Aceh Bisa Ikut Terimbas Resesi
Resesi ekonomi kini menjadi ancaman nyata setiap negara yang terdampak Covid-19, termasuk Indonesia. Aceh dikhawatirkan juga bakal
* Semua Pihak Harus Sinergis
BANDA ACEH - Resesi ekonomi kini menjadi ancaman nyata setiap negara yang terdampak Covid-19, termasuk Indonesia. Aceh dikhawatirkan juga bakal ikut terimbas, sehingga dibutuhkan kebijakan yang tepat untuk mengantisipasi hal itu, disertai dengan sinergitas dan kolaborasi dari semua pihak.
Isu resesi ekonomi ini dibahas dalam diskusi yang berlangsung di Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Selasa (28/7/2020). Dikusi ini mengangkat tema ‘Keberlangsungan Ekonomi Aceh Pasca-ditetapkannya Sistem Normal Baru'.
Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, sebagai salah satu narasumber diskusi mengungkapkan bahwa kekhawatiran akan terjadinya resesi ekonomi merupakan salah satu hal terpenting yang perlu diperhatikan oleh semua pihak tak terkecuali Pemerintah Aceh.
"Dalam kondisi ini kita harus antisipatif. Semua negara bahkan pada skala provinsi akan mengunci dirinya. Tidak ada barang yang keluar," kata Nova Iriansyah sebagaimana rilis yang diterima Serambi dari Kepala Biro Humas dan Protokol Sekretariat Daerah Aceh, Muhammad Iswanto, Selasa kemarin.
Resesi ekonomi adalah kondisi perekonomian sebuah wilayah yang kondisi ekonomi masyarakatnya memburuk. Ditandai oleh berkurangnya produksi, melemahnya pendapatan, meroket atau merosotnya harga barang, dan bertambahnya pengangguran.
Berbagai negara yang terpapar Covid-19 saat ini dihantui resesi ekonomi. Dua di antara negara yang masuk dalam jurang resesi itu adalah Singapura dan Korea Selatan.
Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), sebuah badan di bawah PBB telah mengeluarkan peringatan bahwa krisis pangan akan menghantui dunia. Namun demikian, Nova yakin Aceh akan mampu melawan dampak krisis pangan tersebut.
Plt Gubernur Aceh ini menuturkan, untuk menghadapi kekhawatiran resesi ekonomi yang salah satunya adalah krisis pangan, butuh sebuah manajemen yang baik, dalam hal ini, kebijakan pemerintah menjadi hal utama.
"Jika resesi terjadi, akan memunculkan konsisi kerawanan sosial, di mana basic insting dari manusia akan ke luar ketika resesi terjadi," ujar Nova. "Kondisi seperti ini haruslah kita respons dengan kerja kolaboratif dan saling suporting," imbuh Nova lagi.
Di samping itu, Pemerintah juga terkadang harus menempuh kebijakan sporadis untuk menghindari terjadinya resesi. Salah satu yang telah ditempuh oleh Pemerintah Aceh adalah meresmikan Gerakan Aceh Mandiri Pangan atau Gampang. Gerakan ini dilakukan untuk meningkatkan ketahanan pangan dan mendukung percepatan penanganan dampak Covid-19 di Aceh.
"Kita kolaboratif, bersatu dan dukung pemerintah sama-sama menangani Covid. Tidak ada angka-angka yang bisa kita banggakan, yang penting rakyat harus punya sense of crisis. Saling percaya dan saling menjaga," tutur Nova Iriansyah.
Keyakinan Nova bahwa Aceh akan mampu melawan hantu resesi diamini oleh Kepala Bank Indonesia Provinsi Aceh, Zainal Arifin Lubis. Ia mengatakan Aceh dengan komoditas yang ada akan mampu menghadapi krisis pangan kalaupun itu terjadi di Indonesia. "Aceh adalah sumber pangan. Kalau pun terjadi (krisis pangan) saya yakin Aceh bisa survive," kata Zainal Arifin.
Dalam makalahnya terkait peluang ekonomi Aceh, Zainal menyebutkan bahwa Aceh memiliki keunggulan pada tiga subsektor, yaitu pertanian, perikanan dan tourism. Peningkatan perekonomian pada ketiga hal ini perlu diintervensi pemerintah karena di situlah kantong kemiskinan terjadi.
"Kantong pekerjaan sebagian besar orang Aceh ada di tiga tempat itu. Karenanya pengembangan pada tiga subsektor itu bisa membuat Aceh menjadi daerah yang mandiri," kata dia.
Karena itu, sambung Zainal, pemerintah harus mulai mengubah struktur ekonomi yaitu dengan menfokuskan pada tiga sektor tersebut. "Lakukan pengembangan ekonomi terintegrasi dengan komoditas unggulan Aceh yang laku di pasar nasional dan internasional," kata dia. Selain itu, optimalisasi anggaran juga perlu untuk dilakukan.(yos)