Luar Negeri
Perancis Bunuh Pimpinan Al-Qaeda Afrika Utara, Ini Dampak Terbunuhnya Abdelmalek Droukdel
Meski Abdelmalek Droukdel jarang terlihat di depan publik, ia adalah salah satu panglima milisi terkuat di wilayahnya.
Konflik lalu menyebar ke pusat negara itu, dan ke negara tetangga seperti Burkina Faso dan Niger.
Sampai sekarang konflik itu telah merenggut ribuan nyawa tentara dan warga sipil.
Tewasnya Droukdel mungkin akan memengaruhi para milisi, tapi tidak akan menyelesaikan konflik, tutur Denis Tull pengamat ahli Afrika Barat di Institut Penelitian Strategis pemerintah Perancis.
"Sangat bagus untuk mengalahkan pemimpin tertentu," katanya, "tetapi kita telah melihat di bidang lain bahwa membunuh pemimpin tidak pernah cukup."
Droukdel bukan satu-satunya milisi yang kuat di kawasan itu.
Para pemimpin aliansi yang terkait dengan Al Qaeda, seperti Group of Support Islam amd Muslims (GSIM), masih bebas berkeliaran.
Di antara mereka ada milisi ternama di Mali, yaitu Iyad Ag Ghaliy di Tuareg dan Amadou Koufa dari kalangan Fulani.
GSIM telah mengklaim berada di balik berbagai serangan terhadap tentara Mali sejak 2017.
Kelompok yang termasuk bagian ISIS itu juga mendirikan cabang pada 2015, oleh Abou Walid Al Sahraoui, mantan anggota AQIM.
Kelompok-kelompok yang dipimpin Koufa dan Al Sahraoui baru-baru ini sangat aktif, menurut Ibrahim Maiga dari Institute for Security Studies (ISS).
"Posisi pemberontak akan dipertahankan oleh kelompok-kelompok ini, bahkan jika kematian Droukdel menunjukkan ke mereka tidak ada yang aman," katanya.
Bisakah kawasan itu menjadi lebih stabil?
Menyingkirkan Droukdel tidak akan menyelesaikan masalah yang lebih luas di kawasan itu, ujar seorang pakar antiterorisme Perancis yang enggan disebut namanya.
Berbagai kesulitan berdampak pada ketidakstabilan dan ketidakamanan wilayah itu, demikian pendapat para ahli yanh dihimpun AFP. Kekerasan adalah masalah utama.
Sekitar 30 warga desa tewas di Mali tengah hanya pada Jumat (5/6/2020).