Kejaksaan Agung Tangkap 60 Buronan Sepanjang Tahun 2020, Salah Satunya Joko Susilo
Penangkapan buronan itu merupakan bagian dari Program Tangkap Buronan (Tabur) 32.1 yang dicetuskan oleh Bidang Intelijen Kejaksaan Agung.
SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono mengungkapkan, jajarannya telah menangkap 60 buronan selama tahun 2020.
Penangkapan buronan itu merupakan bagian dari Program Tangkap Buronan (Tabur) 32.1 yang dicetuskan oleh Bidang Intelijen Kejaksaan Agung.
"Hingga 1 September 2020 merupakan pelaku kejahatan yang ke-60 di tahun 2020 yang berhasil diamankan oleh Kejaksaan RI dari berbagai wilayah dan yang terdiri dari kategori sebagai tersangka, terdakwa dan terpidana," kata Hari melalui keterangan tertulis, Selasa (1/9/2020) malam.
Penangkapan terbaru yang menjadi buronan ke-60 adalah terpidana korupsi Penjualan Aset Tanah Pemerintah Kabupaten Sarolangun Propinsi Jambi Tahun 2005 bernama Joko Susilo.
Joko (53) ditangkap di tempat tinggalnya di daerah Jambi pada Selasa sore, usai buron sekitar delapan bulan.
Kasus korupsi yang menjerat Joko menyangkut pelepasan aset Pemerintah Kabupaten Sarolangun berupa tanah sekitar 24 hektare kepada Koperasi Pegawai Negeri (KPN) Pemkasa yang diketuai oleh Joko.
Pelepasan aset dilakukan dengan dalih akan dibangun perumahan pegawai negeri sipil (PNS), yang bekerja sama dengan PT NUA.
Harga pelepasan tanah tersebut tidak melalui melalui proses taksasi atau perhitungan nilai aset.
• Resmi Meluncur Realme X7 dan Realme X7 Pro dengan Layar 120 Hz, Cek Harga dan Spesifikasi
• Begini Perkembangan Program Bayi Tabung, Zaskia Sungkar dan Irwansyah
• Sering Cekcok, Suami Bunuh Istrinya: Ditelanjangi agar Dikira Korban Perkosaan
Lalu, KPN Pemkasa tidak kunjung membayar nilai pelepasan aset tersebut.
Joko malah membuat perjanjian kerja sama dengan developer PT NUA dan menyetujui tanah tersebut dijadikan jaminan bagi pinjaman PT NUA ke sebuah bank.
Hasil pinjaman digunakan untuk kepentingan lain oleh dua orang dari perusahaan tersebut.
PT NUA pun tidak memiliki modal, tidak dapat mengembalikan pinjaman, dan proyek perumahan terbengkalai.
Kerugian negara akibat kasus tersebut sebesar Rp 12,9 miliar.
Oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jambi, Joko diputus lepas dari tuntutan hukum.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.