Rabiah Menangis Pikirkan Dua Anaknya di Thailand, Kasus Penahanan 32 Nelayan Aceh
Air mata Rabiah Abdullah (50) mengalir deras. Ia tak kuasa menahan kesedihan memikirkan dua anaknya yang saat ini ditahan otoritas
IDI - Air mata Rabiah Abdullah (50) mengalir deras. Ia tak kuasa menahan kesedihan memikirkan dua anaknya yang saat ini ditahan otoritas keamanan Thailand. Ia sangat berharap dua anaknya, Munir A dan M Nasir dapat dibebaskan.
Di sisinya, Ulfa Yanti (35), tengah memangku anak bungsunya yang masih kecil juga ikut mencucurkan air mata. Ulfa merupakan istri dari Munir A, abang dari M Nasir. Abang beradik itu merupakan dua dari 32 nelayan Aceh yang ditangkap pihak keamanan Thailand pada 21 Januari 2020 lalu.
Ke-32 nelayan itu melaut menggunakan KM Perkasa Mahera dan KM Voltus. Mereka ditangkap di perbatasan laut tiga negara, yaitu Indonesia, India, dan Thailand. Diduga karena dihempas ombak dan keterbatasan alat navigasi, sehingga membuat kedua kapal itu masuk ke perairan Phuket, Thailand.
“Saya kepikiran terus tentang kondisinya. Tiap malam saya tidak bisa tidur, dan tidak selera makan,” isak Rabiah yang ditemui Serambi di kediamanya, Gampong Tanoh Anou, Idi Rayeuk, Aceh Timur.
Ia sangat berharap kedua anaknya dapat segera kembali. Apalagi mereka berdua merupakan tulang punggung keluarga. Rabiah tak sanggup membayangkan bagaimana kehidupan mereka tanpa kedua anaknya. Apalagi Munir memiliki empat anak yang masih kecil-kecil.
“Harapan saya, kedua anak saya segera kembali. Tidak ada yang menafkahi kami selain mereka, apalagi cucu saya masih kecil-kecil,” imbuh Rabiah didampingi Petugas Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) Idi Rayeuk, Rahmat Hidayat.
Demikian juga dengan Ulfa Yanti. Air matanya juga tak terbendung. Sambil memangku si bungsu, ia juga sangat berharap agar suami dan adik iparnya segera bisa pulang. “Anak saya empat masih kecil-kecil. Jika tidak ada suami siapa yang akan menafkahi mereka, sedangkan saya tidak punya usaha apapun,” ungkap Ulfa.
Di tempat terpisah, harapan yang sama juga disampaikan Nur Asthma (47), ibu dari Sayed Khadafi, salah seorang anak buah kapal (ABK) di KM Voltus. Di dampingi adiknya, Islahuddin Mahmud (45), Nur sangat berharap anaknya kembali dengan selamat.
“Sejak ditangkap tidak pernah komunikasi. Hati saya sangat susah, karena tidak pernah jauh dari anak. Semoga bisa segera dipulangkan,” harap Nur.
Cari solusi
Bupati Aceh Timur, H Hasballah Bin HM Thaib SH, saat dikonfirmasi Serambi menyampaikan bahwa ia terus berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI. Demikian juga pihak Kemenlu juga terus berkoordinasi dengan Pemerintah Thailand untuk mencari solusi penanganan para ABK Aceh yang masih ditahan.
“Sekarang Kemenlu RI sedang di Thailand sedang memediasi proses penyelesaiannya. Mereka (para ABK) saat ini dalam keadaan sehat. Mereka terus dalam pantauan kita,” ungkap Bupati Rocky.
Bupati mengaku menerima setiap laporan terkait perkembangan upaya pembebasan nelayan Aceh di Thailand. “Mudah-mudahan segera ada solusi yang terbaik. Pihak keluarga mohon bersabar, karena mereka (Thailand) juga ada undang-undang. Kita hanya memohon berdasarkan hubungan baik antara Indonesia dengan Thailand. Kita harap semoga para ABK segera dibebaskan,” ujar Bupati.
Rocky juga berpesan kepada para nelayan yang hendak melaut agar melengkapi seluruh dokumen dan peralatan, karena melaut penuh dengan resiko yang bisa terjadi setiap saat. “Mudah-mudahan hal ini tidak terjadi lagi. Kita juga mohon agar UPTD PPN Idi melakukan verifikasi dan pendataan terhadap kapal nelayan yang hendak melaut,” pinta Rocky.
Anggota DPRA dari daerah pemilihan Aceh Timur, Iskandar Usman Al-Farlaky juga mengaku akan terus memantau perkembangan nelayan Aceh di Thailand. Ia berharap Kemenlu bisa mengupayakan pembebasan mereka semua.
“22 Januari lalu kita sudah menyurati Menteri Luar Negeri, Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kemlu RI, serta Direktur Perlindungan WNI Kemlu RI. Kita berharap ada solusi secepatnya untuk pembebasan nelayan Aceh di sana,” ujar Iskandar.
Dirinya berharap Kemlu dapat bertindak cepat dengan memberi bantuan hukum dan perdampingan kepada nelayan asal Aceh Timur ini. “Mari kita advokasi ini bersama-sama, semoga cepat selesai," tambah politikus Partai Aceh ini.
Sekretaris Panglima Laot Aceh, Miftach Cut Adek, mengungkapkan, saat ini ada 57 nelayan Aceh yang masih ditahan di sejumlah negara di Asia, yakni di Thailand, Myanmar, dan India. Mereka ditangkap karena melewati batas teritorial laut.
Kebanyakan nelayan Aceh tersebut ditangkap dalam kurun waktu dua tahun terakhir. Sebagian diantaranya sudah disidang dan sedang menjalani masa hukuman. “Terbaru sebanyak sebanyak 32 nelayan Aceh ditangkap di Thailand pada 20 Januari lalu,” kata Miftach kepada Serambi, Sabtu (8/2/2020).
Ke-32 nelayan Aceh itu berasal dari Idi, Aceh Timur, berangkat dengan dua boat secara beriringan. Mereka ditangkap karena melanggar batas wilayah, meskipun saat itu boat yang mereka tumpangi dalam keadaan rusak mesin.
Lalu di Nicobar-Andaman, India, juga ditangkap sebanyak 25 nelayan asal Aceh. Mereka ditangkap dalam tiga kali penangkapan selama 2019. "Bahkan ada nelayan asal Aceh Barat Daya yang keluarga sudah mengadakan tahlilan, karena tidak ada kabar. Tapi baru kita ketahui bahwa mereka ternyata ditahan di penjara Andaman, dan sudah kita beritahu kepada keluarga," ujar Miftah.
Sementara di Myanmar, lanjut Miftah, sempat ada puluhan nelayan Aceh yang ditahan di kawasan Khuanthung. Namun sudah berhasil dipulangkan oleh pemerintah. Saat ini hanya ada satu nelayan lagi yang ditahan atas nama Jamaluddin sebagai tekong kapal, ia menjalani hukuman 7 tahun.
Menurutnya, nelayan Aceh yang ditangkap diluar negeri itu rata-rata mati mesin dan dibawa arus. Namun ada juga yang ditangkap karena kehilangan arah ketika kabut asap melanda perairan Aceh. Miftah berharap kepada pemerintah Aceh dan pemerintah RI agar mengadvokasi, sehingga para nelayan bisa kembali berkumpul kembali bersama keluarganya. "Apabila bisa diupayakan dibebaskan, maka harus dibebaskan," tandas Miftah.(c49/mun)