Kisah Abdullah, 10 Tahun Terpilih Jadi Kepala Desa Tapi Belum Dilantik, Cari Keadilan ke Gubernur
Abdullah terpilih saat pemilihan kepala desa yang berlangsung secara demokratis di desanya 10 tahun silam atau tepatnya pada 30 Juni 2010.
Panitia kemudian membuat SK penetapan kades terpilih, setelah itu panitia serahkan ke Badan Permusyawaratan Desa (BPD) untuk ditindaklanjuti ke Bupati melalui kecamatan,” ungkap Abdullah.
Dia mengaku setelah berkas hasil pemilihan kepala desa sampai ke kecamatan, saat itu pula camat langsung memproses berkas tersebut dan langsung disahkan.
Selanjutnya dibawa ke Pemkab Buru untuk diproses.
“Tapi saat berkasnya mulai proses di bidang pemerintahan, di situlah dia mulai terganjal.
Pada waktu itu bupati Buru yang masih dijabat Husni Hentihu menyampaikan pemilihan tidak sah,” katanya.
Bentuk tim
Merasa dijegal, Abdullah kemudian membentuk tim yang melibatkan tokoh masyarakat, adat, agama, dan tokoh pemuda.
Ini untuk mengawal proses pelantikan dirinya sebagai kepala desa terpilih.
Saat itu tim kemudian menemui bupati Buru di kantornya.
Namun, bupati tetap bersikeras pemilihan kepala desa Jikumerasa tidak sah.
“Saat itu bupati dengan lantang menyatakan pemilihan tidaksah. Lalu waktu itu tim bertanya kepada Pak Bupati 'kalau pemilihan tidak sah tidak sahnya di mana? Lalu beliau menjawab 'ada kesahan pada BPD',” ujarnya.
Setelah pertemuan itu, Abdullah kemudian mengirimkan surat secara resmi ke bupati buru untuk mempertanyakan statusnya sebagai kepala desa terpilih.
Surat yang dilayangkannya itu juga ditembuskan ke Gubernur Maluku yang saat itu masih dijabat Karel Albert Ralahalu.
Hasilnya, Pemprov Maluku menanggapi surat tersebut dan meminta hasil pemilihan kepala desa di Jikumerasa harus diproses dan diselesaikan.
Namun, rekomendasi Pemprov Maluku tidak juga diindahkan Pemkab Buru.