Iran Tembakan Rudal ke Markas Militer AS, Rupiah Langsung Melemah, Ekonomi Indonesia Kian Tertekan

Nilai tukar rupiah melemah terhadap dollar AS pada pembukaan perdagangan di pasar spot pada Rabu (8/1/2020).

Editor: Faisal Zamzami
AFP/ARASH KHAMOUSHI / ISNA NEWS AGENCY
Foto bertanggal 3 Juli 2012 yang menunjukkan rudal jarak dekat Iran, Fateh 110, yang diluncuran saat latihan militer. (AFP/ARASH KHAMOUSHI / ISNA NEWS AGENCY) 

SERAMBINEWS.COM - Nilai tukar rupiah melemah terhadap dollar AS pada pembukaan perdagangan di pasar spot pada Rabu (8/1/2020).

Mengutip data Bloomberg, pada pukul 08.21 WIB, rupiah dibuka pada level Rp 13.935 per dollar AS, melemah 57 poin atau sebesar 0,41 persen dibanding penutupan Selasa Rp 13.878 per dollar AS.

Kepala Riset dan Edukasi PT Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan, ketegangan antara AS dan Iran yang berujung pada serangan balasan Iran ke basis militer AS di Iraq dinilai akan mendorong rupiah melemah.

"Dini hari tadi ada serangan militer balasan dari Iran ke basis militer AS di Iraq dengan menembakkan rudal.

Menumbuhkan sentimen hindar resiko yang akan membayangi perdagangan di pasar keuangan hari ini termasuk rupiah," kata Ariston kepada Kompas.com.

Ariston menilai serangan balasan ini dapat memicu aksi saling membalas dan tidak menutup kemungkinan akan berujung pada perang terbuka di Timur Tengah.

"Ini akan berujung pada perang Timur Tengah dan harga minyak mentah yang turut naik juga bisa membebani rupiah karena CAD Indonesia bisa memburuk," jelasnya.

Ariston menambahkan, dalam beberapa hari kedepan rupiah diproyeksikan akan melemah.

Bahkan pelemahannya bisa melewati Rp 14.000 per dollar AS.

Ariston memproyeksikan rupiah hari ini akan bergerak pada kisaran Rp 13.900 per dollar AS sampai dengan Rp 14.050 per dollar AS.

AS-Iran Kian Memanas, Ini Dampaknya ke Ekonomi RI

Hubungan Amerika Serikat dan Iran kian memans pasca serangan Amerika Serikat ke Baghdad yang menewaskan pimpinan militer Iran Qasem Solaemani, Hal ini memicu kekhawatiran publik mengenai perang dunia ketiga lantaran keterlibatan negara-negara ke masing-masing pihak.

Direktur Riset Centre of Reform on Economics (Core) Piter Abdullah menilai, ketegangan kedua negara yang berlarut bisa menyebabkan defisit migas RI kian melebar.

Pasalnya, dalam beberapa hari terakhir pasca serangan terjadi, harga minyak dunia terus terkerek naik.

"Ketegangan ini juga bisa berdampak ke perekonomian melalui jalur perdagangan misalnya dengan kenaikan harga minyak. Tentunya kita berharap kedua pihak bisa menahan diri dan menyelesaikan perbedaan dengan jalan damai," jelas Piter ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (7/1/2020).

Seperti dikutip dari CNN, harga minyak acuan dunia Brent telah meningkat menjadi di atas 70 dollar AS per barrel sejak Senin (6/1/2020), dan harga minyak acuan AS West Texas Intermediate (WTI) juga naik jadi di kisaran 63 dollar AS per barrel.

Dia pun mengatakan, ketegangan geopolitik tersebut merusak tren sentimen positif di pasar keuangan global yang terbangun paska kesepakatan perdang dagang antara AS dan China.

Kekhawatiran timbulnya perang akan menahan aliran modal asing masuk ke negara-negara berkembang termasuk ke Indonesia.

Hal tersebut bakal berdampak negatif terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah.

Ekonomi Kian Tertekan

Senada dengan Piter, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudistira menjelaskan, dengan meningkatnya ketegangan AS dan Iran, beban subsidi BBM dan tarif listrik bakal bengkak di awal tahun.

Pasalnya, asumsi harga minyak mentah acuan RI (ICP) di APBN 2020 sebesar 63 dollar AS per barrel, jauh lebih rendah dari harga acuan global yang sudah mulai menanjak naik.

Menurutnya, hal itu bisa membuat harga BBM non subsidi jenis Pertamax dan Dex yang diturunkan kembali mengalami penyesuaian.

 "Sementara harga acuan Brent hari ini telah mencapai 70,1 dollar AS per barrel. Di sisi lain, harga BBM non subsidi jenis Pertamax dan Dex berisiko mengalami penyesuaian setelah sebelumnya turun di awal Januari," jelas Bhima.

"Ini ujungnya adalah inflasi yang lebih tinggi dibanding tahun 2019. Jika tekanan pada harga kebutuhan pokok naik, ujungnya daya beli tertekan dan pertmbuhan ekonomi diprediksi merosot dibawah 4.8 persen," ujar dia lebih lanjut.

Selain itu, di pasar keuangan, dampak memanasnya hubungan AS dan Iran akan membuat investor kian takut berinvestasi di pasar negara berkembang.

Investor akan cenderung main aman, misalnya dengan membeli dollar AS atau harga emas. Indikator tersebut sudah terlihat dari naiknya harga emas dunia sebesar 3,5 persen dibandingkan pekan lalu menjadi 1.572 dollar AS per ons dan dollar indeks menguat tipis 0,85 persen dalam sepekan terakhir.

"Kalau di pasar keuangan dampaknya adalah volatilitas yang membahayakan ekonomi dalam jangka panjang," jelas dia.

"Harga bbm dan listrik berisiko naik, daya beli merosot, rupiah melemah, investor menyimpan di aset aman, dan kinerja ekspor maupun investasi makin berat," ucapnya.

Istri jadi Otak Pembunuhan Hakim PN Medan, Putri Jamaluddin Meraung-raung Panggil Abah

Meninggal Dunia Saat Kumandangkan Azan, Suara Tgk Nurdin Terhenti di Lafaz Hayya Alash Shalaah

Meninggal Dunia Saat Kumandangkan Azan, Suara Tgk Nurdin Terhenti di Lafaz Hayya Alash Shalaah

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Iran Tembakan Rudal ke Markas Militer AS, Rupiah Langsung Melemah"

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved