Tes Swab Terancam Berhenti

Pemeriksaan swab spesimen Covid-19 berbasis real time polymerase chain reaction (RT-PCR) terancam berhenti. Balai Penelitian dan Pengembangan

Editor: bakri
SERAMBINEWS/FOR SERAMBINEWS
Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah, MT bersama Sekretaris Daerah Aceh dr Taqwallah M Kes meninjau persiapan ruang penanganan Covid-19 di RSUZA, Minggu malam. 

* Balitbangkes Kehabisan Bahan

* Rumah Sakit Teuku Peukan Tutup

BANDA ACEH - Pemeriksaan swab spesimen Covid-19 berbasis real time polymerase chain reaction (RT-PCR) terancam berhenti. Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Aceh kehabisan bahan habis pakai (consumable) untuk menunjang pelaksanaan uji swab.

Kepala Balitbangkes Aceh, Dr Fahmi Ichwansyah SKp MPH yang ditanyai Serambi, Senin (3/8/2020) siang mengungkapkan, stok bahan habis pakai yang ada saat ini hanya cukup untuk dua pekan ke depan, itupun pinjaman dari pihak lain yang harus dikembalikan dalam waktu dekat.

"Stok kami memang sudah habis. Selama ini kami pinjam dari beberapa pihak dan dalam waktu dekat itu harus dikembalikan," kata Fahmi.

Bahan yang stoknya sudah sangat menipis itu adalah benda bernama 'tips berfilter' ukuran 10, 20, 100, 200, dan 1.000 mikroliter. Benda ini berguna untuk mengambil bahan/reagen yang diperlukan saat pemeriksaan Covid-19. "Tips berfilter ini merupakan bahan pendukung/plastic ware yang sangat penting di dalam pekerjaan berbasis molekuler. Tanpa tips, maka pekerjaan atau pemeriksaan tidak bisa dilakukan," terangnya.

Sekarang ini, lanjut Fahmi, tips ukuran 10 yang mereka gunakan justru merupakan pinjaman dari Balai Besar Pemeriksaan Obat dan Makanan (BBPOM) Banda Aceh dan Laboratorium Veteriner Dinas Peternakan Aceh. "Dalam waktu dekat tips yang kami pinjam ini pun harus kami kembalikan, sedangkan stok tips ukuran yang lain sudah sangat menipis," tambah dia.

Selain 'tips berfilter', benda lain yang kini stoknya sudah sangat menipis di Balitbangkes Aceh, adalah light cycler multiwell plate 96 dan light cycler 8-tube stripe (white). "Ini kekurangan lain yang sangat penting dan mendesak sifatnya," timpalnya.

Kedua bahan yang disebut Fahmi itu berfungsi untuk menempatkan sampel dan reagen yang akan dianalisis dalam mesin RT-PCR. Tak hanya itu, Balitbangkes Aceh juga mulai kekurangan light cycler 480 sealing foil yang biasanya digunakan untuk penutup light cycler multiwell plate 96.

Menurut Fahmi, kekurangan dan kebutuhan bahan habis pakai tersebut sudah ia sampaikan melalui surat resmi ke Gugus Tugas Covid-19 Nasional pada medio Juni 2020 dengan tembusan kepada Gugus Tugas Covid-19 Aceh. Tapi ternyata stok bahan belum juga tersedia hingga memasuki bulan Agustus ini.

Gawatnya lagi, di pasaran pun tak mudah mendapatkan bahan yang sangat teknis tersebut. "Kami sudah kontrak dengan PT ITS di Jakarta. Tapi masih harus indent sampai bulan Oktober 2020. Sekarang ini kami tetap berusaha keras secara estafet mencari pinjaman pada beberapa jaringan laboratorium Covid-19 yang lain," ungkap pria kelahiran Banda Aceh ini.

Fahmi mengaku sangat khawatir, apabila bahan-bahan tersebut tidak terpenuhi pekan ini, maka tinggal menghitung hari saja pemeriksaan spesimen swab di Balitbangkes Aceh akan berhenti sementara. "Kami mungkin akan berhenti sementara seperti beberapa laboratorium lainnya di Indonesia yang berhenti karena ketiadaan bahan habis pakai pemeriksaan," ujarnya.

Saking gusarnya Fahmi menghadapi kondisi tersebut, sampai-sampai ia curhat di sebuah grup WA (FAMe Peduli Corona) yang anggotanya banyak tenaga medis, akademisi, pemegang otoritas bidang kesehatan di tingkat provinsi, maupun kabupaten/kota di Aceh. Juga ada sejumlah kepala Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA).

Curhatan Dr Fahmi itu mendapat respons positif dari Prof Dr Ahmad Humam MA. Sosiolog dan Guru Besar Fakultas Pertanian Unsyiah itu menghubungkan Fahmi dengan distributor alat-alat medis di Surabaya. Namun, karena stok barang itu pun di Surabaya sedang habis, sehingga belum ada kepastian kapan Balitbangkes Aceh bisa mendapatkan bahan yang sangat diperlukan itu. Serambi yang berusaha menghubungi vendor alat-alat medis di Medan dan Jakarta menjelang Iduladha lalu, juga mendapat jawaban bahwa stok bahan ini pun sedang habis di gudang mereka.

Tutup rumah sakit

Terpisah, Bupati Aceh Barat Daya (Abdya), Akmal Ibrahim SH, Senin (3/8/2020) memutuskan menutup sementara Rumah Sakit Umum Teungku Peukan (RSU TP). Penutupan dilakukan selama 14 hari terhitung sejak Senin kemarin sampai Minggu (16/8/2020) mendatang.

Meski rumah sakit tutup, namun khusus layanan Instalasi Gawat Darurat (IGD), Apotik, Ruang Haemodalisa (HD), Unit Transpusi Darah (UTD), dan Ruang Isolasi Khusus (RIK) Covid-19 tetap dibuka seperti biasa.

Keputusan penutupan RSU TP ini tertuang dalam surat pemberitahuan Bupati Abdya, Nomor 050/842/2020 tanggal 1 Agustus 2020. Surat ditandatangani Bupati Akmal Ibrahim ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Abdya.

Dalam surat pemberitahuan itu, Akmal menjelaskan, klaster terbaru terbentuk di RSU TP dengan ditemukan 15 orang tenaga kesehatan (medis) yang bertugas di rumah sakit tersebut dinyatakan positif Covid-19 berdasarkan hasil pemeriksaan swab metoda RT PCR di Laboratorium Balitbangkes Aceh.

Bupati juga meminta kepada Dinas Kesehatan agar menyampaikan kepada seluruh Puskesmas untuk melakukan perawatan pasien secara intensif di masing-masing Puskesmas Rawat Inap, serta tidak merujuk pasien ke RSU TP  Abdya sampai adanya pemberitahuan selanjutnya.

Bagi pasien yang memerlukan obat khusus seperti TB-MDR, obat jantung, obat diabetes mellitus, obat epilepsy, akan dilayani pada hari Rabu setiap minggunya. Sedangkan bagi pasien yang bersifat darurat (emergency) memerlukan rujukan, maka dirujuk ke rumah sakit terdekat. Rujukan tersebut harus melalui IGD RSU TP Abdya.

DPRK Abdya juga mendukung langkah yang diambil Bupati Akmal. Ketua DPRK Abdya, Nurdiandot, menilai penutupan itu merupakan langkah yang tepat. Meski demikian, pemerintah harus memberi batasan yang tegas. Isolasi tidak cukup untuk pasien saja, tapi dilakukan secara luas, termasuk keluarga pasien.

Pemerintah juga harus membuat batasan berkumpul masyarakat di suatu tempat, contoh tempat-tempat rekreasi dadakan yang saat ini sangat ini ramai dikunjungi pasca-lebaran. "Begitu juga warung-warung kopi, agar pengunjung dan pemilik mematuhi protokoler kesehatan yang ditetapkan, kalau tidak, maka tutup saja," tegasnya.

Hal yang sama juga diutarakan Wakil Ketua DPRK Abdya, Hendra Fadli SH. Ia meminta kepada masyarakat agar tetap melaksanakan protokol kesehatan, saat ke luar rumah, khususnya saat bepergian ke tempat fasilitas umum. Apabila itu dilakukan, ia yakin fasilitas umum dan warung kopi tidak perlu ditutup. "Kalau itu (protokol kesehatan) tidak diterapkan, maka pemerintah harus kembali menutup warung kopi, dan fasilitas umum," cetusnya.

Sterilisasi

Sementara itu, Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Pemerintah Aceh, Saifullah Abdulgani menjelaskan, penutupan sementara RSU TP diperlukan untuk sterilisasi ruang rawat inap dan beberapa ruangan lainnya. "Penutupan itu perlu dilakukan untuk sterilisasi ruangan dan peralatan medis, karena percikan mulut atau hidung penderita covid itu bisa menempel di berbagai tempat yang ada di ruangan itu mengigat ada 15 orang yang positif di RS tersebut," kata pria yang akrab disapa SAG ini.

Salah seorang pasien Covid-19 di Kabupaten Aceh Barat mengamuk. Pasien tersebut bahkan memecahkan kaca jendela ruangan tempat yang bersangkutan dirawat, di Rumah Sakit Jiwa, kawasan Beureugang, Kecamatan Kaway XVI, Aceh Barat, Senin (3/8/2020).

Informasi yang diperoleh Serambi, pasien tersebut mengamuk diduga disebabkan kurangnya pelayanan yang diberikan pihak rumah sakit. Namun Pemkab Aceh Barat mengatakan bahwa persoalan tersebut sudah berhasil diatasi dengan baik, termasuk soal pemenuhan kebutuhan pasien di rumah sakit.

“Semua kebutuhan pasien sudah kita penuhi, tidak ada masalah lagi. Mereka saat ini masih menjalani perawatan di ruang isolasi di Beureugang,” kata Kepala Dinas Kesehatan Aceh Barat, Syarifah Junaidah, kepada Serambi, Senin (3/8/2020).

Syarifah menjelaskan, sebelumnya memang ada kekurangan pelayanan dalam hal penyediaan air bersih karena kondisi air sumur bor yang sedikit keruh. “Namun saat ini telah digantikan dengan air PDAM untuk kebutuhan pasien. Sehingga menyangkut dengan persoalan tersebut kini sudah tidak ada  masalah lagi,” ujarnya.

Informasi tentang adanya pasien Covid-19 mengamuk ini juga diperoleh Serambi dari Wakil Ketua DPRK Aceh Barat, Ramli SE. Informasi tersebut ia peroleh berdasarkan laporan masyarakat.

Namun informasi dari Ramli SE sedikit berbeda dengan keterangan Kepala Dinas Kesehatan Aceh Barat, Syarifah Junaidah. Ramli SE menyebutkan, pasien mengamuk karena terlambat diberikan makanan dan padamnya aliran listrik.

“Kita menerima laporan dari masyarakat bahwa ada pasien yang sempat ngamuk karena adanya keterlambatan pemberian makanan dan padamnya listrik, sehingga pasien emosi dengan pelayanan,” ungkap Ramli SE.

Di samping itu, pihaknya juga mengaku menerima laporan adanya kekurangan kesiapan pemerintah dalam penanganan pasien Covid-19. Masalah listrik yang sempat padam, keterlambatan makan pasien dan kekurangan air bersih, menurut dia sangat tidak rasional. Pasalnya, alokasi dana untuk penanganan Covid-19 tidak sedikit.

Oleh karena itu, ia mempertanyakan kesiapan pihak Pemerintah dalam hal penanganan Covid-19, yang menyebabkan salah seorang pasien mengamuk hingga memecahkan kaca jendela rumah sakit. (dik/nun/c50/dan/c45)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved