 

Sementara Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Singkil, membersihkan sejumlah sungai dari bangkai babi, Jumat (22/11/2019).

Pembersihan itu dilakukan di sejumlah titik seperti di Sungai Singkil, Kuala Singkil dan Kuala Pulau Sarok, Aceh Singkil.

Kepala BPBD Aceh Singkil, Moch Ihsan menyebutkan, bangkai babi itu diduga bukan berasal dari Aceh Singkil. Namun, berasal dari Sumatera Utara.

“Di Kuala Singkil ada beberapa ekor yang kami temukan. Kami musnahkan dengan cara dibakar dan dikubur. Itu dilakukan khawatir bangkai tersebut membawa virus kolera babi. Dari semua lokasi jumlah babi yang sudah diambil tim BPBD itu sekitar belasan ekor," kata Ihsan, saat dihubungi, Jumat.

Dia menyebutkan, pemantauan terhadap sungai dan kuala di Aceh Singkil juga terus dilakukan.

Sejauh ini, sambung dia, begitu informasi ada bangkai babi secepat mungkin tim BPBD mengambil bangkai tersebut.

“Kami ajak juga masyarakat dan nelayan untuk melihat bangkai babi yang hanyut sampai ke Singkil. Jika ada, harap segera menyampaikan informasi ke BPBD Aceh Singkil, langsung kami bersihkan,” pungkas dia.

Sebelumnya, bangkai babi banyak ditemukan di sungai Medan, Sumatera Utara.

Diduga, bangkai itu sebagian telah sampai ke laut dan sampai ke perairan di Aceh Singkil, Provinsi Aceh.

Dampak masuknya bangkai babi ke sungai Singkil, juga dirasakan nelayan serta pengepul ikan di Aceh Singkil.

Ikan hasil tangkapan nelayan tidak laku. Padahal kasus masuknya bangkai babi ke sungai Singkil terjadi dua pekan lalu.

"Kalaupun laku harganya murah," kata Kabang pengepul ikan di Desa Ketapang Indah, Singkil Utara, Aceh Singkil, Sabtu (30/11/2019).

Kondisi itu menyebabkan pengepul ikan rugi puluhan juta rupiah. Lantaran ikan yang dibeli dari nelayan ketika dijual tidak laku.

"Aku sendiri rugi sekitar Rp 15 juta, kawan malah sampai Rp 45 juta. Karena ikan yang dibeli dari nelayan saat dijual tidak laku, terpaksalah dibuang," ujar Kabang.

Kabang mengatakan, dampak bangkai babi bukan hanya dirasakan pengepul ikan seperti dirinya. Tetapi nelayan turut merasakan akibatnya.

Pascakasus bangkai babi mencuat, ikan hasil tangkapan nelayan tidak laku. Kalau pun laku harganya murah, otomatis merugikan nelayan.

Jika harga ikan tidak segera pulih, dalam waktu dekat banyak pengepul ikan gulung tikar. "Kalau tiga bulan masih begini, mati (bangkrut) bangkrut," tegasnya.

Sejauh ini ikan yang laku dan harganya stabil hanya ikan ekspor. Sayangnya jumlahnya terbatas, sehingga tak menguntungkan bagi nelayan kecil dan pengepul ikan.

Kabang berharap Pemkab Aceh Singkil, mencari solusi agar harga ikan kembali normal.

Sebelumnya Kepala Dinas Perikanan Aceh Singkil, Saiful Umar, memastikan ikan laut serta sungai di daerahnya tidak tercemar bangkai babi.

Sehingga, masyarakat tidak perlu khawatir mengkonsumsi ikan.(*)

Lhokseumawe Nyatakan Diri Siap Jadi Tuan Rumah MQK II Tingkat Aceh

Kapoldasu Diganti, Pengantinya Irjen Pol Martuani Sormin Putra Aceh Tenggara

Turnamen Sepakbola dan Bola Voli Perebutkan Piala Bupati Aceh Jaya Dimulai Hari Ini

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Terserang Hog Cholera, Babi yang Mati di Sumut Capai 22.985 Ekor" dan  "Bangkai Babi dari Sumut Lintasi Sungai Aceh, Warga Resah dan Takut Makan Ikan"

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved