Berita Banda Aceh

Adli Abdullah Nilai Pemulangan Nelayan Aceh di Thailand Bisa Dipercepat, Ini yang Harus Dilakukan

Adli yang selama ini aktif mengadvokasi dan melakukan pendampingan nelayan Aceh ini menyampaikan hal itu lewat siaran pers kepada Serambinews.com

Penulis: Mursal Ismail | Editor: Mursal Ismail
IST
Adli Abdullah 

Adli yang selama ini aktif mengadvokasi dan melakukan pendampingan nelayan Aceh ini menyampaikan hal itu lewat siaran pers kepada Serambinews.com, Selasa (4/2/2020).

Laporan Mursal Ismail | Banda Aceh 

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Dosen hukum Unsyiah, Banda Aceh, Dr M Adli Abdullah, menilai pemulangan 32 nelayan Aceh ditahan di Thailand bisa dipercepat. 

Syaratnya, semua pihak di Aceh bersatu untuk melakukan upaya pemulangan penahanan nelayan Aceh oleh otoritas keamanan Thailand sejak 21 Januari 2020 itu. 

Adli yang selama ini aktif mengadvokasi dan melakukan pendampingan nelayan Aceh ini menyampaikan hal itu lewat siaran pers kepada Serambinews.com, Selasa (4/2/2020). 

Menurut Adli, semua pihak tidak saling melemahkan dan menyalahkan satu sama lain dalam mengupayakan pemulangan nelayan ini. 

Adli juga menilai tidak tepat membandingkan kasus nelayan Aceh yang ditangkap di Thailand dengan kasus mahasiswa Aceh di Wuhan, Cina karena serangan virus corona.

Pohon Besar Tumbang di Gunung Kulu Aceh Besar

"Satu membutuhkan tindakan cermat, yaitu kasus nelayan.

Satu lagi membutuhkan tindakan cepat dan segera, yaitu kasus di Wuhan, Cina," jelas Adli Abdullah. 

Adli mengingatkan urusan melindungi segenap warga negara adalah ranahnya negara yang dijalankan oleh Pemerintah.

"Dalam hal ini Pemerintah Pusat, kemudian Gubernur adalah Wakil Presiden RI di provinsi," kata Adli.

Oleh karena itu, tambah Adli, urusan nelayan sudah seharusya dikomunikasikan oleh Plt Gubernur Aceh dengan pihak Kemenlu untuk diteruskan kepada pihak KBRI. 

Selanjutnya dicermati langkah apa yang tepat dilakukan, pendampingan hukum atau diplomasi agar cepat mendapat repatriasi.

Untuk itu, menurut Adli Abdullah, pihak DPRA termasuk Pemerintah Kabupaten, selayaknya membackup Pemerintah Aceh atau tidak perlu berjalan sendiri-sendiri.

"Soal perlindungan warga tidak boleh dijadikan panggung politik, ini kewajiban negara, jadi jangan main-main," ingat Adli.

Adli Abdullah mengajak semua pihak bersatu untuk mendorong Kemenlu dan KBRI melakukan tugasnya.

"Termasuk memberi saran dan jalan serta jaringan di Thailand, sehingga semua nelayan dapat dipulangkan sesegera mungkin," tambah Adli.

Pria Ini Perkosa 2 Wanita, Predator Seks Ini Pakai Akun Facebook Yoe Loe Untuk Incar Para Korban

Polres Aceh Tamiang Hentikan Kasus Dugaan Ancaman Pembunuhan, Ini Isi Suratnya dan Tanggapan Pelapor

Sekretaris Komisi V DPR Aceh, Iskandar Usman Al-Farlaky   
Sekretaris Komisi V DPR Aceh, Iskandar Usman Al-Farlaky    (For serambinews.com)

Seperti diberitakan SErambinews.com sebelumnya, 32 nelayan Aceh hingga kini masih ditahan otoritas Thailand di negara tersebut. 

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Iskandar Usman Al-Farlaky, meminta Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, untuk memberi perhatian kepada mereka.

Menurut Iskandar, sejak mereka ditahan 21 Januari 2020 atau sudah dua pekan, belum ada tindakan konkret dari Pemerintah Aceh. 

Sekretaris Komisi V DPR Aceh ini menilai kondisi ini berbanding jauh dengan perhatian  Pemerintah Aceh kepada mahasiswa Aceh di Wuhan yang terdampak virus corona. 

“Kita tak sedang membanding-bandingkan.

Namun harusnya para nelayan ini juga mendapat fokus yang sama karena mereka juga warga Aceh,” kata Iskandar kepada Serambinews.com, Selasa (4/2/2020). 

Politisi Partai Aceh itu meminta pemerintah merespon cepat dengan melakukan advokasi agar nelayan Aceh yang ditahan otoritas Thailand bisa segera bebas.

“32 nelayan yang ditahan di Thailand ini adalah keluarga miskin. Anak istri mereka menunggu di kampung tanpa kejelasan nasib," kata mantan aktivis Aceh itu.

Sebagaimana diketahui, dua Kapal Motor (KM) asal Aceh Timur diduga ditahan oleh Otoritas Laut Thailand pada 21 Januari lalu. 

Dua kapal ini adalah KM Perkasa Mahera dan KM Voltus yang diduga terseret arus hingga hanyut ke perbatasan laut tiga negara, yaitu Indonesia, India, dan Thailand.

Kedua kapal asal Aceh ini kini diduga berada di Pangkalan Angkatan Laut Wilayah III Tap Lamuk Provinsi Phangnga, Thailand. 

Adapun jumlah Anak Buah Kapal (ABK) dalam kedua kapal ini diduga 32 orang.

Beberapa nama ABK dari dua kapal itu, yakni Munir (narkoda), Ibrahim (KKM), Saiful, Khairul, Nanda, Ikbal, M Yunus, Nurdin, Dona, Iskandar, Rijal, Adi, Ishak, Munzir.

Kemudian Nurdin, Midi, Edi, Munir, Firman, Pendi, Adi, Aris, Abdul Hadi, Andi, Saleh, M Jamil, Adi dan Mawardi.

Iskandar berharap seluruh ABK yang ditahan segera mendapat pendampingan dari Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI. 

Dirinya juga mengaku sudah mengirim surat ke Kemenlu pada 22 Januari untuk mengadvokasi pembebasan 32 nelayan Aceh itu agar bisa pulang dengan selamat.

“Semoga dengan adanya advokasi yang cepat, mereka bisa segera dipulangkan ke Aceh.

Soalnya mereka tidak sengaja masuk perairan Thailand, tapi hanyut dan terseret arus," katanya.

"Saya berharap keluarga ABK tetap tenang selama advokasi berlangsung,” pungkas anggota DPRA asal Aceh Timur ini. (*)    

 
 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved