Wali Kota Minta Wilayah Banda Aceh Diperlebar
Wali Kota Banda Aceh, Aminullah Usman, memohon kepada Pemerintah Aceh dan Pemkab Aceh Besar agar sudi kiranya
BANDA ACEH - Wali Kota Banda Aceh, Aminullah Usman, memohon kepada Pemerintah Aceh dan Pemkab Aceh Besar agar sudi kiranya memberikan beberapa wilayah (desa atau kecamatan) milik kabupaten itu menjadi lokasi pelebaran wilayah kota yang dipimpinnya tersebut. Pelebaran wilayah itu, menurut Aminullah, penting bagi Banda Aceh dalam rangka menjadikan kota tersebut sebagai daerah ideal untuk ibu kota Provinsi Aceh.
Permintaan itu disampaikan Aminullah dalam Rapat Kerja Bupati/Wali Kota se-Aceh Tahun 2019 di Gedung Serbaguna Setda Aceh, Kamis (5/12/2019). Rapat yang diikuti 23 bupati/wali kota tersebut dibuka Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh, Nova Iriansyah. Turut hadir, Dirjen Bina Administrasi Wilayah Kemendagri, Eko Subowo, anggota Komisi X DPR RI, Hj Illiza Sa’aduddin Djamal, Asisten I dan II Setda Aceh, M Jafar dan HT Ahmad Dadek, para kepala SKPA, serta perwakilan intansi terkait lainnya.
“Banda Aceh saat ini memiliki luas wilayah 61,36 kilometer persegi dengan pertumbuhan penduduk 1,96 persen, dan kepadatan penduduk 42 jiwa/hektare. Dengan 64.008 rumah tangga dan penduduk 259.913 jiwa, Banda Aceh sudah temasuk ibu kota provinsi yang memilik wilayah sangat kecil di Indonesia, setelah Kota Yogyakarta. Karena itu, sudi kiranya diberikan tambahan wilayah untuk Banda Aceh sehingga memiliki luas ideal sebagai ibu kota provinsi yaitu di atas 200 kilometer persegi,” jelas Aminullah.
Program perluasan wilayah Banda Aceh, sambungnya, sudah disampaikan oleh wali kota sebelumnya yaitu Ir Mawardy Nurdin MEng (alm) kepada Gubernur Aceh sekitar sepuluh tahun lalu. Tapi, karena saat itu Pemkab Aceh Besar belum menyetujuinya, maka perluasan wilayah Banda Aceh, pun menjadi terhenti.
Menyikapi Permintaan Wali Kota Banda Aceh, Dirjen Bina Administrasi Wilayah Kemendagri, Eko Subowo, mengatakan, pihaknya sangat setuju dengan usul itu karena alasan yang disampaikan Aminullah sangat logia atau rasional. Alasan itu seperti kepadatan dan pertambahan penduduk serta ruang terbuka hijaunya sangat terbatas. Eko juga mengakui Banda Aceh termasuk ibu kota provinsi di Indonesia yang wilayahnya sangat kecil setelah Yogyakarta dengan luas sebesar 46 kilometer persegi.
Aceh Besar sebagai tetangga Banda Aceh yang memiliki luas wilayah 2.966 kilometer persegi, menurut Eko, tak salah bila memberikan sebagian wilayahnya kepada Banda Aceh. “Kami mohon, permintaan Wali Kota Banda Aceh agar wilayah kota itu bisa ditambah menjadi di atas 200 kilometer persegi direspons oleh Pemkab Aceh Besar dan Pemerintah Aceh. Sebab, kewenangan Mendagri terhadap perluasan wilayah hanya menerbitkan surat keputusan terhadap penambahan tersebut. Sedangkan persetujuan pelepasan wilayah yang akan ditambahkan ke kota bersangkutan merupakan wewenang Pemkab Aceh Besar dan Gubernur,” jelas Eko Subowo.
Permintaan yang sama juga disampaikan Wakil Wali Kota Langsa, Marzuki Hamid. “Kami juga butuh penambahan wilayah. Alasannya, dari total luas wilayah Kota Langsa saat ini yaitu 262,4 kilometer persegi, sekitar 60 persen di antaranya masih merupakan milik PTPN I. Bahkan, 300 meter dari belakang pendopo wali kota, sudah masuk areal PTPN I. Karena itu, kami mohon kepada Bapak Plt Gubernur Aceh agar areal HGU PTPN I yang tak ditanami komoditas perkebunan bisa dialihkan menjadi wilayah Pemko Langsa walau dengan status pinjam pakai,” pintanya.
Alasannya, sebut Marzuki, dengan kepadatan penduduk 568 jiwa/Km dibanding dengan kepadatan rata-rata penduduk Aceh 78 jiwa/Km, Kota Langsa sudah sangat padat dan perlu tambahan areal baru untuk pembangunan berbagai fasilitas umum dan sosial dalam rangka peningkatan pelayanan pemerintah kepada masyarakat. “Permohonan tersebut kami sampaikan pada rapat ini agar bisa ditindaklanjuti oleh Kemendagri dan Plt Gubernur Aceh kepada Kementerian Agraria dan BPN,” pungkas Wakil Wali Kota Langsa.
Terkait usulan pelebaran wilayah dan masalah pertanahan di Aceh, Bupati Abdya, Akmal Ibrahim, dalam rapat kerja itu menyatakan, Pemerintah Aceh sudah diberikan kewenangan yang cukup besar untuk mengatur masalah pertanahan dalam UUPPA dan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2015. Anehnya, kata Akmal, Pemerintah Aceh belum menggunakan kewenangan itu secara maksimal untuk kesejahteraan masyarakat.
“Misalnya, soal hak guna usaha (HGU) perkebunan yang sudah berakhir masa pakainya, maka lahan yang tidak sedang ditanami, jangan lagi diperpanjang izinnya, tapi dialihkan saja untuk masyarakat,” ungkap Akmal. Jika hal itu dilakukan, ia yakin akan membantu menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran di Aceh secara signifikan.
Angka kemiskinan di Aceh saat ini masih sebesar 15,23 persen dan penganggurannya 6,32 persen yang merupakan tertinggi di Sumatera, menurut Akmal, terjadi karena program pemberdayaan ekonomi yang dilakukan pemerintah belum menyentuh 60 persen masyarakat Aceh yang sehari-hari bekerja sebagai nelayan, petani, peternak, pekebun, dan lain-lain.
Selain itu, tambahnya, program yang dibiayai dana otonomi khusus (otsus) masih difokuskan untuk pembangunan infrastruktur, kesehatan, pendidikan, rumah ibadah. Sementara untuk sektor pertanian (tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan) masih jauh di bawah alokasi untuk sektor infrastruktur (25 persen), pendidikan (20 persen) dan kesehatan (10 persen). “Jadi, mulai tahun 2021, coba alokasikan dana otsus untuk sektor pertanian di atas 10 persen dari total APBA. Dengan cara itu, saya yakin angka kemiskinan dan pengangguran di Aceh dalam tiga tahun ke depan akan turun menjadi 11 persen,” pungkas Akmal Ibrahim.
Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, mengatakan, saran dan pendapat yang disampaikan bupati/wali kota tersebut akan menjadi bahan masukan bagi Pemerintah Aceh dalam menyusun program kerja tahun depan. “Saran dan usul yang disampaikan Bupati Abdya, Akmal Ibrahim, dan lainnya akan segera kita tindaklanjuti,” janji Nova.
Asisten II Setda Aceh, H T Ahmad Dadek, mengatakan, pada tahun 2020 Pemerintah Aceh menargetkan dapat menurunkan angka kemiskinan dari 15,23 persen menjadi 14,43 persen dan tahun 2021-2022 menjadi 11,43 persen. “Untuk mencapai target itu, strategi yang akan kita laksanakan antara lain seperti disarankan Bupati Abdya, Akmal Ibrahim, yaitu memperbesar anggaran untuk sektor pertanian dengan menyusun program yang memihak kepada petani, nelayan, peternak, dan pekebun, dan lain-lain,” pungkasnya. (her)