IDI Ingatkan Potensi Serangan Tahap II

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) wilayah Aceh mengingatkan tentang potensi serangan Covid-19 tahap II di Aceh, yang bisa jadi

Editor: bakri
zoom-inlihat foto IDI Ingatkan Potensi Serangan Tahap II
IST
Dr. dr. Safrizal Rahman, M.Kes, SpOT, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Aceh

* Ancaman Terbesar dari Sumut dan Malaysia

* Tingkatkan Kewaspadaan di Bulan Ramadhan

BANDA ACEH - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) wilayah Aceh mengingatkan tentang potensi serangan Covid-19 tahap II di Aceh, yang bisa jadi eskalasinya lebih besar dari yang sebelumnya. Ancaman terbesar datang dari provinsi tetangga Sumatera Utara dan Malaysia, ditambah lagi adanya anggapan masyarakat bahwa Aceh sudah aman dari Covid-19.

Menurut Ketua IDI Wilayah Aceh, Dr dr Ikatan Dokter Indonesia MKes SpOT, ada sebagian masyarakat saat ini berangapan bahwa Aceh sudah aman dan sudah terbebas dari Covid-19. Anggapan tersebut muncul setelah sembuhnya empat pasien Covid-19 dua minggu lalu, dan Aceh sempat mengalami nol kasus positif sebelum kemudian bertambah dua pasien lagi.

“Tidak banyak provinsi yang seperti kita, sudah punya kasus, sembuh dan kosong. Ini artinya kasus itu kasus impor (dari daerah lain) dan belum ada transmisi lokal di Aceh,” katanya kepada Serambi, Rabu (22/4/2020).

Anggapan tersebut, lanjutnya, membuat masyarakat Aceh menjadi rileks. Anjuran pemerintah agar melakukan social distancing dan physical distancing tidak lagi diindahkan, kedai kopi dan tempat wisata juga kembali ramai. “Padahal sebenarnya sekitar kita masih terus bergejolak, bahkan eskalasinya makin tinggi, seperti di Sumatera Utara (Sumut),” imbuhnya.

Kondisi Aceh hari ini, kata Safrizal, eskalasi kasus Covid-19 mulai ada lagi, tetapi dengan pergerakan yang lambat. Namun hati-hati, eskalasi yang lambat itu bisa jadi karena ketidakmampuan pemerintah untuk mendeteksi dalam jumlah besar seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Amerika Serikat.

Jangan-jangan, lanjutnya lagi, apa yang terjadi di Aceh saat ini bukanlah gambaran sebenarnya dari kasus Covid-19. Apalagi hanya sekitar 20 persen dari kasus Covid-19 yang menunjukkan gejala, sisanya 80 persen lagi tanpa gejala atau disebut orang tanpa gejala (OTG). Kelompok ini umumnya orang-orang muda, berperan sebagai carier (pembawa) yang bisa menularkan virus ke orang lain.

Karena itu, lanjut Safrizal, mengabaikan anjuran pemerintah tentang social distancing akan menyebabkan kelompok ini bersosialisasi berada di tengah keramaian dan menyebarkan penyakit ke orang lain. “Harapan kita, Aceh saat ini memang seperti anggapan masyarakat dan mudah-mudahan tidak ada peningkatan kasus. Tetapi kita juga harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya untuk menghadapi kondisi yang terburuk,” tambahnya.

Dari Sumut

Ancaman berikutnya datang dari Sumatera Utara (Sumut). Safrizal Rahman menyebutkan, Sumut saat ini merupakan epicentrum baru kasus Covid-19 di Sumatera dengan jumlah kasus pasien positif mencapai lebih dari 90 orang per Rabu (22/4/2020) kemarin.

Setiap harinya, puluhan kendaraan keluar masuk Aceh melalui tiga pintu perbatasan, Aceh Tamiang, Aceh Tenggara, dan Subulussalam. Bila tidak dilakukan pengawasan ketat dan serius, bukan mustahil Aceh akan kembali mendapatkan kasus impor dari Sumut. “Satu kasus positif terbaru yang kita miliki membuktikan bahwa pasien punya riwayat pulang dari Kota Medan (Sumut),” sebut Ketua IDI Aceh ini.

Di samping itu, besarnya ketergantungan Aceh terhadap Sumut terutama dalam hal pemenuhan kebutuhan barang kebutuhan juga membuat arus keluar masuk dari dan ke Aceh sulit untuk dikurangi, terlebih dalam suasana puasa Ramadhan dan menjelang Lebaran Idul Fitri.

Jumlah masyarakat Aceh yang tinggal di Kota Medan juga sangat banyak. Di tengah suasana menjelang puasa dan lebaran ini, dikhawatirkan banyak masyarakat Aceh yang akan pulang kampung. “Apalagi jika Sumut mengajukan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), praktis berbagai kegiatan bisnis akan berhenti. Jika tidak dilakukan antisipasi dini, sangat mungkin akan ada lonjakan pulang kampung,” papar dr Safrizal.

Dari Malaysia

Ancaman masuknya Covid-19 ke Aceh juga datang dari perantau Aceh di Malaysia yang jumlahnya juga tidak sedikit. Safrizal mengatakan, jika tidak ada upaya pemerintah seperti legalisasi pulang kampung, penjemputan, proses karantina  dan lain-lain, dikhawatirkan warga Aceh perantauan akan memilih pulang melalui jalur belakang karena tidak ingin tersangkut kasus hukum.

“Kita ketahui, saat ini banyak masyarakat Aceh yang berada di Malaysia berusaha pulang melalui berbagai jalan tikus, sehingga sangat sulit untuk dipantau. Kita khawatir mereka menjadi pembawa virus Corona ke Aceh dan ini akan menjadikan Aceh berhadapan dengan serangan kedua,” timpalnya.

Bulan Ramadhan

Oleh karena itu, IDI berpesan kepada masyarakat Aceh agar tetap meningkatkan kewaspadaan, terutama di bulan Ramadhan ini, dengan tetap mengikuti anjuran dari pemerintah. Saat paling rawan di bulan Ramadhan dikatakannya adalah saat menjelang berbuka puasa hingga menjelang sahur.

Seperti diketahui, menjelang berbuka, masyarakat Aceh biasanya banyak yang keluar rumah mencari penganan berbuka. Ketika malam, seusai melaksanakan Tarawih, banyak warga yang keluar duduk-duduk santai di warung kopi hingga menjelang Subuh.

“Dengan berbagai kondisi tersebut, sangat mungkin Aceh akan mengalami serangan kedua dari wabah ini, bisa jadi dengan eskalasi yang lebih besar,” ucapnya.

Dia mencontohkan Singapura yang sudah mengalami serangan kedua, setelah berhasil mengatasi Covid-19. Serangan kedua ini merupakan kasus impor yang dibawa oleh orang-orang yang berkunjung ke negara tersebut. Demikian pula di Cina, dimana saat ini dilaporkan kembali memiliki kasus yang umumnya berasal dari negara lain terasuk Indonesia.

“Sampai saat ini Aceh belum terbukti memiliki transmisi lokal. Ini wajib kita syukuri sekaligus kita pertahankan. Geografis kita sangat memungkinkan untuk itu. Banyak upaya yang bisa dilakukan asal bersungguh-sungguh, karena strategi terbaik menghadapi pandemic Covid-19 adalah menghindari terjangkit,” demikian Safrizal.

Pasien positif Covid-19 di Sumatera Utara (Sumut) kembali merangkak naik menjadi 111 pasien hingga Rabu (22/4/2020) pukul 17.00 WIB. Data yang disajikan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Pemprov Sumut, terdapat adanya 6 pasien baru yang bertambah dari hari sebelumnya, yaitu 105 pasien.

"Pemerintah Provinsi Sumatera Utara mengkonfirmasi bahwa orang yang terpapar Covid-19 dimana pasien positif dengan pemeriksaan PCR berjumlah 93 orang, pasien positif dengan menggunakan rapid test berjumlah 18 orang pasien," tutur Juru Bicara, dr Aris Yudhariansyah, saat konfrensi pers di Gedung Pemprov Sumut, Medan, kemarin.

Selain penambahan pasien positif, pasien yang sembuh dari virus Corona juga bertambah satu orang dari hari sebelumnya, dan pasien yang meninggal bertambah satu orang. "Pasien yang sembuh total ada 22 orang dan pasien yang meninggal dunia 11 orang," jelasnya.

Sementara, Pasien Dalam Pengawasan (PDP) bertambah 7 orang dalam sehari total menjadi 153 pasien dari hari sebelumnya 146 orang. "Orang dalam pemantauan berjumlah 2134 orang, sedangka pasien dalam pengawasan berjumlah 153 orang," tambah Aris.

Demikian juga jumlah angka korban positif Covid-19 di wilayah Kota Medan. Hingga Rabu (22/4/2020) siang, update data jumlah pasien positif Covid-19 bertambah satu dari sebelumnya 62 menjadi 63 orang. 

Dari 63 pasien berstatus positif tersebut, ada sebanyak 13 orang yang sembuh, 7 kasus meninggal, dan 43 orang tengah menjalani perawatan. Sedangkan, untuk jumlah Pasien Dalam Pengawasan (PDP) tercatat sebanyak 259 orang dengan rincian 21 orang meninggal, 84 masih dirawat dan 154 sudah dipulangkan.

Sementara itu, jumlah ODP (orang dalam pemantauan) tercatat 997 orang dengan rincian 901 selesai dipantau dan 96 orang sedang dalam pemantauan. Sedangkan rincian status Orang Tanpa Gejala (OTG) yang tengah dipantau sebanyak 234 orang, dan 616 Orang Pelaku Perjalanan (PP).

PSBB atau Cluster Isolation

Adapun dalam upaya mengatasi wabah virus Corona, Pemko Medan mulai mempertimbangkan untuk memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Cluster Isolation. Saat ini Pemko Medan tengah mempelajari kedua konsep tersebut bersama tim ahli dan Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Medan.

Konsep tersebut merupakan hasil rekomendasi yang diberikan Tim Ahli Balitbang sebagai masukan kepada Pelaksana Tugas (Plt) Wali Kota Medan Akhyar Nasution. Rekomendasi tersebut disampaikan dalam Rapat Percepatan Rekomendasi Bidang Tim Ahli Gugus Tugas di Gedung Serba Guna PKK Kota Medan Jalan Proyek Rotan, Medan Petisah. Senin (20/4/2020) lalu.

"Jadi rapat tadi (kemarin) menghasilkan beberapa pandangan dari Tim Ahli Gugus Tugas dan ada 2 pilihan, pertama yang disampaikan adalah PSBB tapi melihat kondisi Kota Medan, menurut para pakar itu belum perlu untuk dilaksanakan. Alternatifnya adalah cluster isolation, dengan melihat pergerakan data yang ada di Kota Medan. Sistem cluster isolation adalah siapa yang sakit dia yang diisolasi, lebih fokus penanganannya dan by name by address tim sudah punya data," ujar Akhyar. (yos/Tribun Medan)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved