Muara Krueng Meureudu Dangkal, Sudah Dua Tahun Dibiarkan
Muara Krueng Meureudu atau babah kuala telah dangkal lebih dari dua tahun, padahal sudah sering dikeluhkan oleh seribuan nelayan
MEUREUDU- Muara Krueng Meureudu atau babah kuala telah dangkal lebih dari dua tahun, padahal sudah sering dikeluhkan oleh seribuan nelayan Pedie Jaya . Persoalan itu telah beberapa kali dilontarkan dalam sejumlah pertemuan dengan pejabat terkait, tetapi masih juga dibiarkan, tanpa ada penanganan secara serius.
Hal tersebut disampaikan Panglima Laot Pidie Jaya, Abdul Hamid Husen, kepada Serambi, Kamis (6/2), dimana sudah beberapa kali menyampaikan persoalan kepada dinas terkait maupun pemkab, tetapi belum ada tindak lanjut. Dikatakan, para nelayan di dua kecamatan tersebut terus mengeluhkan kondisi itu, karena kesulitan saat akan pergi melaut atau kembali ke pangkalan pendaratan ikan (PPI) Meureudu. “Bukan hanya di mulut sungai saja yang dangkal, tetapi sekitar 150 meter arah PPI juga bernasib sama.” katanya.
Hal serupa juga dilontarkan M Nasir Mahmud, Abu Laot Lhok Meurahdua. "Babah kuala sudah sekian lama dangkal, sehingga hasil tangkapan ikan para nelayan harus transit di laut,” imbuh Abu Nasir saat dihubungi, kemarin siang mengaku sedang berada di Takengon, Aceh Tengah. “Sudah hasil tangkapan terkadang minim, harus transit ke boat lain lagi," ujarnya.
Keluhan nelayan di dua kecamatan tersebut hanya khusus persoalan kedangkalan muara sungai. Kadis Kelautan dan Perikanan Pidie Jaya, Burhanuddin SP dan Kabid Kelautan, Yulizar SPi yang dihubungi melalui ponsel tidak berhasil, kendati terdengar nada masuk, tapi tidak memberi jawaban
Dilansir sebelumnya, seribuan nelayan di Kuala Panteraja, Pidie Jaya (Pijay) mendesak pemkab melalu Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) agar segera menormalisasi kuala yang sudah dangkal seusai diterjang gempa dan tsunami 2004 lalu.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Pidie Jaya, Ir H Muhammad Bentara kepada Serambi, Senin (30/12/2019) mengatakan pasca tsunami 2004 atau persisnya 15 tahun lalu, kondisi Kuala Panteraja sangat dangkal, sehingga sulit dilalui boat para nelayan. "Apalagi saat air surut, para nelayan harus transit di laut lepas, seraya menunggu air pasang guna membongkar hasil tangkapan ikan," sebutnya.
Dia mengatakan, dalam waktu 15 tahun terakhir, sejumlah fasilitas pendukung, berupa pasar lelang ikan, gudang, serta pusat dermaga dalam komplek Pusat Pendaratan Ikan (PPI) telah rusak. akibat tidak ada perawatan. Hal itu akibat seratusan boat di atas 7 gross ton (GT) tak dapat secara baik ditambatkan di Kuala Panteraja.
Malahan komplek dermaga itu telah ditumbuhi semak belukar sehingga mengesankan tidak terurus. Ditambahkan, jika pemerintah senantiasa melengkapi fasilitas pendukung, terutama pengerukan atau normalisasi kuala ini, maka akan menghidupkan kesejahteraan para nelayan dan masyarakat.
Dia mengatakan akan ada juga peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) setiap tahun secara berkelanjutan. Menurut Plt Ketua Partai Amanat Nasional (PAN) Pijay itu, pemerintah harus segera mencari solusi dengan melobi nasional agar pengerukan kuala yang sudah sangat dangkal sepanjang 1 km lebih dapat dilakukan.
Menanggapi desakan para nelayan untuk pengerukan Kuala Panteraja itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Pijay, H Kamaluddin MSi, Senin (30/12) mengatakan, dua pekan lalu pihaknya telah melakukan audiensi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) guna membahas kelanjutan pembangunan PPI Kuala Panteraja serta program pengembangan garam.
"Kelanjutan audiensi ini antara pemerintah Pijay akan dihadiri bupati dan wakil bupati pada pertengahan Januari 2020 mendatang," jelasnya.(ag/c43)