Virus Corona Serang Dunia
Presiden AS Donald Trump Ragukan Data Kasus Virus Corona di China
Presiden AS Donald Trump menyuarakan keraguan atas data virus corona yang dirilis China, setelah seorang politisi menuding Beijing menutupinya.
SERAMBINEWS.COM, WASHINGTON DC - Presiden AS Donald Trump menyuarakan keraguan atas data virus corona yang dirilis China, setelah seorang politisi menuding Beijing menutupinya.
"Bagaimana kita tahu jika (laporan) itu akurat? Angka mereka kelihatan tidak jelas di satu sisi," ujar dia dalam konferensi pers.
Trump melanjutkan, meski meragukan data virus corona China, dia bersikeras hubungannya dengan Beijing maupun Presiden Xi Jinping tetaplah baik.
Akan tetapi, kontroversi terkait transparansi Negeri "Panda" sudah membuat relasi kedua negara tegang, dikutip oleh AFP Kamis (2/4/2020).
Apa lagi diperparah dengan teori konspirasi yang disembulkan salah satu pejabat China, bahwa militer AS membawa wabah ke Wuhan.
Anggota Kongres AS asal Partai Republik mengungkapkan kekesalan mereka setelah membaca pemberitaan Bloomberg yang mengutip intelijen.
Para politisi tersebut menyatakan Beijing menyesatkan dunia terkait angka infeksi dan kematian virus yang pertama kali menyebar di Wuhan pada Desember 2019 itu.
Bloomberg memberitakan dokumen rahasia intelijen yang dikirimkan ke Gedung Putih pekan lalu, menekankan bahwa laporan itu sengaja tidak dilengkapi.
Senator dari Republik, Ben Sasse, menyatakan laporan yang dirilis Beijing terkait virus dengan nama resmi SARS-Cov-2 itu adalah "propaganda sampah".
"Klaim bahwa Amerika Serikat mempunyai lebih banyak kasus virus corona dibandingkan China adalah kesalahan," cetus Sasse dalam pernyataan tertulis.
Sementara anggota Komite Luar Negeri DPR AS, Michael McCaul, menuturkan bahwa Negeri "Panda" tak bisa dipercaya dalam memerangi Covid-19.
McCaul berkata, Negeri "Panda" tidak hanya berbohong terkait adanya transmisi antar-manusia, tapi juga membungkam tim medis yang menyuarakan wabah tersebut.
"Kini, nampaknya mereka berusaha menyembunyikan jumlah sebenarnya orang yang sudah terpapar oleh wabah tersebut," kecam McCaul.
Bahkan berdasarkan penuturan dari sejumlah pejabat telik sandi anonim, data yang dipaparkan oleh Negeri "Panda" itu palsu.
Merujuk kepada data Universitas John Hopkins, China mempublikasikan laporan bahwa angka infeksi mencapai 82.394 orang, dengan 3.316 orang meninggal.