Tim Advokasi Sebut 9 Kejanggalan dalam Sidang Novel Baswedan, Desak MA, KY, hingga Ombudsman Awasi

Tim Advokasi Novel Baswedan mendesak Badan Pengawas Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial memantau persidangan kasus penyiraman air keras terhadap Novel.

Editor: Faisal Zamzami
KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG
Penyidik KPK Novel Baswedan tiba di gedung KPK, Jakarta, Kamis (22/2/2018). Novel kembali ke Indonesia setelah sepuluh bulan menjalani operasi dan perawatan mata di Singapura akibat penyerangan air keras terhadap dirinya.(KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG) 

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Tim Advokasi Novel Baswedan mendesak Badan Pengawas Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial memantau persidangan kasus penyiraman air keras terhadap Novel.

Anggota Tim Advokasi Novel, Kurnia Ramadhana mengatakan, Badan Pengawas MA dan KY harus ikut memantau karena proses persidangan kasus Novel penuh kejanggalan.

"Tim Advokasi Novel Baswedan mendesak agar Badan Pengawas Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial untuk segera bersikap dengan memantau secara langsung proses persidangan yang telah mengarah kepada peradilan sesat," kata Kurnia dalam siaran pers, Minggu (10/5/2020).

 Menurut Tim Advokasi Selain Badan Pengawas MA dan KY, Tim Advokasi juga mendesak Ombudsman RI mengawasi jalannya proses persidangan serta menyampaikan rekomendasi terkait temuan Ombudsman untuk mendukung penugngkapan kasus penyerangan Novel.

Kurnia mengatakan, pemantauan dan pengawasan dari institusi di atas bertujuan memastikan proses peradilan dalam kasus Novel berjalan imparsial, jujur, dan adil sehingga pelaku penyerangan dapat diungkap secara terang dan tidak berhenti di aktor penyerang.

Di samping itu, Tim Advokasi mendesak Komisi Kejaksaan untuk mengawasi kinerja tim jaksa penuntut umum yang dinilai tidak profesional.

Sementara itu, Kapolri didesak untuk menjelaskan pendampingan hukum dari Polri terhadap dua terdakwa kasus penyiraman air keras.

"(Kami mendesak) Komnas HAM untuk menyampaikan pendapat berkenaan dengan hasil penyelidikannya terkait kasus penyerangan Novel Baswedan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara sesuai dengan kewenangannya dalam Pasal 89 Ayat (3) UU HAM untuk mendukung pengungkapan kasus secara terang benderang," kata Kurnia.

Novel Baswedan Tim Advokasi Novel juga mengajak seluruh masyarakat untuk mengawal pengungkapan kasus penyerangan terhadap Novel sehingga seluruh pelakunya mulai dari aktor lapangan hingga auktor intelektualisnya dijerat hukum.

Diberitakan sebelumnya, Tim Advokasi menyebut ada sembilan kejanggalan dalam proses persidangan kasus penyiraman air keras terhadap Novel.

Sembilan kejanggalan itu antara lain dakwaan jaksa yang menutup pengungkapan auktor intelektualis, majelis hakim yang terkesan pasif, hingga pendampingan hukum dari Polri terhadap kedua terdakwa.

Adapun dua terdakwa dalam kasus ini, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir, didakwa melakukan penyaniayaan berat terencana terhadap Novel dengan hukuman maksimal 12 tahun penjara.

Ronny dan Rahmat yang disebut sebagai polisi aktif itu melakukan aksinya lantaran rasa benci karena Novel dianggap mengkhianati institusi Polri.

 Dalam dakwaan tersebut, mereka dikenakan Pasal 355 Ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 353 Ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, lebih subsider Pasal 351 Ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Novel disiram air keras pada 11 April 2017 setelah menunaikan shalat subuh di Masjid Al Ihsan, tak jauh dari rumahnya di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Akibat penyerangan tersebut, Novel mengalami luka pada matanya yang menyebabkan gangguan penglihatan.

Kapolri Diminta Jelaskan soal Bantuan Hukum terhadap Terdakwa Penyerang Novel

Tim Advokasi Novel Baswedan mendesak Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis menjelaskan pendampingan hukum yang diberikan Polri terhadap dua terdakwa kasus penyiraman air keras terhadap Novel.

"(Tim Advokasi Novel mendesak) Kepala Kepolisian RI (Kapolri) menjelaskan ke publik dasar pendampingan hukum terhadap dua orang terdakwa penyiraman terhadap Novel Baswedan," kata anggota Tim Advokasi Novel, Kurnia Ramadhana, dalam siaran pers, Minggu (11/5/2020) malam.

Tim Advokasi juga mendesak Kapolri untuk menarik para pengacara dari Polri yang membela kedua terdakwa, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir, yang disebut-sebut anggota Polri aktif.

Kurnia mengatakan, pendampingan yang diberikan Polri itu dinilai janggal.

Sebab, kejahatan yang disangkakan kepada Ronny dan Rahmat sebetulnya telah mencoreng institusi Polri serta bertentangan dengan tugas dan kewajiban polisi.

"Jadi ketika para terdakwa justru dibela oleh institusi Polri, proses pendampingan itu pun harus dipertanyakan. Atas dasar apa insitusi Polri mendampingi dugaan pelaku tersebut?" kata Kurnia.

Di samping itu, pembelaan oleh institusi Kepolisian dinilai akan menghambat proses hukum untuk membongkar kasus ini yang diduga melibatkan anggota dn petinggi kepolisian.

"Terdapat konflik kepentingan yang nyata yang akan menutup peluang membongkar kasus ini secara terang benderang dan menangkap pelaku sebenarnya, bukan hanya pelaku lapangan namun juga otak pelaku kejahatan," kata Kurnia.

Intensitas Hujan Meningkat, Krueng Pandrah Meluap Sebabkan Sejumlah Desa di Bireuen Terendam Banjir

Warga Bacok Kepala Kades Menggunakan Kampak, Dipicu Sakit Hati Ucapan Kasar Korban

Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan 3 Wanita Tangguh di Lingkar Kekuasaannya

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sebut 9 Kejanggalan dalam Sidang Novel, Tim Advokasi Desak MA, KY, hingga Ombudsman Awasi"

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved